Powered By Blogger

Maret 16, 2010

Kosong

Symphoni cinta
Karena ku cinta kau
Dealova
Bukan cinta manusia biasa
Selir hatimu

Lima buah lagu yang membawa saya pada rasa yang aneh. Saya menikmatinya. Berulang – ulang.

Dan sajian film Kingkong. Hewan itu memiliki cinta, ia mati.

( cerita ) Kau mengenalnya ?


“ Kau mengenalnya ? “

Kawan saya berucap dengan sedikit tanda pada kehadiran perempuan ( sangat cantik dan anggun ) yang memasuki warung tenda di bilangan Jalan xxxx kota xxxxxx. Secepat kilat saya berusaha mengenali wajah yang ramah pada setiap orang yang terjumpa sapa padanya. Tapi hasilnya nihil, saya tak ingat, lupa, terasa asing untuk saya.

“ Aku mengenalnya ? “, pertanyaan bodoh

Kawan saya terkekeh, sembari menyeruput juice sirsak yang masih tersisa di hadapannya.
“ Iya, tentu saja. Kau mengenalnya….”

Sekali lagi perempuan yang sudah gabung dengan beberapa orang di sebuah meja itu terpandang oleh saya, mengeryit “ Ah, sudahlah….aku kalah “

Kawan di depan saya memandang pada saya penuh selidik, tapi saya tak peduli. Saya tak bisa memaksa ingat untuk mencuat hadir tiba – tiba, karena ini bukan sesuatu yang penting atau sesuatu yang pantas di perjuangkan lebih. Saya hanya membalasnya dengan mengangkat bahu, “ bagaimana kalau aku bilang, aku benar – benar tidak mengenalnya ? “

Manusia jangkrik di depan saya sedikit tertawa, “ bagaimana kalau kukatakan ia adalah Desi, teman dulu saat SMU ? “

Tiba – tiba saya tersedak, cukup membuat perhatian. Tapi sepertinya tidak oleh seorang Desi itu. Tempat berkumpulnya terlalu ramai hanya untuk mendengar ekspresi terkejut saya, dan memang jarak yang sedikit jauh. Saya kembali berpaling pada wajah oval dengan senyum terus mengembang bersilih ganti dengan tawa renyah. Desi kah dia ? Saya berusaha menyakinkan diri, tapi hasilnya tetap nill.

“ Kau yakin ? “

“ Wah, kenapa tidak ? Aku sempat mengerjakan project pada perusahaan tempatnya bekerja, lumayan lama sih….Why ? kau terlihat shock ? “

Perasaan tak menentu menderu…
Saya tak mengenal Desi dengan potongan rambut sebahu lurus dan sedikit ada pesona kuning di sebagiannya. Tapi bila Yudi mengatakan ia adalah Desi SMU dulu, maka proses kehidupan seperti apa yang berhasil mengalahkannya ?
Desi anak seorang guru agama di sekolah kami dulu. Ia adalah personel kegiatan keislaman yang bergabung pada Rohis. Kelompok Study Islam. Bagian dari kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Saya sebenarnya bisa di katakan tidak mengenal Desi secara lebih meskipun kami satu kelas. Hanya karena saya mendapatkan nilai pendidikan agama yang lumayan rendah dalam beberapa kali ujian yang di adakan oleh Bapaknya, maka saya diwajibkan untuk ikut kegiatan kelompok study islam yang di bagian perempuannya ada nama Desi di sana. Saya tidak pernah tertarik pada kegiatan ekstrakurikuler apapun di luar kegiatan sekolah, karena saya sudah punya kehidupan yang lain untuk itu. Tapi demi melihat bagaimana nilai prestasi saya dan ada sedikit kompromi yang diajukan oleh sang guru, maka saya jadi mengalokasikan waktu kerja saya untuk mengikuti kegiatan yang dianjurkan di tiap minggunya tersebut. Disitulah saya mengenal lebih seorang Desi, tokoh dari rohis keputrian. Ia menempati posisi sebagai wakil ketua keputrian saat itu. Dan ia yang sering diandalkan untuk lobi – lobi kegiatan rohis pada OSIS dan dewan guru, sehingga sering proposal yang diajukan selalu mendapatkan restu dan di back up oleh OSIS.

“ Hi, kau baik – baik saja bro ? “, jangkrik di depan saya berbunyi khawatir. Saya menggeleng, dan tanpa pedulikan etika saya tandaskan sisa minuman yang tersaji.

“ Ayo, kita pulang…..! ”, Yudi mengisyaratkan wajah yang heran, tapi tak tergubris oleh tindakan saya yang langsung membawa diri pada meja bayar.

Saya tidak mengetahui apakah Desi melihat saya yang tiba – tiba sudah menuai banyak mata akan tindakan yang mengambil langkah cepat pergi. Dan saya tidak terlau perduli, yang saya perdulikan adalah ada semacam perasaan aneh di diri, - karena seorang Desi adalah seorang perempuan yang pernah membuat saya mulai mengenal rasa. Meskipun saya kuat tak mengucapkannya. Karena seorang Desi adalah satu – satunya teman di Sekolah dulu yang tulus mengisyaratkan bahwa saya berarti untuk lingkungan sekolah dengan surat kecilnya :

“ Aku kagum sekaligus kasihan pada apa yang kamu jalani sekarang ini. Sekolah dan bekerja. Aku pikir aku bisa sedikit membantu kamu agar tidak kehilangan kenangan masa – masa sekolah. Aku minta maaf, aku sedikit memaksa Bapak untuk kamu ikut Rohis. Aku sudah bicara dengan Akhi Luqman, dan dia setuju untuk menempatkan kamu pada seksi General di bawah Akhi Surya. Aku harap kamu bisa menerima dengan baik, karena ini akan menjadi kenangan dan pengalaman. Yang lebih penting, kami sepakat – kami membutuhkan orang yang ‘ nakal ‘ seperti kamu untuk kegiatan yang memerlukan bidang ketertiban……”

Ada tanda senyum dan ucap salam yang khas perempuan. Tapi satu yang saya mengerti sekali, surat itu tertulis nama Desi yang berwajah oval, berlesung pipit, berjilbab. Tidak seorang Desi yang saat ini duduk di meja warung tenda dan sekilas terlihat memandang ke arah pergi saya.
Apakah ia tidak mengenal saya seperti saya coba kuatkan bahwa saya pun tidak mengenal ia sekarang ini ? Entahlah…..

Maret 14, 2010

Makna kosong untuk tanya itu

Aku dan keangkuhanku memandang langit,
Menciptakan bintang – bintang
Membentuk bulat bulan,
Semua kukumpulkan pada mata seorang anak yang baru saja menanyakan padaku tentang seseorang yang entah ia ada dimana…….

: memaknai pertanyaan polos seorang anak di depan rumah : “ Om, istrinya mana ? “

Maret 10, 2010

My Stasiun 1

Berangkat dari sebuah kesedihan yang sama, laki – laki dan perempuan itu bertemu di sebuah stasiun. Mereka saling bercerita, tentang apa yang terjadi didiri mereka masing – masing dan apa yang telah terlewati, hingga kereta api tiba. Perempuan tersebut pamit, berterima kasih dan beranjak pergi. Laki – laki itu hanya mengisyaratkan sapa perpisahan yang ramah. Ia masih menunggu. Keretanya akan tiba satu jam lagi dengan arah yang berbeda………

Sedikit waktu saya merenung : tentang cinta dan rindu itu

Apa kau jatuh cinta kawan ?
Atau kau sedang merindukan ia ?

Sedikit waktu saya merenung untuk ini. Beberapa kali perkara cinta itu menampar saya dengan telak. Dari ketidakmampuan saya berbahasa rayu, hingga saya berkesimpulan saya memang bukan ditakdirkan sebagai seorang pasangan jiwa ( baca : pacar ) yang baik nantinya. Maka saya memutuskan jalinan ini harus dipaksakan. Dan dalam perjalanannya saya pernah menemukan cinta saya pada seorang perempuan. Saya berkuat hati untuk mengucap khitbah itu. Memerlukan proses memantapkan diri. Beberapa lama, tapi cukup untuk saya melihat akhirnya ia memilih seseorang yang lebih dulu berucap. Seseorang yang juga memang lebih baik dalam segala hal dari seorang saya. Tiga bulan setelahnya ia menikah, dan butuh lebih lama untuk saya menyesali segalanya keterlambatan diri yang mendewasa.

Ada seorang rekan kerja yang memberikan sinyal pengharapan pada saya, untuk saya memberikan segala pengharapan saya pula padanya. Berjalan waktu, keinginan komitment saya siapkan. Niat melamar seorang anak gadis. Pulang ke Banjarmasin, sekedar mohon do’a restu dari segenap keluarga, beli cincin, dan banyak hal yang membawa saya pada kesukacitaan tentang separuh dien itu. Hanya beberapa waktu persiapan dan ucap restu itu terkumpulkan dalam hari – hari bersama keluarga, tiba – tiba saya mendapat khabar yang begitu buruk, ia ( perempuan itu ) tidak lagi memberikan pengharapan pada saya. Karena ia sudah mengikat diri sebagai pasangan jiwa seorang yang sekali lagi lebih baik dari saya.
Saya sungguh merasa terkhianati, akan sebuah pengharapan.

Begitulah,
Belakangan ini saya hanya menjalani hari akan banyak pertanyaan tentang sebuah diri.
Kenapa saya ?
Salah saya apa ?
Tentang separuh dien itu adalah kerahasiaan-Nya, saya mengerti sekali. Hanya dalam beberapa kali proses ini, saya selalu tak mampu menjawab sempurna. Penyalahan – penyalahan pada diri sendiri dan orang – orang di lingkungan kehidupan begitu nyata saya utarakan.

Dan saya masih seperti itu setiap kali mengingat. Saya belum mampu sepenuhnya mengembalikan urusan ini pada-Nya, saran seorang Saudara. Bahkan saat ini dia sudah berada di kebun untuk menemani hari – hari bermasalah saya. Meluangkan waktu menempuh perjalanan dari Banjarmasin, sekedar menemani. Mengingat apa yang terjadi pada diri ini di ‘ keterlambatan ‘ pertama.

Begitulah, ini hanyalah catatan kecil tentang perkara cinta. Dan bila saya sering membahasakan dengan indah tentang perkara yang berkaitan dengan cinta dan rindu itu, benarlah seperti yang saya utarakan di awal halaman multiply ini. Itu semua adalah sampah. Dan bila saya setuju bahwa pacaran adalah sebuah kesia-siaan dan langkah yang salah, ( berkaitan dengan perkara jodoh yang rahasia ) itu bukan karena saya terlalu hebat menafsirkan Ayat –ayat-Nya dan Hadist – hadist dari Rasulullah, tapi karena saya menganggap hal ini akan terlalu membuang waktu hanya untuk membenarkan alasan – alasan yang memanjakan kemanusiaan. Langkah yang subjective saya ambil, tapi itu yang saya azzamkan di diri ini.

Bila pertanyaan di atas saya jawab :
Saya tidak ingin jatuh cinta dan saya benar – benar tidak ingin rindu saya ada secara nyata tanpa sebuah ikatan nikah seperti yang saya harapkan. Meskipun saat ini saya sudah jatuh dua kali pada dua langkah pertama.

Hingga akhirnya nanti saya akan mengatakan :
“ Iya, saya jatuh cinta pada istri saya dan saya merindukan ia saat ini “

Maret 09, 2010

Sekadar menunggu........

Saya adalah bagian dari rindu yang lama, tak tergoyahkan. Saya berdiri diam di ujung senja, menghampiri terbit malam. Sekadar menunggu…….

Maret 08, 2010

catatan malam : reflection

Menyembuhkan sebuah hati bukan perkara yang mudah, tapi hidup terus berjalan bukan ? Menginginkan suatu pilihan : kita menangis, kita tertawa, kita bersedih, kita bahagia. Yang pasti – malam ini – ada kerinduan tentang pagi yang akan tiba, tentang pekerjaan yang menumpuk, dan tentang segala hal yang bisa membuat kita menjadi lebih baik atau tambah buruk…..
Selamat malam haitami, selamat tidur
Kau hanyalah seorang dari berjuta manusia yang bernafas hingga kini, dan bermimpi terbitnya matahari esok…..

InsyaAllah

Maret 06, 2010

Aku pergi untuk kembali, menemui. Meskipun kita tak pernah mengatakan ucap tentang rindu itu.

Aku pergi untuk kembali, menemuimu
Dalam beberapa hal kadang ini menjadi umpat yang menyesakkan. Karena ketiadaan kata yang terbentuk pada gemetar bibir – bibir kita. Setiap kali
Aku diam, kau diam.
Binar – binar rasa rindu kita biarkan menjadi bunga tanpa kecupan. Merekah sendiri, dan menebar wangi.

Kabut, gerimis, sang surya, pelangi, awan berarak, senja
Siluet – siluet berganti waktu,
Menegur kesunyian tingkah yang kita lakoni masing – masing.
Sendiri, dan berjalan sepi

Tidakkah kita akan sama – sama lelah ( seperti ini ) ? Mengapa tak bisa kita bercanda ria seperti tiap kali surat – surat kita terbaca ?

Atau masih perlu waktu untuk menggenapkan selaksa rasa, untuk bisa kau berucap : selamat datang kekasih, atau apapun kalimatmu.

Dan aku yang juga masih terlalu buruk untuk merangkai kalimat : Aku kembali untukmu.

Tapi bukankah ini jadi sebuah ironi ?, karena seperti kataku : Aku pergi untuk kembali, menemui. Meskipun kita tak pernah mengatakan ucap tentang rindu itu.

Maret 03, 2010

Pagi ini hidup memberi saya pilihan

Pagi ini saya berpikir tentang keponakan saya, pagi ini saya berpikir tentang diri saya, pagi ini saya berpikir tentang orang – orang sekitar saya.
Itu saja. Cukup menyenangkan menyadari kehidupan pagi ini membawa saya pada ingat tentang mereka dan diri saya sendiri.
Hari masih berkabut dingin dan hidup memberi saya pilihan.

Saya memilih untuk melanjutkannya.

Bismillah

Maret 02, 2010

Di Banjarmasin, masih akan kalian jumpai nenek tua penjual bunga di tiap malamnya

Banjarmasin yang basah untuk malam ini menciptakan kesunyian jalan. Manusia – manusia yang malas untuk sekedar keluar, menyebabkan waktu berjalan seperti rangkaian kesunyian. Jam dinding berdetak, dan suara jangkrik yang terasa janggal. Tapi malam ini ada sebuah cerita, yang saya hanya mampu untuk menuliskannya.

Langkahnya pelan, menyusuri pinggiran jalan yang masih terteduh pada beberapa atap terpal warung – warung makanan. Gerimis sedikit membasahi pakaiannya yang lusuh.

Sekarang saya kembali melihat beliau – setelah beberapa tahun saya meninggalkan kota ini, masih sama, seorang perempuan tua yang ringkih, perempuan tua yang selalu berjuang dalam usahanya. Bila kalian mengira beliau sedang mengemis ? Hm, kalian salah. Perempuan tua yang sering saya sebut Nenek Kambang itu tidak mengemis, saya tahu persis hal itu. Beliau selalu membawa nampan yang di dalamnya masih tersisa kumpulan bunga renteng, bunga tersebut layu, dan tidak akan mendapat perhatian tertarik untuk membelinya. Setidaknya oleh saya dan beberapa rekan. Tapi bila rasa ibamu mengantarkan beberapa lembar uang untuk bersedekah pada beliau, maka kalian kembali salah bila menyangka nenek itu akan menyambutnya begitu saja. Karena lembaran uang berarti renteng bunga yang terbeli. Nenek itu menyambut sedekahmu dan kalian akan menerima beberapa renteng bunga. Bunga yang layu, bunga yang tak laku di jual siang tadi.

Begitulah, di Banjarmasin masih akan kalian jumpai seorang Nenek tua yang berjalan di tiap malamnya dengan senampan bunga renteng. Bunga yang sudah mulai layu, dan nenek tersebut menjualnya dengan perlahan menyusuri jalan kota ini.


Gerimis di malam yang sunyi
Banjarmasin, Februari 2010

Maret 01, 2010

Menulis ?........ perlu waktu

Menulis itu perlu waktu, meskipun berjuta ide menari selayak laron dalam kepala. Kadang kendala yang terjadi adalah gerak tangan untuk menulis, mengetik tidak mampu mengimbangi melesatnya rangkaian kalimat yang terbentuk dalam pikir, dalam sebuah kepala. Ato, saat ide menyeruak, imajinasi sudah membentuk rangkaian cerita dengan alur yang tertata sempurna, kita sibuk berkhayal. Dan lantas seringkali selesai hanya berupa wujud yang tak tertuliskan. Sehingga pada titik kulminasinya ( mandek, macet ? ), ide itu menjadi sesuatu yang aneh. Terasa janggal, tidak berjiwa. Tulisan yang dipaksa untuk ada.

Di sisi lain, saat kegiatan menulis itu dihentikan, tentu saja ada ketakutan akan hilangnya ide – ide tersebut. Karena kadang otak tidak meninggalkan back up data yang bisa diandalkan. Hasilnya cukup menyisakan perasaan yang membenci diri sendiri, menyesal untuk menyerah, dan hal lainnya. Ini yang saya sering akui sebagai proses sinkronisasi diri. Tubuh, jiwa, dan pikiran ( agak sedikit maksa ya istilahnya ? :D ) Nah, pertanyaan saya sangat sederhana : Apakah ini juga pernah ?, selalu ?, dan memang yang juga dialami oleh sahabat – sahabat semua ? dalam melakukan penulisan

Saya tidak ingin ada jawab ya ato tidak, tapi ada keinginan untuk membaca perihal menulis ini dalam bentuk tulisan yang berparagraf, sehingga saya bisa menikmatinya seperti saya membaca tulisan Mba Yudith di pagi ini.