Powered By Blogger

Mei 30, 2009

Sekedar sapa

Aku punya firasat bahwa kehidupan ini akan sulit, tapi mempunyai hidup yang mudah juga sepertinya bukan sesuatu yang menyenangkan.

Ups, satu lagi : ini adalah mengenai keinginan.
Sepertinya kita tidak pernah benar - benar mempunyai keinginan yang tercapai....Artiannya sih, bahwa kita tidak akan pernah bisa menemukan diri yang lega....

( sekedar ) memuaskan keinginan, seperti menjelajah jejak untuk menuju ufuk langit....kita gak akan bisa menemukannya, meski terlihat.....

Mei 29, 2009

Tentang........

Ini adalah tentang cahaya bulan, kau sebut pelita hati. Rembulan di medio Mei. Jelang kemarau. Savana hijau dan ratusan kunang – kunang. Ribuan bintang. Dan aku.

Ini adalah tentang rasa. Cinta.
Kau menyebutnya kebahagiaan. Untukmu.
Tentang rindu. Selaksa irama lena. Syahdu, dan denyut nadi yang berdetak dalam simpul dekap dan peluk. Hangat.

Ini hanyalah tentang yang tercerita, tentang jiwa keruh. Penantian rapuh. Dan kesetiaan.
Ya,
Ini adalah tentang kau,
......yang mencoba kuat untuk bertahan dalam pengabdian seorang kekasih yang terkhianati.
Kau mencoba sombong, kau mencoba tegar.
Kau berusaha hidup tanpa air mata.
Kau mencoba bahagia.

Aku bangga denganmu.
Aku kagum tentangmu.
Aku cinta padamu. Dan kau setia pada penantianmu.

0

Saya mencintaimu

Mei 28, 2009

copas dari komik 2

Ku titip hati
,............pada sinar bulan yang terang.

Agar seterang itu pula hatiku

Dan kusemai rindu
,.............pada kuncup - kuncup mawar di taman

Dan membiarkannya mekar menjadi bunga - bunga

Tentang diri, catatan siang

Tuhan ‘ melemparkan ’ rejeki saya di daerah yang jauh. Di daerah yang tidak pernah menghadirkan diri di dalam mimpi – mimpi saya dulu. Dan Dia memang Maha Mengetahui, Maha Adil. Sejatinya saya tidak akan pernah berpikir pekerjaan macam apa yang akan bisa saya lakoni di kota kelahiran saya. Ijazah SMU masih tak mempunyai kompetensi dari majornya tingkat pengangguran cerdas berlabel sarjana. Anak – anak fresh yang menahbiskan diri menjadi manusia terdidik dengan strata yang mahal.
Beberapa teman yang baru saja mengantongi ijazah kesarjanaan itu, masih terlihat sibuk dengan ragam aktivitas baru mereka. MENCARI PEKERJAAN. Apalagi saya yang hanya bisa bersandar pada ijazah SMU dan nilai yang buruk ( bahkan tidak akan lulus bila distandarkan kelayakan nilai ujian beberapa tahun belakangan ini ).
Hidup terus berjalan, dan saya pun juga berjalan. Saya melambat, tapi hidup masih memberi kasihan pada saya. Terseret saya, hidup setia menjumpai saya.
Hidup untuk hidup. Dan saya masih bersyukur bisa melakoninya.

,..........terima kasih banyak Tuhan.

Mei 25, 2009

copas dari komik

Cintaku
,........bagaikan gelembung busa
hatiku,
.............bagaikan gelembung busa


Melayang ke langit
,.....dan memantulkan tujuh warna pelangi

Mei 22, 2009

Samarinda, 22 Mei di Warung Lesehan

Samarinda, 22 Mei 2009

Bertemu teman. Teman satu perusahaan yang berkerja di kantor Samarinda. Kami hanya sering melakukan komunikasi via telepon maupun email sebelumnya. Dan itu adalah sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan.

Hari ini kami menyepakatkan diri untuk bertemu. Makan siang di satu kedai makan lesehan di Samarinda.Untuk pertama kali, sebelum saya melanjutkan perjalanan ke lokasi perkebunan perusahaan besok hari. Menyenangkan. Saya bisa mendapat point beberapa hal tentang sifat – sifat rekan kerja saya tersebut. Akhirnya. Dan diapun mungkin juga mengenal saya yang ‘ sebenarnya ‘. Tidak mengherankan. Karena situasi kerja lebih membuat kami mengetahui satu sama lain sebagai robot ( workaholic yang payah ).

Maka saran saya, bila kita bekerja, maka lakukanlah hubungan komunikasi maupun pertemuan yang intens dengan sesama rekan kerja di luar suasana kerja. Main futsal or tennis bersama. Hang out ke Mall. Atau ikut kegiatan majelis dakwah. Bolehlah, terserah bagaimana intensitas itu terbangun baik untuk kedua belah pihak ataupun semua pihak nantinya.
Contoh konkretnya mungkin seperti tawaran rekan saya tersebut.

“ Gimana Mas, mau ikut saya ke Semarang bulan Juli ini “

“ Untuk apa ? “

( mukanya jelas tampak serius ) : “ Cari istri !! “

Hahahahaha ….” …bersama……. ( ?!!!? ) ”


Catatan mengenai cincin pernikahan

Saya bertemu dengan pasangan yang membawa seorang anak kecil. Itu terjadi saat saya dalam perjalanan pulang kembali ke Samarinda, Kalimantan Timur. Dari Banjarmasin, dalam bis besar yang membawa kami bersama puluhan penumpang lainnya. Suatu ketika saya terlibat pembicaraan dengan laki – laki dari pasangan itu, sementara sang perempuan sibuk mengeloni anak kecilnya dalam gendongan. Ini terjadi di atas Ferry penyeberangan Penajam – Balikpapan.
Awalnya pembicaraan itu berjalan biasa. Saling mengenalkan diri dan bertukar informasi. Hingga saya menemukan sesuatu yang menarik

“ Kok gak pake cincinnya Mas ? “ ucap saya seraya menyeruput teh hangat yang terhidang.

“ Maksud Bapak ? “

Saya hanya mendelikkan mata saya kearah jari – jari Mas yang bersangkutan.
“ Oh, saya belum menikah Pak “

“ Lho ? lantas…”

" Oh, dia saudara saya. Kakak saya. Saya hanya mengantarkan dia kembali ke Balikpapan. Karena kemaren hari ada acara keluarga besar di Banjarmasin “

“ Oooooo, “ saya manggut – manggut… “ Suaminya ? “

“ Suaminya seorang pelaut Pak. Kebetulan saat ini beliau dinas dalam pelayaran perusahaannya.” Ucap laki – laki di seberang saya ini
“ Tapi kakak saya sudah mendapat ijin dari suami kok untuk pulang kemaren hari itu “, ucapnya lagi.

Apa yang menarik ?
Hehehe….saya melihat cincin kawin itu di jemari manis kiri perempuan berjilbab yang masih saja berdiri seraya terus menggendong anaknya yang mungkin sedang tertidur itu. Posisinya kebetulan agak menjauh dari kami. Kakak dari laki – laki teman saya bicara sekarang.
Benar, Cincin pernikahan. Salah satu tanda status seseorang. Seorang yang sudah berkeluarga. Sesuatu yang mungkin sulit untuk diterapkan kepada kaum Adam sekarang. Berpikir bahwa cukup perempuan saja yang memperlihatkan status mereka. Laki – laki ? hahahaha…saya masih belum merasakannya. Apakah saya nanti akan punya alasan untuk tidak menggunakan cincin nikah saya atau saya akan mempunyai egois yang cukup besar bahwa tanpa alasan pun saya berhak tidak memperlihatkan cincin itu di khalayak ramai.Atauuuu, saya akan membanggakan cincin itu di setiap waktu saya di keramaian
( saya berharap menjadi laki – laki yang berpikir kemungkinan ketiga. Sok….!! ).
Yang pasti saat itu saya berharap ( dalam hati ), Semoga sang Suami yang pelaut itu juga mengenakan cincin nikahnya dalam kehidupan kerjanya.


22 Mei 2009

Mei 20, 2009

catatan sore, untuk diri saya sendiri

Kerap mengeluh, kau mencercaku dengan segala bentuk ketidakadilan. Kau teraniaya. Kau terzhalimi. Kau mengebiri nurani dalam permainan sumpah serapahmu. Kau mengadu nasib pada jalan yang selalu kau bangkang. Tak mengapa ? Bolehlah. Kau menghardik semampumu. Tak juga berpikir akan kemelaratan. Menelikung jejak hitam yang kau ukir sendiri…..

Pernah kita sama sama susah
Terperangkap di dingin malam
Terjerumus dalam lubang jalanan
Digilas kaki sang waktu yang sombong
Terjerat mimpi yang indah
lelap

Pernah kita sama-sama rasakan
Panasnya mentari hanguskan hati
Sampai saat kita nyaris tak percaya
Bahwa roda nasib memang berputar
Sahabat
,....masih ingatkah kau ?

Sementara hari terus berganti
Engkau pergi dengan dendam membara di hati

Cukup lama aku jalan sendiri
Tanpa teman yang sanggup mengerti*

Sahabat,....masih ingatkah ?



*Belum ada Judul : Iwan Fals

Mei 19, 2009

nervous morning

,........beri saya keputusan, akan saya laksanakan.
Saya tidak ingin menjadi kamikaze yang mati dengan penyesalan......

Mei 18, 2009

...............Lintang, Saya, dan Puzzle Kehidupan.......

Ini adalah cerita tentang Lintang, Saya, dan Puzzle dari kehidupan yang rumit.
Lintang, seorang sosok yang jenius ( menurut saya ) di dalam novel Laskar Pelangi dan terlihat hidup sebagai nyata dalam filmnya, besutan Riri Reza. Dan saya ? Seorang miskin bodoh yang dulu sempat mencaci maki dunia yang berperan dalam ketidakadilan hidup yang menimpa saya seorang. Lalu ( ada apa ) dengan puzzle ? Puzzle tidak lebih dari sekedar permainan menyusun bagian – bagian atau kepingan - kepingan hingga menampakkan sebuah sketsa yang sempurna.
Berjuta Lintang mungkin masih bisa kita temui di bumi Indonesia ini. Seorang Lintang mungkin menyatu dalam ( beberapa dan mungkin ; kebanyakan dari ) sosok anak – anak di jalan yang tergerus oleh kehidupan yang lupa bahwa mereka juga pemain di atas panggungnya. Berjuta Lintang ada di sekitar kita. Lintang yang miskin dan Lintang yang cerdas. Saya lantas teringat dengan nyanyian legenda hidup, Bang Iwan fals :

Si Budi kecil kuyup menggigil, menahan dingin tanpa jas hujan. Di simpang jalan tugu pancoran. Tunggu pembeli jajakan koran.
Menjelang maghrib hujan tak reda, Si Budi murung menghitung laba. Surat kabar sore dijual malam. Selepas isya melangkah pulang.

Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu, demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu. Anak sekecil itu tak sempat nikmati waktu. Dipaksa pecahkan karang, lemah jarimu terkepal.

Ya, Lintang di dalam Novel itu berhasil menghancurkan karang. Karang yang dia pilih untuk dapat dia bertahan.

“ Jangan sedih ikal, paling tidak aku telah memenuhi harapan ayahku agar tak menjadi nelayan “

Benar, Lintang kecil telah berhasil membuat pilihan di dalam ketiadaan pilihan. Setidaknya ia bisa membanggakan, tentang kemampuan memenuhi harapan ayahnya. Sebuah ironi akan kecerdasan kaum marginal. Kaum pinggir yang ( sengaja ? ) tercipta di sebuah daerah kaya bernama Belitong.

Bukankah hidup mempunyai jalan yang terencanakan ? Dan mengutip cerita seorang kawan : Bukankah nasib memilih pada yang berhak ?
Lintang seorang yang hebat, Lintang adalah manifestasi sebuah relita dari kenyataan yang ( mungkin ) akhirnya kita mengetahuinya atau diingatkan kembali setelah diungkap oleh Andrea Hirata. Dulu ada seorang anak bernama Lintang dan sekarangpun masih ada berjuta Lintang.

Saya. Saya yang seorang. Setelah melewati hidup yang melelahkan akan teriak caci maki dan pemberontakan, akhirnya saya menyadari benang merah hubungan saya dengan Sang Pencipta. Saya di uji, saya masih terus di uji. Karena saya masih terlalu manja ( sepertinya ) atau karena saya terlalu bebal untuk mengakui kekerdilan saya dan ke-Maha-an Sang Kuasa.

Saya seorang pemalas akut yang bermimpi menjadi seorang Sulaeman. Siapa sih saya ? Lintang boleh jadi miskin, tapi dia cerdas. Sementara saya adalah sosok miskin yang bodoh pula. - Cukup, - saya terlalu berlebihan dalam menghakimi diri saya. Tuhan pasti takkan suka karena saya adalah bagian kuasa yang Dia punya rencana. Saya bukan Lintang. Dan saya tidak seperti Lintang. Pilihan hidup saya memang tak lebih rumit dari Lintang, tapi cukup membuat saya jungkir balik mengkoyak – koyak tabir di antara saya dan nasib. Sama seperti Lintang, saya juga berhasil membuat pilihan. Saya adalah seorang manusia yang berhasil berkerja dan mapan sebagai employee di sebuah perusahaan perkebunan.

Bila rangkaian itu tersusun sempurna, Puzzle itu akan menciptakan sketsa yang sempurna pula. Puzzle membentuk diri dari bagian – bagian yang saling membangun dan mempunyai tempat masing – masing. Bagian – bagian yang tidak persis sama satu sama lain. Lintang, ia memiliki rangkaian yang berserak di atas langit separuh cerah yang berpelangi. ( Saya suka menggunakan kalimat ini ) karena Lintang bagian Laskar Pelangi.
Dia memilih hidup, karena hanya hidup itu yang bisa dia pilih. Dia menyusun puzzlenya dari bagian yang sangat sulit hingga yang paling sulit. Puzzlenya tak sempurna. Sketsanya tak tergambar jelas. Tapi Puzzle Lintang tersusun. Dalam rekam cerita yang mengharukan. Dan dia bertahan dalam ceritanya. ( Mungkin ) hingga sekarang.

Tidak seperti Lintang. Saya sempat memain – mainkan kepingan puzzle saya dengan kemanjaan. Dulu, saat masih ada manisnya kata yang bernama keluarga. Setelah umur yang 20, saya menemukan bahwa puzzle saya terdampar sendiri dalam prahara. Akan lusuh bila tak juga tersempurnakan. Saya menjadi kalap karena saya langkah yang sendiri. Dalam beberapa pemberontakan, saya mengacak – acak bagian puzzle yang terlihat tak layak. Kepingan itu tak seharusnya ada. Bagian itu semestinya tidak berada di lingkaran kehidupan saya.
……lantas saya kesadaran itu menegur saya menyerupai bisik bidadari dalam suara parau seorang Ibu. Kepingan itu seperti menjelma menjadi ungkap halus, Saya memungutnya satu – persatu. Yang berserak, dan yang terpencar di penjuru tualang saya. Saya pun mulai merangkainya kembali dengan susah payah. Saya usap lusuh, dan saya sentuh kenangan saya. Saya memulai langkah dengan irama penyesalan. Saya menapakinya dengan lagu keharmonisan hati yang tak sepenuhnya utuh. Hingga sekarang.

Bagaimanapun Lintang dan saya adalah dua manusia ( dari beratus juta bilangan ) yang memainkan peranan dalam tiap bagian puzzle yang sangat luas. Saya tidak mengenal Lintang, dan saya tidak perlu menggugat kebenaran adakah dia seorang lintang benar adanya ( ? ) Tidak. Ini hanya bagian kecil dari perjalanan hidup yang terangkum dalam masing – masing kala waktu. Saling menyentuh dalam rajutan nasib.
Saya memimpikan seorang Lintang yang mempunyai pilihan, di dalam diri anak saya kelak. Semoga.

Mei 17, 2009

Kita diam

Kita tidak pernah bicara. Kita tidak pernah mengatakan apapun. Kau hanya mengucap kata dengan senyum. Kau selalu bisa menunjukan bahagia, sedih, tawa dan deritamu dengan kau tersenyum.
Dan begitu pun aku. Aku tidak pernah mengajakmu berbicara. Bahkan sekedar menunjukkan bintang yang bersinar….
Tapi kita melewatinya. Kita bahagia, setidaknya kau berbahagia.

Seandainya Lia Eden Mengaku Izrail ?

Mengenai Lia Eden,
Seandainya Lia Eden mengalami penyucian dan menyadari penyatuan dirinya pada sosok malaikat pencabut nyawa, Izrail ( bukan Jibrail A.S seperti yang diakuinya ) Apakah akan ada manusia – manusia bodok yang mengikuti jalan prinsipnya ?

( Dalam obrolan ringan dengan Saudara di rumah kelahiran )

Aku percaya kau baik - baik saja

Ada sedikit kebahagian yang selalu kita ciptakan. Dalam beberapa waktu pertemuan. Entah saat kau terheran dengan tingkahku yang kekanakan, atau saat ku mengejekmu dengan kedewasaan yang tak semestinya dalam gelak tawa, canda yang mengingatkan cerita kita kecil dulu. Selalu ada bahagia yang bisa kita lewati.
Hingga kabar itu menemuiku di sela – sela hidup yang sibuk di tanah yang jauh. Memberi kabar tentang dirimu.
Kau sakit ?! Tapi smsmu cepat mengatakan : “ Aku baik – baik saja “.

Ya. Kau baik – baik saja dan aku percaya.
Bahkan saat vonis kematian dan tubuhmu yang muda itu menghilang di timbunan tanah yang baru tergali. Aku masih percaya. Aku percaya kau baik – baik saja.

Mei 16, 2009

Catatan kecil : ingat masa lalu

Mengembarai malam.
Hanya hening yang mendekap saya dalam suasana rindu kembali. Rindu yang seharusnya terbunuh di beberapa waktu lalu. Mengingatkan akan kehidupan yang sekian lama saya maknai sebagai kenangan saya. Tapi slide yang terkoyak itu masih menyembunyikan diri di syaraf ingat saya. Beberapa saat saya terjatuh dalam kebimbangan. Mungkin saya harus kembali untuk bersama mereka lagi. Dengan segala resiko yang jelas akan saya terima. Entahlah, mungkin saja itu terjadi.
Saat ini, yang saya mengetahuinya dengan kecerdasan pikir saya yang bodoh. Saya sudah memiliki kehidupan baru di tanah baru. Jadi, untuk mereka yang tertinggal sebagai ingat yang terlupa. Saya berharap saya selalu punya waktu untuk kembali menelusuri ingat tentang kalian dan menjadikan itu kenangan hingga nanti saya berucap “ kita dulu pernah....... “.

Malam, di medio Mei 2009

Mei 07, 2009

Saya pulang

Besok saya pulang. Saya akan kembali ke kota kelahiran saya.
Meskipun ini akan terlihat aneh, saya pulang ke rumah yang sudah tidak saya kenali lagi.
Saya akan kembali menemukan diri saya dalam kumpulan manusia - manusia yang bernama keluarga. Saya merindukan mereka.

Ya, saya merindukan mereka

Mei 06, 2009

catatan lama ( batas keraguan dan pilihan )

“ Kau benar,,….aku tidak mampu untuk menerima segala sesuatunya dengan baik…..aku kembali ke ‘kanak – kanakan’……
Dan hal ini membuat aku sangat membenci semuanya….aku merasa semua orang tidak mau bekerja sama….lantas saat aku ingin menampakkan egoisku….Aku kalah, kembali kalah….bukan mereka yang memerlukan aku, tapi aku….”

Tidak ada yang salah dengan hatimu sahabat,..bila ucap saya kemaren adalah sebuah kebenaran yang akhirnya tersadari…bukankah tidak seharusnya kau menangis sekarang ini. Pun bila saat ini kau memiliki rasa kegamangan yang bila benar katamu bahwa resign mu sudah kau siapkan untuk ditanda tangani, maka saya hanya bisa kembali mengungkapkan : adakah waktumu untuk sedikit merenung hal – hal yang berada di luar kita. Di sini, di tempatmu, di ruang kerjamu dan di meja kerja saya, di site mu dan di perantauan saya,….bukankah sama. Kita masih berada di bawah langit kok,
.... dan tahukah artinya itu ?
Kita masih punya kesempatan waktu ( sebenarnya ) untuk kita tertawa…..

“ Aku malu terhadap diriku sendiri. Aku harus menemukan jalan melalui garis – garis waktu. Hingga pada akhirnya, kita masing – masing sendirian ya ? “

tapi ( tidakkah ) saat ini kita semua harus meringkuk bersama untuk saling memberi kenyamanan dan kehangatan….Sahabat !?

“ Keluhku sudah membentuk gumpalan mendung, ketidakberdayaan ini lebih mengenaskan daripada air mata “

Hy, jangan pernah membanting pintu ruang benakmu. Kau akan menemukan hatimu menjadi saksi pengkhianatan perjuangan hidupmu.

……………………….


Akhirnya,……cukup hanya hidup saja yang bisa membuat kita menjadi dewasa.




Untuk seorang sahabat di sisi hati

01/08/2008

catatan rentang waktu yang pernah......

Siang,
Panas yang berdebu di area

Kembali terduduk chair Tiger 310, seharusnya saya bisa sedikit meluangkan waktu untuk mengisi kekosongan. Segala pikiran berkecamuk resah dan saya justru mendiam memasrahkan diri….Fuih,…adakah langit seharusnya mendung. Seperti celotehan penjaga kantin siang tadi yang berharap langit akan menurunkan airnya….” Biar satu ember pun juga gak pa pa "
Dan lantas sedikit tersenyum seorang teman dari Accounting menyikapi dengan omongan jenakanya….
“ Justru Tuhan gak bakalan mau kalau Ibu mengharapkan cuman satu ember, gak efisien….gak sesuai dengan biaya operasional…. “

atau tentang debat kusir tadi pagi…
“ Kahlil Gibran itu punya istri gak ? “
Pertanyaan yang lantas bikin ramai sudut kantor….

Duh…..Saya merasa tak lagi berupa.
Suara bising di ruang sebelah membuat saya semakin terasing, bahkan dengan keberadaan laporan yang membuat jari – jari ini semakin cepat menekan nuts keyboard. Entah apa yang terinput…..
Sebuah puisi patah hatikah ?
Atau progress yang dead line ?
Saya tak berada di diri kini

Tergugu dalam diam yang sangat, teman satu ruangan bersiul lemah mengiringi Let Me Go nya Mocca, masih berkutat pada dunianya yang workaholic.
Hi,
bukankah kau menyanyikan nada yang sama saat kau menyapa dan lantas mulai mengambil langkah pergi ?
Kau duduk di sudut depan ruangan itu
Mencoba sibuk dengan selaksa anggunmu.

Kau kembali tersenyum….
Ah, kau memang selalu tersenyum

……………………

“ Bagaimana dia akan menerima pekerjaan itu…dia akan menikah kok…”
Ya, dia akan menikah dan saya jatuh terkulai ditampar perih.
Sungguh saya tak bisa dewasa memaknai cincin di jemari manisnya. Saya masih saja membingkai harap.

Dia selalu bersikap wajar dengan senyumnya. Dia tidak punya rasa yang salah kepada semua orang. Dewasanya sungguh berlipat sempurna. Di tambah keanggunan layaknya Srikandi yang mempesona.
Dan aku mencintainya.

...…tidak bisa saya membencinya seperti yang seharusnya saya lakukan.
Itu akan semakin menjerat saya pada kekaguman Rahwana akan dewi Shinta.

Duh,
Tentu kau tahu bagaimana sakitnya menelan perasaan kita sendiri.
Setelah sekian lama, mencoba mencari – cari alasan untuk menemukan bahwa ini adalah sebuah kesalahan….
bahwa perasaan ini tak semestinya ada….
Bahwa seharusnya saya tidak membiarkan ini mengacaukan kehidupan saya yang memang sudah kacau.

Tapi nyatanya kau selalu hadir
Kau selalu tersenyum
Dan saat ini pun kau masih tersenyum…..

Hi,
Saya mencintaimu, seandainya kau tahu itu.

( hari - hari tanpa hujan )

,...................

Kita bicara tentang kehidupan yang gersang,

Aku ?
Kau mengatakan apa ?


6/5/2009

Mei 05, 2009

Sendiri seperti Si Mbah Kahlil katakan.....

Seperti Mbah Kahlil Gibran katakan dalam ‘Sang Nabi’,
“Kalian berbicara ketika pikiran tidak tenang. Ketika tidak tahan lagi berdiam dalam hati, kalian hidup melalui bibir - dan kata yang bersuara menjadi satu-satunya pengobat jiwa.”

Hm, benarkah ? saya tidak mengetahui persis…..mungkin kedewasaan saya belum bisa memakluminya dengan sedikitnya pengalaman saya dalam hidup. Hanya saja sebagai orang yang terlahir dan terbesarkan di daerah keramaian seperti kota Banjarmasin, maka jujur saja : kesunyian daerah kamp adalah sesuatu yang sangat mempengaruhi jiwa saya. Dan, alangkah naifnya bila sekarang ini saya mengatakan saya tidak mendapatkan apa – apa. Tidak. Saya justru lebih ‘ mengenal dunia ‘ saat saya melempar diri saya ke ujung langit ini.

Apa yang saya dapatkan ?
Saya mendapati diri saya yang dipanggil Bapak oleh bawahan saya, saya mendapati diri saya yang marah, saya mendapati diri saya yang kasar. Saya mendapati diri saya yang tertekan, saya mendapati diri saya yang menangis.
Saya yang terjebak dalam suasana air keras di api unggun malam, saya mendapati diri saya yang terjerembab hina di pelataran mesjid, saya yang mengenal Ia dan saya yang lupa beberapa lama.
Saya yang dewasa dan saya yang childish.
Dan, sebenarnya di sini saya lebih memaknai arti seseorang dan arti orang – orang yang hingga saat ini masih ‘ hidup dan bersama ‘ saya di sini.

Yang datang dan yang berlalu silih berganti.

Ada banyak pembicaraan yang terekam dalam ingat saya,……sangat banyak. Dalam beberapa kesempatan, dan dalam beberapa waktu yang selalu. Hingga kami meringkuk di dalam kamar. Di atas tempat tidur, dan menciptakan hening masing – masing.
Sendiri.
( lagi ) seperti Si Mbah Kahlil katakan,
“Di antara kalian ada yang mencari kawan yang pandai bicara, karena takut akan tertimpa sepi. Padahal kesunyian yang kalian menjauhinya, adalah mata yang akan membuka kekurangan diri.”



: yang selalu mencoba dewasa
“ Semoga saya bisa !!! “

Pagi untuk diri saya

Serentetan daun – daun bunga menghiba di khusyuk saya akan lamunan pagi ini. Bougainville yang melengkapi taman di emplasment Kantor site area. Tiupan angin merontokkan kelemahan pertahanan mereka yang terluka dari ranting. Mereka jatuh.
Begitupun dengan dahan sawit. Tarian mereka gaduh. Angin menertawakan jenak – jenak keheningan kerja kaum pekerja.

Angin kian kencang. Tiupan angin yang membawa gumpalan mendung selaksa cadas – cadas yang tergeser dari pertapaannya di tepi pantai.
Sebentar lagi akan turun hujan.
Akh, Di manakah cadas mendung itu akan memuntahkan kandungnya. Karena cukuplah dingin dan embun saja yang bisa saya candai untuk menjadi hangat.
Saya ingin merasa hangat.

Mei 01, 2009

a nostalgic feel

Kau hanya sekeping hati yang bimbang,
….yang menyemai rindu,
dan cinta yang belajar mengeja kata.

,...jodoh, jomblo, jodoh.....

" Jangan pernah jatuh cinta,...!! sebelum kau menikahi perempuan itu "
Halah....
ini sms kawan,
gak terlalu ngerti. Dia ngejek ? ato malah mengingatkan saya....Tapi, mbo' ya perempuan yang manaaaaaaaaaa.......???????

....

Melewati hari ini adalah kumpulan detik – detik waktu yang memanggang setiap syaraf pikiran saya sendiri….
Lelah.
Lantas memutuskan untuk rehat sejenak.
Sedikit merenung dan mengkhayalkan ribuan kata – kata yang puitis.
Saya pun mencoba merangkainya. Satu – satu kata – kata yang berterbangan itu saya raih, dan saya tancapkan seiring gerak jemari tangan ini menekan nuts keyboard.
Hm,
Saya mendapati diri saya tersenyum sendiri.

Saya bukan seorang pemikir, hanya saja saat mendapati tulisan seseorang yang berjudul : “ jangan menikah dulu….”, hampir membuat kerja saya berantakan hari ini.
Seorang teman akan menikah pula minggu depan.
Dan yang lainnya masih sudah melakukan ta’aruf ke orang tua si perempuan.
Duh,…..

Saya bukan seorang yang plamboyan.
Sosok perempuan adalah sosok yang misterius buat saya.
Bukan karena ketiadaannya, tapi karena ketidakmudahan bagi diri saya mensosialisaikan diri ke dalam lingkungan mereka.
Saya bersikap cuek lebih dikarenakan tuntutan kerja yang selalu mendapati diri saya tidak punya banyak waktu. Untuk diri sendiri pun kadang saya masih keteteran.

Saya bukan seorang yang pengeluh.
Bahwa apa yang terjadi pada diri saya adalah hal yang wajar.
Tentu saja setelah mendapati kenyataan di sekitar saya.
Dan, seperti apa yang terjadi dengan beberapa teman saya pula…
Mama menghubungi saya,…
“ Nak, ada seorang kerabat yang mengajukan anak gadisnya untuk bisa melengkapi kamu, sebagai pembentuk keluarga. Tolong dipikirkan !!! “

Ya !!....
saya masih mendapati diri saya tersenyum sendiri.
Saat ini.

( Ruang kerja yang ramai, Medio Desember 2008 )

...............

Ternyata : semakin menambah usia, kata ' jomblo ' itu menyiksa juga...he...he...he.....