Powered By Blogger

November 30, 2009

Catatan sore....

Ya Allah,
Terbenamnya matahari adalah hal yang paling saya rindukan. Bertemu petang dan tempat tidur lusuh di bilik untuk saya bisa merebahkan diri dan melupakan segalanya. Besok, sekiranya ada keajaiban untuk saya. Atau, berikan saya kekuatan untuk mengatasinya hari ini......

November 29, 2009

kenangan - ........terlambat.........

Dari puing – puing hati yang berkerat ini Ayah,
Ku persembahkan sejenak duka Anaknda.
Pada pusaramu,
Yang masih basah

Diam. Hening, dan sendiri. Lakon hidup terselami di antara riak – riak nasib. Menggenapkan kata – kata do’a di penghujung senja.

Bunga ini masih beraroma wangi Ayah,
Bertebaran di atas tanah penutup jasadmu.

” Aku terlambat......”
Hi, Bukankah menyesal selalu berkawan dengan kata terlambat ?

Ia tersenyum sinis, ” Kau tau, laki – laki itu yang mengusirku, ia tidak mengakui aku sebagai anaknya, berkali – kali aku datang meminta maaf. Berkali – kali aku bersimpuh, tapi tidak. Ia tetap saja mengusirku, bahkan codet di muka ini.....”

Jiwa yang emosi telah bercerita. Sekedar membela diri untuk keterlambatan kembali. Ia menunjukkan muka yang bertanda. Irisan yang membelah di pipi kiri. Bekas goretan sebuah wasi yang membawa luka. Prahara di ujung tahun 2002. Seorang anak yang di usir oleh Ayahnya sendiri. Murka untuk sebuah malu atas nama keluarga.
” Kenapa ? ”
Ia hanya mampu menggeleng tertunduk, dan sekejap mendongak dengan mata yang sedikit basah. Ia pandang sekepulan asap rokoknya sendiri. Mengibaskannya. Menggeleng lagi.

....................sampai di sini, ia tak mampu lagi bercerita. Dan saya meninggalkannya untuk secangkir kopi dan sepuntung rokok sisa. Malam menghembuskan angin kegerahan, sebentar lagi hujan. Pusara itu akan terus basah. Dan besok kami akan kembali ke tempat kami, tanah para pekerja. Tempat kami berlari dari masa lalu kami.

November 24, 2009

Berlalu meninggalkan perempuan yang sendiri itu.......

Saya seharusnya bisa menebak situasi yang dihadapinya. Duduk menyendiri dengan termenung rupa akan mimik wajah yang sendu. Mempermainkan jari di tanah. Pandangan menghampar sejauh jalan. Mata yang terlihat sembab dan segala hal yang saya bisa mengatakan bahwa ia sedang bersedih. Tentu saja pilihan jawaban saya hanya satu : ia dalam masalah.

Saya seharusnya bisa mengkondisikan waktu saya untuk saya sekedar menyapa ia. Mungkin saya bisa mengawali dengan ucap : Hi, Apa kabar ? atau..........sekedar kalimat lain untuk sebuah rasa di kawani ?

Tapi tentu saja saya lebih sangat tau, saya tidak bisa mendekat padanya. Maka saya biarkan saja ia begitu, sejak 3 jam yang lalu. Hingga saya harus meninggalkannya....

Dan, saya sudah tidak mampu membahasakan sikap saya, apakah sebuah kesalahan atau tindakan yang sepantasnya.

Yang pasti bis mulai berjalan meninggalkan terminal, membawa saya pergi. Berlalu dari perempuan yang sendiri itu.

November 18, 2009

Mama,.......

Mama,
Takkan anaknda biarkan do’a mu menggantung di lapuknya langit – langit pondok kecil kita. Meskipun kau berkata : restu ini tidak akan berakhir berkalang waktu.

Mama,
Sejauh rasa anaknda menggema jiwa berharap, perjuangan ini masih berkabut di pematang panjang sudut – sudut raga mengayuh biduk peninggalan ayah dulu.

Mama,
Hanya sedikit waktu. Sungguh pertapaan kakanda Malin masih membekas jejak lumutnya di jiwa anaknda, mohon jangan kau sepuh menjadi batu.

Anaknda kan kembali,
ke pangkuanmu.

November 16, 2009

Menjadi perempuan, menjadi istri, dan seorang Ibu

Bila seorang Simone de Beauvoir, sastrawan Prancis yang lahir di awal abad 20 pernah mengeluarkan statement untuk penghargaan dan kebanggaannya sebagai kaum Ibu di bumi ini.....
: "On ne naƮt pas femme, on le devient."

maka sahabat saya juga punya statement yang tak kalah membanggakan :

“ …karena saya adalah perempuan….. “.Begitu lugas. Seorang rekan kerja perempuan yang di awal 2007 kemaren memutuskan resign dan menjalankan aktivitasnya sebagai ibu rumah tangga.

Bahagiakah ? ‘….ha..ha…ha…aku lagi menimang si bayi nih…’ ucapnya pada suatu kesempatan terhubung di telepon. Dan setelah itu mengalirlah cerita haru biru berselubung pada nada bahagia dirinya mengurus sang bayi. Hal yang sangat sulit saya percaya bila melihat design hidup yang pernah ia lakoni adalah seorang wanita karier dengan workholic yang akut. Entahlah, semacam antiklimaks untuk saya dengan mendengar ceritanya beberapa waktu lalu.

.......................

Seorang kawan bergumam kecil : ” Aku takut penjelasan yang ia tangkap tidak memuaskan...”

Hi, kenapa ?

Sang kawan bercerita, anaknya yang baru menginjak usia Taman Kanak – Kanak mempertanyakan perihal kenapa Sang Ayah ditempatkan posisi keempat, sementara Sang Mama berada di no 1,2, dan 3. Setidaknya itu yang ditangkap oleh sang anak dari ilmu yang di dapat dalam TPA yang diikutinya suatu sore.

Istrinya berdarah Batak, sementara ia sendiri adalah Banjar – Sunda. Sang Anak lebih mendekat pada dirinya untuk hal – hal yang bersifat sosial, sementara sang Mama lebih mendisiplinkan diri sang anak dengan ketegasan dan keteraturan ritme dalam rumah tangga.
Bagaimana kau menjawabnya ?

” Entahlah, aku hanya mengatakan karena Mama adalah pelita untuk Ayah, ia, dan mungkin saudara ia nantinya. Itu saja. Aku tidak seperti kau yang bisa menjelaskan sesuai psikologi anak mungkin, secara agama mungkin. Akh, sudahlah......Aku cuman takut saja.....”

Ada yang salah dari kawan saya tersebut, ia tidak bisa serta merta mengabsenkan sang istri untuk menjawab perihal ini. Bagaimanapun saya sepakat sang anak tidak bisa di dogmatis dengan hal – hal yang kaku tanpa adanya reason yang bisa ia terima sesuai nalar akalnya dan sejauh mana kemampuan pemahamannya. Tapi satu hal yang sangat saya hormati dari sang kawan adalah :
” Aku takut.... takut saja jawabanku tak mampu memuaskan ia. Kau tau tentu, kita laki – laki ini tak perlu berbilang urut itu, bila ia tak mampu menghormati Mamanya nanti, itu adalah kegagalan aku sebagai Sang Ayah ”

........................

Ada beberapa orang yang bercakap di suatu kantin tempat saya menghabiskan malam untuk sekedar membuang rasa lapar setelah Isya.

” ....aku pengen cari istri yang seperti Siti Aisyah.....”

Kalimat yang membuat saya harus meneguk bulat – bulat makanan yang baru saja saya haluskan di geraham saya. Mereka masih anak bau kencur, masih anak sekolah lanjutan. Seserius itukah ?, hingga satu diantara mereka berencana mencari Siti Aisyah dalam sosok istrinya kelak ? Terbayang saja tingkat kesholehan yang harus mereka miliki.....

” ....aku ingin seperti Khadijah....”

Nah...........??????????

.......................

Hm, apa ya ? Sejatinya saya tidak bisa menggambarkan suasana pikir macam apa yang tertuang di benak hingga saya bisa mengetik tulisan ini. Di sela – sela kesibukan medio November yang hujan. Akhir tahun yang penuh dengan kegiatan rancang anggaran tahun depan. Sungguh, saya terkesima saja. Terkesima oleh apa yang pernah saya dengar, yang saya lewati, dan oleh apa yang saya rasakan sendiri saat ini. Pikiran akan penghormatan saya yang sebesar – besarnya akan kaum Hawa. Pengharapan terhadap sosok – sosok calon Ibu buat generasi. Dan keinginan untuk menjaga eksistensi dan kehormatan mereka sebagai bakal seorang istri untuk Suami.

Perempuan, Istri, dan Ibu.

Maka kembali menyimak apa yang terucap dari mulut Simone de Beauvoir : Orang tidak dilahirkan sebagai perempuan, melainkan menjadi perempuan...

Menjadi perempuan, menjadi seorang istri, dan menjadi seorang Ibu.

Tapi kesampingkan saja pemikiran Simone de Beauvior - seorang yang mempengaruhi pergerakan feminisme modern abad ini, tapi karena ada seorang Agung yang sudah menempatkan seorang wanita shalihah sebagai sebaik – baiknya perhiasan dunia. Dan ia adalah Muhammad SAW. Dan beliau pula yang berkata pada seorang Fathimah anaknya saat sang Anak begitu inginnya Sang Ayah membujuk sang Suami menyediakan jariah di sisinya: ” ....jika Allah SWT menghendaki wahai Fathimah, niscaya penggilingan itu berputar dengan sendirinya untukmu. Akan tetapi Allah SWT menghendaki dituliskan-Nya untukmu beberapa kebaikan dan dihapuskan oleh Nya beberapa kesalahanmu dan diangkat-Nya untukmu beberapa derajat. Ya Fathimah, perempuan mana yang menggiling tepung ( mengerjakan urusan rumah tangga ) untuk suaminya dan anak-anaknya, maka Allah SWT menuliskan untuknya dari setiap biji gandum yang digilingnya suatu kebaikan dan mengangkatnya satu derajat ”

Dan terakhir,

hanya sekedar sapa dari saya melalui tulisan ini dan semoga bermanfaat.

November 09, 2009

Rosyada

Kebahagiaan macam mana yang akan diperoleh bila diri hanya berpikir untuk lari ?

Ada dengung kegelisahan yang terucap di suara kecilku. Dan aku tau itu adalah bentuk sebuah keluhan.

Aku terlupa akan kata ’syukur’ dan ’sabar’ yang coba ku pertahankan. Ini menjadi semacam pembantahan, pengingkaran. Ada suatu argumentasi untukku harus mengeluh. Aku seorang manusia. Biasa saja. Dan terkadang waktu mengalahkan-ku untuk tak bisa lagi menjadi orang sombong dalam berperkara dengan segala hal. Aku tidak berada dalam keadaan baik – baik saat ini. Minggu ini menjadi berat, begitupun mungkin minggu depan, bulan depan, tahun depan.......


Sedikit kalimat, dan saya mengetahui saya tak sendiri dalam masalah.

Ada do’a yang InsyaAllah sangat baik untuk saya lafadh-kan :

“ Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami ( ini ) ”.
(Q.S. Al-kahfi : 10)

Semoga ini menjadi kekuatan untuk saya dan seorang diri yang sudah berbagi.

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala ( dari kebajikan ) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa ( dari kejahatan ) yang dikerjakannya. ( Mereka berdoa ): “ Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma’aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.”
(QS. Al Baqarah, 2 : 286)

Catatan di ambang petang yang menyeruak di sela mendung. Sebuah email terbaca dan diri yang terduduk di chair tiger,
ruang sepi
diri yang lelah.

November 04, 2009

Aku masih berdiri di belakangmu......

Sejak hari yang kau tumpu dalam ringkihmu berarak menuju ufuk, kau semakin menghunjam perihmu dalam galau yang berbahasa. Segala keluhmu menciptakan ribuan bintang di langit. Dan bulan malu dalam selimut.
Tarian api unggun menyusup di bentuk tubuh yang beringsut dingin, kehangatan telapak tangan menjelajah dekap.

” Tinggalkan saja aku di sini dulu, aku ingin istirahat sebentar....”
Kau mendongak, saat tawaranku kau tepis dengan sekedar wajah yang tersenyum. Lelah, capai mengena mimikmu.

” Kita tak ada waktu !? nanti kita terlambat.....”
Aku mencoba menjabarkan padamu tentang sebuah pagi yang segera bertamu, dan kita tak sejengkalpun mencapai dekat.

Aku masih berdiri di belakangmu......