Powered By Blogger

Juli 29, 2009

Yang menyapa saya saat pulang......

Bilamana melihat anak kecil itu tertawa, betapa kelelahan saya seakan surut pada titik nadir yang mempertanyakan : Bukankah saya seharusnya bisa pula berbahagia ?

Bilamana melihat polah dari si kecil itu, maka kegemasan saya untuk ingin merangkulnya tak kuasa saya bendung. Hanya karena batas diri yang mengetahui saya tidak siapa – siapa dia. Anak kecil itu selalu berteman dengan ibu dan bapaknya yang juga seorang karyawan di perusahaan ini. Mereka menciptakan kebersamaan sesaat di hamparan taman bunga halaman rumah mereka setiap kali sang Bapak melangkah masuk ke dalam pekarangan ‘ surga ‘ itu. Setelah berjuang dalam pencaharian rejeki di tanah ini. Rumah sederhana dengan mewahnya sebuah keluarga.

Saya tak daya untuk menolak rasa iri saya. Bahkan saat – saat sang anak itu mengayunkan lengan kecilnya menyapa saya, setiap kali saya melanjutkan langkah di hadapan kebersamaan mereka. Tentu saja dengan iringan bantu seorang Ibu yang menggendongnya.

Bilamana melihat sang Anak itu. Betapa saya merindukan hal yang nantinya akan saya jalani. Seyakinnya saya, untuk waktu yang entah dan rindu yang membentuk asa menjadi nyata. Saya berselubung dalam pengharapan. Saya mengaduh kekuatan hati yang bertahan.

Saya hanya mencoba mendewasakan diri. Mendewasakan hati.
; Bahwa pengharapan saya adalah juga pengharapan seorang ( yang akan menjadi ) istri saya kelak. Keluarga yang mampu memiliki bahagia.

Insya Allah.

Juli 27, 2009

Nama dalam sebuah Puisi - Seorang Sri Ajati

Apa arti sebuah nama dalam puisi bagi seorang penyair ?
Bisa jadi tidak ada, karena sebuah nama tak ubahnya sebuah benda yang mengandung makna bebas, independent yang sesuai wujud dari puisi itu sendiri. Tanpa sebuah bentuk alegori yang bisa mendeskripsikan dengan jelas sosok nama tersebut.

Atau ia merupakan symbol dari object pengakuan seorang penyair ? mungkin saja. Seorang yang di tempatkan rasa. Menjadi pusat lingkaran dalam irama metafora yang disajikan oleh penyair tersebut. Di sini akan muncul interpretasi terbatas. Sesuatu yang banyak di tentang oleh kritikus sastra. Bahwa puisi seharusnya mempunyai kemandirian tersendiri. Lepas dari ikatan keduniawian yang terikat pada kehidupan penyair dan karya. Dan ini yang seringkali menjebak penyair pada ketelanjangan karya – karyanya. Makna yang vulgar. Mereka seperti seorang yang bercerita tentang kesedihan, kebahagiaan, kemarahan diri mereka sendiri terhadap sesuatu symbol ( sebuah nama tersebut ).
‘ Bila ingin mengetahui bagaimana saya ?, maka baca puisi saya ‘

Tak di pungkiri bahwa kehidupan nyata menjadi ilham bagi para seniman sastra untuk mengaplikasikan hal tersebut ke dalam sekian bait – bait puisi. Sehingga lazim didapati penyebutan sebuah nama pada karyanya. Ini sah saja menurut saya. Terlepas nanti apakah akan tampak keterbatasan makna atau ‘ pemenjaraan ‘ penafsiran. Sesuatu yang ditakuti oleh Nadine Gordimer – Nobelis Sastra 1991.

Sehingga usaha untuk meresapi lebih dalam sebuah puisi dengan usaha menyelidiki, usaha mencari tahu latar belakang keberadaan symbol – symbol ( nama ) dalam puisi, seperti pemerkosaan terhadap kemandirian wujud puisi tersebut sebagai karya fiksi. Saya menilai, bagaimanapun seorang penyair mempunyai sisi kemanusiawian tersendiri dan saat ia ‘ hanya ‘ bisa mengaplikasikan segala rasa di dunia pikirnya dalam sekian bait – bait puisi untuk sebuah nama, maka bagi saya itulah kemanusiawian seorang penyair.

Penyair juga seorang manusia.

Menarik memang untuk mengetahui, ( meskipun tidak harus ) bahwa sebuah nama akan menyeret kita pada sebuah tanda tanya, siapakah ia ?
Siapa Mardelia ? yang dalam syairnya ‘ Hutan Beku di Bielefeld ‘, yang disebut Soepriadi Tomodiharjo sebagai kawan seperjalanan. Siapa Aldora bagi Nanang Suryadi dalam puisinya ‘ Menemui Aldora dalam suatu ketika ‘. Atau benarkah Narti dalam ' Puisi Cinta ' nya W. S Rendra adalah Sunarti yang notabene adalah istri dari Sang Burung Merak itu sendiri ?

Maka dalam salah satu usaha untuk mendalami ‘ sebuah cerita ‘ di balik nama dalam puisi, langkah kaki saya menambat pada puisi seorang penyair terkemuka Indonesia. Puisi dari pelopor puisi angkatan ’45 dan puisi Modern di Indonesia :


 

 Senja di Pelabuhan Kecil
: Buat Sri Ajati

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut.

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap


Siapa Sri Ajati yang bahkan oleh kritikus sastra sekelas HB Jassin merasakan adanya kesedihan dan rawannya hati Chairil Anwar dalam puisi ini ? Seorang seniman yang mempelopori era baru dalam khazanah puisi Indonesia tempo dulu. Dan ia mempersembahkan puisinya untuk seorang Sri Ajati ?

Hanya satu kalimat yang membekas sangat bagi saya oleh Sri Ajati dalam tutur katanya, saat ia memberikan keterangan mengenai keterikatan ia dan puisi Senja di Pelabuhan Kecil - Chairil Anwar dalam beberapa kesempatan ia dan dipublikasikan ke khayalak,

“ Chairil Anwar tak pernah menyatakan cinta “

Dan saya berhasil merasakan rawannya hati Si Binatang Jalang ( Puisi Aku ) – Chairil Anwar di keremangan ‘ Senja di Pelabuhan Kecil ‘.

Juli 24, 2009

Catatan untuk diri - egois memaklumi


Kemakluman selalu menjadi senjata ampuh untuk diri yang alfa. Batasan diri yang tak mungkin sempurna. Menjadi sisi rasa dalam rutinitas.

Manusiawi yang hidup dalam doktrin kemanusiaan. Sehingga setiap kesalahan selalu memunculkan alasan untuk membela diri. Sekedar lepas dari pandangan sosial yang akan berkubang dalam jelaga.

Kita lebih memilih untuk tidak mengakui daripada mengoyak ketakutan akan benci. Atau berjuta penjelasan yang memunculkan pengkasihan pada jasad diri. Bahkan sebentuk kata menyesalpun adalah bagian dari jiwa yang riya dan kamuflase titik air mata. Keikhlasan menyusut pada diri yang angkuh. Penyesalan menjadi sesuatu yang absurd.

Sedikit demi sedikit kita merangkak dalam kemunafikan. Pengingkaran pada sebentuk daging yang menggumpal dalam jiwa. Dan ia adalah hati.

“ Fitnah itu akan ditimpakan ke dalam hati bagaikan tikar ( yang membekas di tubuh ) selembar – selembar. Maka hati yang menelan fitnah itu akan di titik dengan satu titik hitam dan hati yang mengingkarinya akan dititik dengan nokta putih, sehingga hatipun menjadi 2 hati. Hati yang putih bagaikan batu karang, hinga tak bisa dirusak oleh suatu fitnah sekama masih ada langit dan bummi. Dan hati yang kusam bagaikan pinggan yang terbalik, tidak mengenal yang ma’ruf dan tidak mengingkari kemungkaran, kecuali yang sesuai dengan hawa nafsu saja yang direguknya “
( HR. Muslim )

Lambat laun kita tak lagi berupa manusia dengan nurani, karena nurani sudah tertutup oleh hitamnya hati kita sendiri.

Juli 21, 2009

Bahagia tanpa puisi

** Poetz **

Aku mau menulis untukmu sebuah puisi cinta
Tentang bunga-bunga yang mekar kala musimnya tiba
Tentang cumbu hangat sepasang angsa
Tentang merpati yang selalu setia
Tentang kuda laut yang berpasangan dan tak selingkuh selamanya
Tentang coklat dan bunga pertanda sayang mesra

Tapi aku tak bisa membuat puisi cinta maka aku tak membuatnya
Tak membuat janji atau kata setia
Tak membuat persembahan atau tanda mata cinta

Untukmu cukup tiap kecup mesra
Sebuah peluk hangat saat kau membutuhkannya
Sebuah kangen saat kau tak ada
Sebuah sabar saat kau memintanya
Sebuah tempat di sampingku untuk tertidur dan terjaga dan
Sebuah ruang di hati yang hanya dirimu pemiliknya

Lalu, masih perlukah kita puisi cinta ?

- Buat suami yang akan jadi nahkoda bahteraku,
yang akan ada di hati, selalu... selamanya....


Ini adalah sebuah puisi seorang kawan ( perempuan ) yang dia posting di blognya untuk suami yang baru saja menikahinya. Dulu, medio Februari 2008. Selepas satu tahun lebih, tepatnya tanggal 9 Juni 2009 ada kiriman sms dari dia yang adalah karib saya di sekolah lanjutan pertama hingga akhir itu :
: " Alhamdulillah, telah lahir dengan selamat putera pertama kami. Berat Badan/ Tinggi 3.5 kg/ 52 cm. Tanggal 31 Mei '09 pukul 10.15 WITA. Mohon do'a agar menjadi syafa'at dan qurrotaa'yun bagi kedua orang tuanya "

Maka, saya mendapati bahwa cinta tidak selalu muncul dalam hal - hal yang bersifat sentimentil. Cukuplah kenyataan yang di hadapi itulah yang bisa maknai agar kita bahagia.

Juli 20, 2009

Kau berhasil mengalahkan ku lagi

Mendepakmu dalam sekian bait – bait mimpi indah adalah ikrar yang paling berani pernah aku lakukan. Seumur hidupku dalam bilangan waktu yang redup lamat – lamat seperti petromak yang kehabisan mitan, pelita terbunuh perlahan.

Ini adalah masalah hati. Kau tidak berada di tempat yang semestinya.
Dan aku ? Aku tidak punya keberanian yang terlalu sempurna untuk membuat candi untukmu bertahta menjadi seorang permaisuri. Menempatkanmu dalam bingkai yang selayaknya.

Atau hanya karena aku lebih suka peran tokoh yang kalah ?
Bandung Bondowoso ?
Sangkuriang ?
Rahwana ?
Ahk, sudahlah.
Geliyat semerbak harum nafas kerinduan ku mengkabut asap dalam, sedalam isapan sampoerna ku yang melenting jari – jari. Hingga segelas kopiku tandas dalam keremangan lampu pijar. Aku terbuai lelah memaki…….

Kau di sana, dan aku di sini.
Kau berbuat apa ?
karena aku di sini hanya mendiam diri.
Kau rindukah denganku ?
karena ku di sini masih melarung nafas cemburu.
Hi, Kau tersenyumkah ?

Samar – samar imajiku membentuk serenade lakonmu yang yang menari. Seperti ratusan larut malam lalu. Terselip di antara ribuan bintang dan deru ombak, tawa renyahmu menghampar merdu dalam persembahan kuncup bunga dini hari. Tersiram embun. Lantas saat kau berhenti berucap goda, aku terkapar miring di kasur lusuh bilik rehat sebuah dunia yang jenuh. Serenademu menghilang, seiring lonceng mobilisasi kaum buruh perusahaan yang mematut puluhan orang dalam ornament kesibukan masing – masing.

Maka separuh isapan rokokku di pagi ini adalah selubung white flag yang ku ayun perlahan. Aku sepertinya tidak benar – benar bisa mengusirmu di dalam mimpiku.

Ougggghhhhhh, kau berhasil mengalahkanku lagi……..

Juli 17, 2009

mencoba mengerti ( kemaren yang terjadi ? )



Siapa yang kita maki ? Saat tangis itu menyala seperti badai, dalam keterpurukan bangsa yang belajar mengeja kata damai,
Cinta ?

Siapa yang kita salahkan ? Bila segala sumpah serapah dan aniaya diri tak juga menjadi jawab,
karena hati ini juga redup karena alfa…..

Saya benar – benar masih tidak bisa memahami. Saya ( mungkin ) latah, tapi jujur saja…..
Bagi saya ini bukan suatu kabar gembira untuk hari – hari ke depan. Segala sesuatunya akan menjadi sulit,
kembali tersungkur dibilangan nil bila tidak tega mengatakan akan menjadi minus.


Semoga dari sekian kali ini,
ini adalah yang terakhir…………

- Berharap damai itu ada, sehingga seruan dakwah akan kembali terasa seperti angin sejuk di tengah ladang gersang negeri ini.

Semoga.

Kiriman seorang kawan,.....

Semoga Bermanfaat :

Kiriman seorang kawan -

Bertengkar Itu Indah

Buat Yang Udah Nikah, Mau Nikah, punya Niat untuk nikah.
Bertengkar adalah phenomena yang sulit dihindari dalam kehidupan berumah tangga,
kalau ada seseorang berkata:
"Saya tidak pernah bertengkar dengan isteri saya !"
Kemungkinannya dua, boleh jadi dia belum beristeri, atau ia
tengah berdusta. Yang jelas kita perlu menikmati sa'at-sa'at bertengkar
itu, sebagaimana lebih menikmati lagi sa'at sa'at tidak bertengkar.
Bertengkar itu sebenarnya sebuah keadaan diskusi, hanya saja
dihantarkan
dalam muatan emosi tingkat tinggi.
Kalau tahu etikanya, dalam bertengkarpun kita bisa mereguk hikmah,
betapa tidak, justru dalam pertengkaran, setiap kata yang terucap
mengandung muatan perasaan yang sangat dalam, yang mencuat dengan
desakan energi yang tinggi, pesan pesannya terasa kental, lebih mudah
dicerna ketimbang basa basi tanpa emosi.


Salah satu diantaranya adalah tentang apa yang harus dilakukan kala
kita
bertengkar, dari beberapa perbincangan hingga waktu yang
mematangkannya,
tibalah kami pada sebuah Memorandum of Understanding, bahwa kalau pun
harus bertengkar, maka :

1. Kalau bertengkar tidak boleh berjama'ah (jangan barengan).
Cukup seorang saja yang marah marah, yang terlambat mengirim sinyal
nada tinggi harus menunggu sampai yang satu reda. Untuk urusan
marah pantang berjama'ah, seorangpun sudah cukup membuat rumah jadi
meriah. Ketika ia marah dan saya mau menyela, segera ia berkata "STOP"
ini giliran saya ! Saya harus diam sambil istighfar.
Sambil menahan senyum saya berkata dalam hati : "kamu makin cantik
kalau marah,makin energik ...."
Dan dengan diam itupun saya merasa telah
beramal sholeh, telah menjadi jalan bagi tersalurkannya luapan
perasaan
hati yang dikasihi... "duh kekasih ... bicaralah terus, kalau dengan
itu hatimu menjadi lega,
maka dipadang kelegaan perasaanmu itu aku menunggu...."

Demikian juga kalau pas kena giliran saya "yang olah raga otot
muka",saya menganggap bahwa distorsi hati, nanah dari jiwa yang
tersinggung adalah sampah, ia harus segera dibuang agar tak menebar
kuman,
dan saya tidak berani marah sama siapa - siapa
kecuali pada isteri saya :)
maka kini giliran dia yang harus bersedia jadi keranjang
sampah. Pokoknya khusus untuk marah, memang tidak harus berjama'ah,
sebab ada sesuatu yang lebih baik untuk dilakukan secara berjama'ah
selain marah :)

2. Marahlah untuk persoalan itu saja, jangan ungkit yang telah terlipat
masa.
Siapapun kalau diungkit kesalahan masa lalunya, pasti terpojok, sebab
masa silam adalah bagian dari sejarah dirinya yang tidak bisa ia ubah.
Siapapun tidak akan suka dinilai dengan masa lalunya. Sebab harapan
terbentang mulai hari ini hingga ke depan. Dalam bertengkar pun kita
perlu menjaga harapan, bukan menghancurkannya. Sebab pertengkaran di
antara orang yang masih mempunyai harapan, hanyalah sebuah foreplay,
sedang pertengkaran dua hati yang patah asa, menghancurkan peradaban
cinta yang telah sedemikian mahal dibangunnya.

Kalau saya terlambat pulang dan ia marah, maka kemarahan atas
keterlambatan itu sekeras apapun kecamannya, adalah "ungkapan rindu
yang keras".
Tapi bila itu dikaitkan dgn seluruh keterlambatan saya, minggu
lalu, awal bulan kemarin dan dua bulan lalu, maka itu membuat saya
terpuruk jatuh.

Bila teh yang disajinya tidak manis (saya termasuk penimbun gula),
sepedas apapun saya marah, maka itu adalah :
"harapan ingin disayangi lebih tinggi".
Tapi kalau itu dihubungkan dgn kesalahannya kemarin dan
tiga hari lewat, plus tuduhan
"Sudah tidak suka lagi ya dengan saya ?",
maka saya telah menjepitnya dengan hari yang telah pergi,
saya menguburnya di masa lalu,
ups saya telah membunuhnya, membunuh
cintanya.
Padahal kalau cintanya mati, saya juga yang susah ...
OK, marahlah tapi
untuk kesalahan semasa, saya tidak hidup di minggu lalu, dan ia pun
milik hari ini .....

3. Kalau marah jangan bawa bawa keluarga !
Saya dengan isteri saya terikat baru beberapa masa, tapi saya dengan
ibu
dan bapak saya hampir berkali lipat lebih panjang dari itu, demikian
juga ia dan kakak serta pamannya. Dan konsep Quran, seseorang itu
tidak
menanggung kesalahan fihak lain (QS.53:38-40).

Saya tidak akan terpancing marah bila cuma saya yang dimarahi, tapi
kalau ibu saya diajak serta, jangan coba coba. Begitupun dia, semenjak
saya menikahinya, saya telah belajar mengabaikan siapapun di dunia ini
selain dia, karenanya mengapa harus bawa bawa barang lain ke kancah
"awal cinta yang panas ini".

Kata ayah saya : "Teman seribu masih kurang, musuh satu terlalu
banyak".
Memarahi orang yang mencintai saya, lebih mudah dicari ma'afnya dari
pada ngambek pada yang tidak mengenal hati dan diri saya..". Dunia
sudah diambang pertempuran, tidak usah ditambah tambah dengan memusuhi
mertua!

4. Kalau marah jangan di depan anak anak !
Anak kita adalah buah cinta kasih, bukan buah kemarahan dan kebencian.
Dia tidak lahir lewat pertengkaran kita, karena itu, mengapa mereka
harus menonton komedi liar rumah kita.

Anak yang melihat orang tua nya bertengkar, bingung harus memihak
siapa.
Membela ayah, bagaimana ibunya. Membela ibu, tapi itu 'kan bapak saya.
Ketika anak mendengar ayah ibunya bertengkar :* Ibu : "Saya ini cape,
saya bersihkan rumah, saya masak, dan kamu datang main suruh begitu,
emang saya ini babu ?!!!"
* Bapak : "Saya juga cape, kerja seharian, kamu minta ini dan itu dan
aku harus mencari lebih banyak untuk itu, saya datang hormatmu tak
ada,
emang saya ini kuda ????!!!! * Anak : "...... Yaaa ...ibu saya babu,
bapak saya kuda .... terus saya ini apa ?"

Kita harus berani berkata : "Hentikan pertengkaran !" ketika anak
datang, lihat mata mereka, dalam binarannya ada rindu dan kebersamaan.
Pada tawanya ada jejak kerjasama kita yang romantis, haruskah ia
mendengar kata basi hati kita ???

5. Kalau marah jangan lebih dari satu waktu shalat (maks 4 jam)!
OK, marahlah sepuasnya kala senja, tapi habis maghrib harus terbukti
lho
itu janji dengan Allah..... Marahlah pagi-pagi, tapi jangan lewat waktu
siang, Atau sore sebelum malam ... Atau setelah malam sebatas....???
Nnngg....... Ah kayaknya kita sepakat kalau habis tengah malam
sebaiknya
memang tidak bertengkar ... :)

6. Kalau kita saling mencinta, kita harus saling mema'afkan (Hikmah
yang
ini saya dapat belakangan, ketika baca di koran resensi sebuah film).
Tapi yang jelas memang begitu, selama ada cinta, bertengkar hanyalah
"proses belajar untuk mencintai lebih intens" Ternyata ada yang masih
setia dengan kita walau telah kita maki-maki. Ini saja, semoga
bermanfa'at, "Dengan ucapan penyerahan diri pada ilahi itu berarti
kita
menyatakan diri untuk bersedia dibatasi". Selamat tinggal kebebasan tak
terbatas yang dipongahkan manusia pintar

Juli 16, 2009

,....pulang kerja



Waktu perlahan mengingkari hari.
Dan, ( meski terseret ) …..
Saya melangkah pergi.

tentang langit biru dan..........kuning - jingganya sore


Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal ( Q. S Ali Imran : 190 )



Mengapa langit senja terlihat lebih ‘ sentimental ‘ dengan kuning – jingganya daripada langit siang ? Mengapa di peraduannya dan di kala terbitnya, matahari lebih terlihat ramah daripada saat ia merangkak tepat di ubun – ubun kita ?
Ini hanya sekedar pemaknaan saja. Betapa irama penampakan matahari yang sejauh kita pelajari adalah akibat dari pergerakan bumi yang menari di lingkaran pusatnya sendiri dan seraya berjalan berkeliling mengitari ekliptika. Seperti gasing di jagat raya. Harmonisasi gerak dari sebuah kuasa.

Tak mengertikah kita bila tanpa hijab dari atmosfer yang membungkus bumi, hanya gelap yang akan teraba di langit. Cahaya bintang ( matahari ) tak menghambur dengan sempurna. Dan bila tanpa atmosfer, maka matahari seperti bintang lainnya. Cahayanya akan terlihat hanya bila kita melihatnya langsung.

Ada beberapa faktor yang mengapa kita bisa melihat perubahan warna matahari di beberapa titik posisinya dari tempat kita berdiri ;
Selain keberadaan lapisan atmosfer ( dari beberapa tingkatan dan ‘ ketebalan ‘ ) dengan molekul – molekul udara pembentuknya, kita juga akan di tuntut untuk mengetahui bagaimana sih sifat cahaya, dan terakhir daya tangkap dari indera penglihat kita sendiri.


Mari kita melihat pada sifat cahaya :
Cahaya adalah suatu bentuk energi yang dapat diradiasikan oleh suatu gelombang, yang dalam hal ini adalah belombang elektromagnetik. Mengapa disebut gelombang elektromagnetik ? mungkin kita kembali ke fisika dasar mengenai gelombang. Bahwa disebut gelombang elektromagnetik ialah karena gelombang tersebut dibentuk oleh getaran medan listrik dan magnet secara sama dan berposisi saling tegak lurus.
Selama ini kita mengenal pewarnaan cahaya adalah mejikuhibiu ( merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan unggu ). Proses ini bisa kita dapati dengan uji coba dispersi cahaya ato yang kita seringkali katakan ‘ peristiwa hamburan cahaya ‘. Bila kita mengambil jurusan eksak di sekolah dan kuliah kita, mungkin istilah dispersi cahaya sudah tidak asing di telinga kita. Dalam hal ini cahaya matahari akan terdispersi oleh atmosfer kita yang dimana zat – zat pembentuknya merupakan zat yang bersifat koloid. Sehingga dalam gejala radiasi cahaya matahari kita akan menemukan istilah Efek Tyndall.
Efek Tyndall sendiri ialah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran molekul koloid yang cukup besar. Hal ini pertama kali dikemukakan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang fisikawan Inggris. Oleh karena itu sifat itu disebut Efek Tyndall.
Dan perlu diketahui bahwa bagian cahaya yang mejikuhibiu mempunyai karakteristik masing - masing, yakni panjang gelombang dan frekuensi tersendiri. Artinya warna cahaya tergantung daripada besaran nilai ( numeric ) gelombang dan frekuensinya.

Mengapa siang hari langit berwarna biru ?
Sekarang mari kita susun peristiwa demi peristiwa berdasarkan informasi di atas. Awalnya sinar matahari ( yang secara umum kita akan melihat sebagai cahaya berwarna putih. Bukan kuning lho ? karena kuning hanya pecahan dari sekian banyak sebaran cahaya, yakni mejikuhibiu ) akan mengenai atmosfer bumi. Selanjutnya di sini akan berlaku Efek Tyndall. Di mana cahaya akan terpecah karena proses dispersi yang dilakukan oleh zat koloid pembentuk atmosfer bumi. Dalam prakteknya adalah bahwa cahaya matahari sebenarnya terserap penuh oleh atmosfer bumi dan kemudian terjadi penghamburan berkas – berkas cahaya ke permukaan bumi. Semakin di bawah, atmosfer memiliki zat – zat yang bersifat koloid dengan nilai kerapatan yang besar. Hal ini karena adanya pengaruh dari gravitasi bumi kita sendiri.
Selanjutnya cahaya – cahaya tersebut yang memiliki gelombang dan frekuensi berbeda akan bergerak lurus. Dan di sinilah point besaran gelombang dan frekuensi yang dimiliki cahaya akan mengambil bagian. Mengapa hanya biru yang kita lihat di siang hari ? Itu lebih di karenakan karena justru gelombang warna biru dan unggu - lah yang mempunyai besaran gelombang dan frekuensi yang dominant di antara warna – warna cahaya lainnya. Sehingga pada siang hari - yang notabene itu adalah posisi terdekat bumi dengan matahari akan terjadi pembelokan cahaya biru dan ungu dari matahari ke penglihatan kita.

Lantas bagaimana dengan ungu ?
Jawabnya ada di sel reseptor mata kita. Mata kita mempunyai sel reseptor yang hanya bisa menangkap 3 besaran cahaya, yakni biru, merah, dan hijau. Sehingga hamburan cahaya ungu akan cenderung identik tertangkap adalah biru – pula – oleh mata kita. Itulah yang menyebabkan mengapa siang hari langit berwarna biru. Dan mengenai logika langit biru adalah pantulan gelombang warna laut, saya sendiri masih menganggap bahwa factor birunya laut…justru terjadi oleh peristiwa hamburan cahaya dari matahari. Bukan sebaliknya…..

Dan bagaimana dengan kuning – jingganya langit sore ?
Masih sama dengan kronologis di atas. Hanya saja di sini kita juga perlu memahami posisi dari tempat kita berdiri ? Mengapa itu penting dan bisa menjadi bagian dari penglihatan warna cahaya matahari yang akan kita tangkap dan kita maknai ? Itu karena pergerakan matahari yang semakin ke barat ( ato saat pagi hari, posisi matahari juga memiliki sudut besar relative sama dengan posisinya kala terbenam bukan ? ) akan menyebabkan posisi sudut kita dengan matahari akan semakin besar dari awalnya yang bisa di katakan tegak lurus di siang hari. Dan ini menyebabkan sudut dispersi akan semakin besar pula, sehingga hamburan cahaya yang bisa kita tangkap hanyalah hamburan cahaya kuning - jingganya matahari. Sederhananya adalah bahwa mata telanjang kita tidak dapat menangkap cahaya biru dan ungunya matahari, karena cahaya tersebut akan di hamburkan di bagian bumi yang lebih dekat berada dengan posisi matahari ( bagian bumi yang mengalami siang karena pengaruh rotasi bumi sendiri ) oleh karena pengaruh hambatan yang kecil dan sudut dispersi yang relative kecil. Sehingga pergerakan cahaya yang lurus hanya menyisakan cahaya kuning – jingganya di indera penglihat kita, saat sore hari.

Semoga ini bermanfaat, untuk saya dan kawan – kawan semua. Wallahu’alam bis showab….

Lantas saya kembali mengemukakan pertanyaan saya di yang pertama ; Mengapa langit senja terlihat lebih ‘ sentimental ‘ dengan kuning – jingganya daripada langit siang ? Mengapa di peraduannya dan di kala terbitnya, matahari lebih terlihat ramah daripada saat ia merangkak tepat di ubun – ubun kita ?
Sepertinya ini akan mempunyai jawaban yang menarik dari kalian ?

Disadur dan di olah dari banyak sumber.
1. http://shobru.wordpress.com
2. http://math.ucr.edu/home/baez/physics/General/BlueSky/blue_sky.html
3. http://www.sciencemadesimple.com/sky_blue.html

Juli 15, 2009

Kejadian siang tadi......

Lagi sibuk sendiri di ruang kerja, dan tiba - tiba ada ketukan di pintu.
" Maaf, Pak ? Di minta Bu Dewi ke ruang meeting....", ternyata Satpam dari kantor sebelah.
" Bu Dewi mana dulu nih.....? " ucap saya.
" Eeeeee, Bu Dewi Ambon itu Pak ", hooohooohooo, itu artinya Mba Dewi Retno bukan Dewi Sekarjati yang dari Jawa.....

Beresin meja dari lembar kerja biar rapi, langsung meluncur ke ruang meeting di kantor sebelah.
Sepertinya ada meeting dengan konsultan xxx, membahas apa lagi nih ?

" Hi, nih dia yang di tunggu..." ada Mas Edi yang udah membuka lembaran screen software budget di layar projector. " Mo ngbahas kau punya working paper nih.....biar cepat kelar ini system....."
Saya manggut - manggut saja. Ambil kursi, buka notebook dan nghidupin yahoo messinnnnnnnnnerrrrrrrr...he..he...he.....
Yaps, saya pandang itu layar.
" Gimana format seperti ini ? ", ada pertanyaan dari Pak Agung yang punya gawe.
" Eeeeee,..." - mikir dulu sambil llihat dan garuk - garuk kepala....." eeeee, ya...saya pikir cukuplah, kita trial dulu kan ini system ?, ntar kalau ada kekurangan or masalah di key in nya ya kita format lagi belakangan. Basicly, ya cukup Bang "

Bingung juga. Sudah beberapa kali membahas masalah ini dan sekarang di bahas lagi. Kalau memang akan ada uji coba dalam tahap pelaksanaan, dari situ yang mungkin akan bisa dilihat kekurangan ato yang perlu di remove. Ide saya dalam hati sih : mbo ya dijalankan dulu.....tapi ya sudahlah. Saya lebih tertarik buat ngbuat status aktif yahoo saya :
- ngumpet ngaktif-in yahoo di ruang meeting plus ikon nyengir.......-

Dan berselang hitungan menit, tiba - tiba : Buzzz di iringi hamburan Bommmmmm dari pesawat perang dunia II berlayar di window Yahoo saya.
Untung saya mute audio saya, kalau tidak ? bakal rameeeeeee

dari siapa ?
Walaaaaah....ternyata si Ms. Ambon...
Mba Dewi Retno.
( .....statusnya sih invisible. Hayuuuuuh, memang siluman....)
Matanya nglotot ke saya dan mengisyaratkan saya memperhatikan layar projector.

Ya dech, tutup notebook. Dan saya menjadi peserta meeting yang blank akan materi......

Juli 14, 2009

......kau yang kusebut bulan kekasih

Bila kini ku mencintaimu, itu adalah ungkap halus dalam pemetaan hati yang telah utuh untuk menampakkkan diri. Kau seorang yang mampu menciptakan sesuatu yang hebat di diri. Mengalah dalam keadaan yang tak sempurna. Melengkapi paduan jiwa yang kosong.
Maka saat ucapmu : ‘ aku hanya punya cinta yang sederhana ‘, yang kudengar hanya celoteh ribuan bintang yang tertawa bahagia. Menari – nari riang. Begitu pun aku.
Kau bertanya : ‘ aku salah apa ? ‘
Hooooo….hooooo….hoooo….kau salah apa ?
tidak wahai kekasihku, tidaklah elok kau tanyakan itu. Tidakkah kau lihat jenaka wajah yang bahagia, aku bahagia……
kau memberi ku bahagia.
Sudah lama bintang – bintang di langit itu hanyalah celik - celik warna tanpa makna. Mereka adalah cahaya yang pelit untuk membagi cerita. Dan malam ini, kau hadir menampakkan purnamamu. Sengaja kusimpan putihnya matahari di saat sinarnya menyentuh kepala tadi siang. Hingga malam ini bisa ku persembahkan ke dirimu. Kau bersinar akhirnya, setelah sekian lama.
Sudahlah, pergilah ke langit. Melayang kau di timur sana. Biar ku lihat dirimu merangkak perlahan. Hingga jatuh kembali, ketika pagi…….

Tunggulah, ini akan menjadi janji,
Bahwa malam nanti kita akan bertemu lagi.

Juli 13, 2009

catatan lama - ingat De Nina

Bunyi Hp saya memecah setengah sadar saya di jam mendekati 01:00 dini hari. Malam minggu kemaren.
“ Hi. Sombong banget ya sekarang….” Seperti mimpi tersapa bidadari, saya bergerak memposisikan diri dengan duduk di tepian ranjang….
“ Nina, kaukah itu…..Naon Non ? Dini hari, ngapain ? “

Namanya Nina. Seorang sahabat ( yang tanpa mengkonfirmasikan ke dirinya, saya sudah menganggapnya sebagai saudara ) saya. Kami pernah satu office, sebelum akhirnya dia memutuskan mengundurkan diri. Selama dua tahun kami berteman. Sebagai rekan kerja dan sebagai teman dalam kebersamaan yang hanya beberapa di areal perkebunan sawit ini. Dia sudah mulai menata hidupnya di Tenggarong – Ibu kota Kutai Kertanegara. Kabupaten yang konon memiliki PAD paling tinggi di seluruh Indonesia.
Sombong ?!
Perkataan berulang beberapa kali di telinga saya yang lambat laun membuat saya semakin sadar dari kantuk yang berat.
Agak terlalu kelewatan ‘ penilaian ‘ saya saat dia mengatakan bahwa dia hanya ingin mengobrol saja. Tidak bisa tidur dan ingin menghabiskan malam dengan berbicara dengan saya ( aneh ! ). Tentu dengan ucapan - sedikit memelas – maaf dari dia setelahnya.
Adalah kabar saya, kabar teman – teman, dan kabar perusahaan secara umum…..saya seperti menghadapi interogasi saat itu. Meskipun semua berjalan lancar, saya jawab sempurna segala tanya.
Kadang sangat mengherankan bila ia justru menanyakan kabar saya dan teman – teman di sini. Bukankah ia sudah mempunyai kehidupan yang ramai di kota sana ? Tenggarong – Samarinda bukanlah kota kecil meskipun tidak terlalu menggeliyat eksotis seperti Jakarta, Bandung, ataupun Surabaya di tiap malamnya. Tapi, perhatian yang dia tujukan dengan menanyakan kabar – meskipun waktu yang tidak tepat – sangat, sangat membuat saya bahagia.
: ” Hi, kamu gak merasa terganggu kan ? “
: “ Hm, sejujurnya iya, dan berharapnya saat ini kamu gak mendengar apa yang saya ucapkan barusan. Yang pasti………..saya senang mendengar kamu malam ini “
Setelah itu tertawalah kami bersama…..
: ” Kamu masih seperti yang dulu tampaknya “

Tentu saja saya menulis ini bukan karena kejadian dini hari itu, yang menghabiskan dua jam saya dengan pembicaraan yang sangat panjang. Hm, tidak.
Imaji saya kembali ke masa lalu…..terutama saat SMU. Bagaimana dulu setiap tahun kami selalu mengalami rotasi akan penempatan kelas. Hingga kami mengambil kelas jurusan. Bagaimana kenyataan bahwa kadang satu tahun kebersamaan kami tiba – tiba berubah dan membentuk kebersamaan yang lain di tahun berikutnya. Semua terasa berjalan begitu cepat. Yang saya sadari sekarang, dalam skala kecil…..saat itu kami belajar untuk membentuk kehidupan kami. Belajar beradaptasi dengan sosial lain yang tentu saja juga mempunyai sosial yang berbeda dengan yang pernah kita adaptasikan. Intinya, kami dibimbing untuk cepat menganalisa lingkungan dan beradaptasi karenanya. Mungkin hikmah itu yang bisa saya simpulkan.
Dan sisi buruknya adalah : pada suatu kejadian saya sempat bertatap muka dengan seorang kawan. Sejatinya saya kenal dengan dia yang tidak banyak berubah sejak masa sekolah dulu, tapi saat itu kami hanya diam sambil mereka – reka akan ingat yang hilang atau tersembunyi rapat. Dan akhirnya, kami hanya berjabat tangan sambil ‘ mengulang ‘ kembali perkenalan kami dengan menyebutkan nama masing – masing. Tindakkan yang membuat kami ‘ tersapa ‘ kembali akhirnya. Kadang ingat itu tak membekas kuat.

Dan yang lainnya adalah : kesunyian, kesepian itu tidak pandang tempat.
Bagaimana ter-asingnya Nina di tengah keramaian kota dan keluarga ( Ayah, Ibu, dan saudara - saudaranya ). Meskipun kadang ada unsur dramatisasi akan kehidupan bila kita mengahadapi situasi ‘ merasa sendiri ‘ itu dalam pikiran kita.
Itu saja sih.
Dan saya seharusnya tidak merasa terasing sendiri di kamar rehat saya seperti yang saya rasakan sebelum Hp saya ‘ bernyanyi ‘ di hampir jam 01:00 dini hari malam minggu kemaren itu.
De Nina….terima kasih banyak.

Juli 12, 2009

Sebutir matahari memberi senyum

Sebutir matahari memberi senyum,
Dan lambaian tangan – tangan kita pun menyentuh angin kerinduan di ufuk timur.
: “ Lihatlah cakrawala yang membelah sunyi dan pagi ini di balik gunung “
( Kita kayuh bersama ratusan langkah menuju samudera )

Kembali, kala waktu memberi arti
Pada kita yang mengembara

Sebutir matahari memberi senyum
Memberi senyum
Memberi senyum

Juli 11, 2009

sms

Orang yang bahagia bukanlah mereka yang selalu mendapatkan keinginannya, melainkan mereka yang tetap bangkit ketika mereka jatuh, entah bagaimana dalam perjalanan kehidupan. Kita belajar lebih banyak tentang diri sendiri dan menyadari bahwa penyesalan tidak seharusnya ada, cintamu akan tetap di hatiku sebagai penghargaan abadi atas pilihan – pilihan hidup yang telah kau buat….

Abang dengerin yach !!
“ Kenapa harus merubah diri untuk menjadi orang lain? “

Seharusnya kita berbangga hati karena sudah di anugerahi perasaan, pikiran, jiwa, naluri. Dan itu semua ada karena untuk membentuk kita menjadi diri sendiri. Aku lebih senang dengan hal – hal yang alami karena semuanya mendorong kita untuk belajar menerima sesuatu apa adanya..Manusia memiliki sifat yang tidak akan pernah puas dengan apa yang dimilikinya, itu memang hal wajar tapi jangan sampai mengalahkan rasa syukur kita kepada yang memberikan semua ini….
Kesimpulannya : penyesalan tidak seharusnya ada dalam diri melainkan bagaimana kita bisa mengambil hikmah dari setiap cobaan hidup…….

Juli 10, 2009

Menyesal Ulat

Menyesal.
Menyesal untuk yang dilewati. Oleh sebuah kesalahan, oleh sebuah janji yang tak tertepati, oleh segala khilaf…..
Menyesal. Dalam lantunan kesedihan, kemarahan, air mata, dan sumpah serapah.
Menyesal, untuk sebuah kemanusiawian. Memaklumi diri sebagai makhluk yang tersisip bodoh. Hingga diri tersungkur dalam mimpi buruk. Waktu yang menari – nari seraya membawa pedang terhunus, siap menebasmu. Esok, Lusa, atau iringan waktu cepat dalam putaran detik di jam dinding. Mengikatmu dalam hipnotis. Mencambukmu sekian kali. Hingga sekian kali pula dirimu menemui wujud pusara dari jasadmu sendiri.

Menyesal.
Menyesal atas apa yang telah terjadi. Tidak melihatnya sebagai ilmu dalam pendakian. Sekali kaki terpijak, maka kesalahan memulai langkah kedua adalah kesalahan pertama. Seterusnya. Menganeksasi hapalan jejak. Seolah diri menjadi ulat yang bisa perlahan mendaki ranting. Ranting yang terjulur panjang ke langit.

Tapi angin tak perlu cerita. Tak menjadi kawan hangat. Ia hanya menghembuskan diri di setiap kali tekanannya yang diam dan menyempit kecil dari tempatnya berlari. Menyentuh ranting, dan menggoyangkannya. Sang ulat terjatuh. Hingga bukan langkahnya yang salah, tapi pilihannya yang salah. Ia memulai kata dengan menyesal.

Menyesal. Menyesal untuk segalanya. Menyesal untuk hidup. Menyesal tanpa harus mati.


Sang ulat tertatih perlahan pergi. Menuju ranting yang lebih bisa ia mengaktualisasikan diri. Sebelum ia menjadi kupu – kupu.

Juli 09, 2009

Melamun





Beringsut
Menyudut

Ku terpecah pada lamuan beribu surga