Powered By Blogger

April 26, 2010

Seandainya saya berulang tahun hari ini, saya tidak akan bersedih

Seandainya saya berulang tahun ini hari, maka saya tidak akan menangis. Tidak akan ada air mata untuk sebuah rasa sedih. Kecuali saya bisa memastikan air mata itu turun untuk menemani rasa bahagia saya. Pun bila tidak menangis tidak mengapa ? Karena sejatinya rasa syukur tentu tidak harus berair mata bukan ?

Dulu saat saya masih anak sekolah, saya selalu memaknai ulang tahun sebagai hari yang saya harus diberlakukan seperti apa yang saya inginkan. Saya merasa seharusnya semua orang mengerti bahwa hari ini saya berulang tahun. Dulu, dan dulupun saya tahu perasaan saya itu hanya keegoisan diri. Karena hidup ketika itu tidak membuka ruang untuk sebuah rasa yang manja. Hidup berjalan, rutinitas berlomba dalam kejenuhan. Sekolah dengan kedatangan yang terlambat selalu, Pulang dan kerja cari uang.
Hingga sekarang, ulang tahun bagi saya hanya adalah tanggal yang sama saat saya dilahirkan beberapa bilangan tahun yang lampau, selebihnya adalah semacam ingat tentang usia saya yang semakin bertambah dan berjuta alfa. Lantas berkalkulasi tentang apa yang saya capai dan apa yang tidak bisa/ belum teraih.

Keseluruhannya adalah syukur tentang kenyataan saya yang masih diberi kesempatan untuk bisa terus hidup, memperbaiki diri, meningkatkan quantity dan qualitas ibadah, serta semampunya menjadi lebih baik daripada yang telah terlewati.

Cukup sederhana,
Tapi sayang, hari ini bukan ulang tahun saya. Dan sayapun bukanlah seorang adik yang berulang tahun hari ini.
Entah apa yang telah dia rasakan saat ini yang pasti saya hanya teringat tentang ucap bijak seorang Al Ghazali :
“ Ukhuwah itu bukan terletak pada pertemuan, bukan pada manisnya ucapan di bibir, tapi pada ingatnya seseorang terhadap saudaranya di dalam do’anya “

Maka dengan setulus hati saya ingin menancap segenap tulisan ini pada sebait do’a :
“ semoga berkah usia dan tercapai pengharapanmu wahai adik…InsyaAllah, amin “

Sekedar ingat tentang tulisan saya yang entah mengapa juga terposting pada hari ini setahun yang lalu : Timbunan waktu – yang berulang tahun hari ini

Tulisan ini saya khususkan untuk seorang adik yang telah memberikan saya hadiah puisi di Sendang Kapit Pancuran saat ulang tahun saya tempo hari.

April 24, 2010

…..Saat saya mendekapnya, saya sadar bahwa ia adalah sebuah keindahan

" Ketika ia dihadapkan pada saya, sungguh Mas…seolah – olah marah saya pada sosok seseorang telah mewujud pada geliyat mungil yang baru saja terlahir dari rahim ini. Saya benci. Sangat benci. Saat rasa lelah, lemah….

Tapi tiba – tiba ia menangis. Ya Allah, ia menangis….digeliyatnya, digenggam halus tangannya, dimatanya yang tak terbuka sempurna, ia mengeluarkan suara yang sedu. Ya Allah…."

Perempuan itu lantas berurai air mata.

" Saat itu, entah mengapa saya bergerak merebutnya dari tangan perawat. Meskipun saya masih lemah setelah proses persalinan. Saya berusaha…..
Saya tak ingin ia menangis ditangan orang lain. Saya tak ingin….."

Disekanya air mata itu….

" Yach, begitulah Mas…..Saat saya mendekapnya, saya sadar bahwa ia adalah sebuah keindahan. Ia tak berdosa, meskipun terlahir dari rahim seorang yang telah berdosa ini. Saya akan menjaga keindahan ini….
akan saya jaga………"

Perempuan itu tersenyum, sebuah isyarat bahwa dia telah memutuskan sesuatu yang takkan pernah disesalinya. Bayi yang baru berumur lebih seminggu itu didekapnya dengan kehangatan seorang ibu. Naluri.

Bayi yang cantik
Bayi yang hanya ada nama perempuan itu sebagai orang tuanya.

April 23, 2010

Seorang rekan kerja....

( Sekedar cerita saja )



” Bapak takkan bisa memahami sekarang saya. Sudah, cukup. Biarkan saja saya...pergilah Pak ”
Dia tersedu – sedu tanpa sedikitpun pandang yang menuju pada saya....
Hanya menunduk
Lantas menggeleng,
” saya tak mampu, saya....”,

Dia telah melakukan kesalahan, dan saya bukan seorang pahlawan. Setidaknya ada batasan saya untuk tidak menemaninya dalam kesedihan seperti sekarang ini. Saya mencoba mengerti dan itu sudah saya lakukan.

Memanggil karibnya, dan memastikan ia terkawani. Setelah itu saya pergi....

Benar, saya pergi darinya


Seorang rekan kerja

April 22, 2010

My Stasiun 4

Lirik lagu Yang terindah by Opick


Angin kering berhembus menyapa langkahku
Dan sendiri saja hanya sepi tertelan
Wajah-wajah yang hadir kembali bertanya
Memaksaku pergi mengingat dirimu di sini

Daun kering yang jatuh ke tempat ini
Membawaku lelah di bayang senyummu
Lalu yang letih dalam dekapmu
Dan terasa dekat damai di hati
Di sini... Di rinduku kini
Yang terindah untukku
Yang tersimpan kembali menggambar
Yang terukir di sini
Dalam sepi seperti memanggil diriku
Untukmu di sini...

Jauh sudah berlalu
Di tempat ini
Dan kau bawa letih
Merasa hati terluka
Tak bisa pungkiri
Masih tersisa rindu
Di lubuk hati
yang tertanam
Yang terindah untukku
Yang tersimpan kembali menggambar
Yang terukir di sini dalam sepi
Seperti memanggil
Yang terindah...
Yang tersimpan kembali menggambar
Yang terukir di sini
Yang terindah kembali memanggil diriku
Untukmu di sini...
Dan yang terindah
Dan yang terindah...

April 17, 2010

Berbicara tentang perpisahan......

Ketika rasa kehilangan mendekat pasti, betapa tersadari keterikatan yang ketat dan tak hendak melepasnya dari takdir kita.
Tetapi hidup terus berjalan….
( Bagian kalimat dari cerpen : kenangan tentang Ul.....Nataresmi S )

Berbicara tentang perpisahan adalah berbicara pada sebuah suasana yang entah.
Kesedihan ?

Berbicara tentang perpisahan adalah berbicara pada satu titik yang sama, pertemuan. Saat dua garis lurus menemukan pemberhentian untuknya berbeda arah.

Perpisahan berarti akan terjadi suatu waktu kita mengingat titik itu yang akan menjadi cerita. Kita menciptakan kalimat – kalimat rindu, akhirnya. Atau sedikit umpat kemarahan, bahkan mungkin untuk rasa sesal. Semua berada di bingkai kenangan. Tentang apa yang terlewati.
Terkumpul dalam satu album : photo – photo, catatan kecil…..kembali terbuka untuk dilihat dan dibaca.

Meskipun berdebu, meskipun lusuh, meskipun….

April 14, 2010

Dan saya kembali terbuka mata bahwa dunia tidak sesunyi yang saya kira

Selalu saja ada godaan untuk saya membuka lembaran kosong file word di hadapan saya, sedikit merangkai kalimat. Entah kenapa saat ini menjadi sulit. Saya tak punya inspirasi untuk diketikkan.
Hm, mungkin saya akan bisa bercerita tentang perasaan saya saat ini.
Menjelang senja adalah bagian yang terindah dalam hari – hari saya. Saya ( selalu ) merindukan sebuah bilik lengkap dengan tempat tidur, bantal, guling dan selimut dalam sebuah long house ( baca : barrac ) tempat tinggal saya. Tempat saya membasuh sekian penat diri maupun penat pikiran yang mendera setelah melewatkan hari dalam kumpulan kertas – kertas yang tak bernyawa tapi mampu menyulap saya menjadi sebuah robot dalam sebuah dimensi rutinitas kehidupan. Tempat saya menghamparkan sajadah, dan berkeluh kesah, ucap syukur dan sekian bait – bait do’a pengharapan.

Selalu saja saya mudah tersentuh sisi rasa yang lain. Oleh karena saya bisa menemukan rangkaian kejadian – kejadian yang berlangsung dengan harmonisasi yang acapkali berirama. Satu waktu saya berjumpa pada rombongan anak kecil yang menuju pengajian mereka, satu waktu saya akan mendengar celoteh pembicaraan ibu – ibu di sebuah warung lengkap dengan beberapa balita di pangkuan, pemuda - pemuda yang bermain bola, dan aktivitas sunyi para manusia – manusia pekerja di kamp ini.

Beberapa kesempatan juga bertemu teman – teman divisi yang bekerja di lapangan. Sejenak menyempatkan diri dalam obrolan, sebelum saya pamit dan meneruskan langkah menuju tempat tinggal. Begitu saja.

Dan entah kenapa keramaian hati dalam menulis memang selalu hadir di detik – detik ini.

Iringan luruhnya mentari yang sebentar lagi berlabuh pada senja membuat suasana sore kian lain. Manusia yang banyak dan sosial yang ramah, lepas dari tekanan. Mudah untuk saya mendapatkan wajah tersenyum, tertawa – wajah yang bahagia.

Dan saya kembali terbuka mata bahwa dunia tidak sesunyi yang saya kira

April 13, 2010

Saya pernah mengalami kesedihan......

Bila ditanya apakah saya pernah mengalami kesedihan karena ditinggalkan oleh seseorang yang berarti bagi saya, jawab saya adalah pernah.

Saya menghabiskan malam itu dengan air mata yang terus dan terus. Di samping jenazah beliau dan ayat – ayat suci yang coba saya lantunkan dengan bahasa tak jelas. Air mata dan leleran air dari hidung saya membuat bicara saya tak tertangkap baik oleh orang – orang yang berulang kali ingin memisahkan saya pada seorang tersebut.
Bahkan hingga dini hari, di antara kenyataan dan dunia yang lelap saya tetap tersedu. Saya bukan tak sadar saat itu, dan saya juga bukan tak sadar sempat hampir baku hantam dengan seorang saudara karena tidak perkenannya akan tingkah saya yang meratapi seorang jenazah.

Tahun 2005,
Dan saya masih bersedih hingga sekarang. Tapi, dalam beberapa waktu kadang saya juga berusaha untuk realistis. Abah sudah meninggal, dan saya di sini sekarang. Ratusan bahkan ribuan kilometer dengan tempat Abah bersemayam.
Beberapa batu putih pusaranya masih selalu saya sisipkan dalam tas kerja, hanya untuk ingat – tidak hanya karena beliau sebagai seorang Abah, tapi karena saya yang adalah seorang anak dan ingin berbakti.

Meskipun kini hanya lewat do’a saya yang masih belajar diri mencapai sholeh…..

April 12, 2010

Imajinasi

Pada ruang imajinasimu aku menyusup. Menghampiri geliyat ketikanmu. Kau diam seraya terus memahat bait – bait kata.
Dingin menyentuh padatmu yang kaku. Dan kebekuan perapian memaksa sebuah lilin adalah penerang sekaligus penghangat yang tersisa.

Sedikit hujan di luar jendela, dan hembusan angin.
Kau menyajikan segelas kopi bersama sebuah senyuman di sela – sela bayang. Kita lantas duduk bersama, berhadapan – hadapan.
Kau sedikit malu menyambutku, dan akupun diam membisu.

Hingga malam beranjak jauh. Kita tak melakukan apa – apa. Aku masih di sini di depanmu, pada ribuan langkah yang membentang antara kita………..


Meja kerja, Notebook, dan sebuah album tanpa photo

Ini pagi haruslah bahagia, karena bila tidak…....betapa beratnya waktu yang akan dilewati.

Saya berpikir hidup hari ini tidak terlalu buruk. Paling tidak dari suasana kantor ini pagi. Frans yang datang sebentar kemudian pergi begitu saja meninggalkan kantor. Pak Nicholas yang ribut dan kemudian ngacir juga dengan Ford Rangernya. Yang tersisa hanya ada saya, kesibukan Jumiyanti sang Secretary Head, canggungnya anak baru yang bernama Novel, Slamet untuk urusan dokumentasi pemberangkatan Pontoon, dan Ahmad - Jr Clerk yang cerdas.

Ini pagi haruslah bahagia, karena bila tidak…..betapa beratnya waktu yang akan dilewati.

April 11, 2010

My Stasiun 3

Lirik lagu : ' Kereta ' by Opick


Lelaki itu senyap dalam sendiri
terluka atas nama cinta yang diyakininya

Kereta...Suaramu tak juga hapuskan wajah
yang menangis ucapkan sesalnya dengan terbata

Lelaki itu termangu dalam hampa dalam luka
tetapi seribu bayangmu masih saja menari di sini
dan berkata...
Jangan pergi masih ada waktu tersisa
Jangan pergi karena hati masih bisa bersama
Jangan pergi masih ada waktu bicara
Jangan pergi suaramu masih sayup terbaca

Jangan pergi suaramu masih samar terbaca
Jangan pergi masih ada waktu bicara
Jangan pergi karena hati masih bisa bersama
Jangan pergi masih ada waktu tersisa

Kembalilah...

April 09, 2010

Saya rindu...belum tercapai

Saya rindu pada setiap ungkapan dan sebuah senyum yang menyambut pulang kerja saya. Dan saya menyadari hari ini mimpi itu belumlah tercapai…..

April 08, 2010

Kemenangan yang tak berarti bagi MU dan Abdul Basid kecil

Ini adalah tulisan dinihari tadi, setelah saya membangunkan diri untuk menyelesaikan report ahir bulan dan memang saya men-setting kerja lembur ini karena ada sesuatu hal yang ingin saya tonton di layar televisi. Biasa saja, bekerja sembari menghibur diri dengan tontonan bola Liga Champion Eropa.

Hm baiklah, saya ingin memulai bahasan dengan sebuah pertanyaan : bagaimana perasaan anda saat mencapai sebuah kemenangan yang tak berarti ?
Mungkin bagi anda yang menonton pertandingan bola dini hari tadi akan langsung menyarankan saya untuk bertanya pada Alex Fergusson. Ups, salah. Saya melihat Alex Fergusson cukup tenang melenggang keluar dari tribun pelatih dan pemainnya. Santai sekali dia. Akan lebih tepat pertanyaan itu saya tujukan kepada Wayne Rooney bukan ? atau kepada Rafael ?

Tapi tidak.
Saya tak tertarik bertanya pada mereka. Banyak alasan sih, mereka seorang professional yang mampu mengartikan kalah - menang adalah hal biasa dalam pertandingan dan yang penting terhadap kalimat ini adalah SIAPA SIH SAYA UNTUK BERTANYA PADA MEREKA ?


Dia adalah Abdul Basid, seharusnya saya bertanya padanya. Ahk, seandainya saya bertemu dia. Tapi Sayang, saat ini saya benar – benar tak pernah mengetahui lagi keberadaannya. Sudah sangat lama. Memori tentang masa kecil kembali menguak pada selaput sadar saya. Meskipun cukup sulit mengingatnya secara utuh.

Seorang Abdul Basid, teman Sekolah Dasar. Dia yang paling kami tuakan dan paling kami jagokan. Dua tahun tidak naik kelas, menyebabkan dia menjadi sosok yang disegani oleh kami ( maklumlah anak – anak ).
Kelas 5 SD dan kenaikan kelas. Orang tua berdatangan untuk ambil raport. Abdul Basid tak saya jumpai dalam pesta yang ramai dengan aneka nasi bungkus yang selalu kami bawa dalam tiap bagi raport kenaikan kelas. Saya tak begitu peduli. Hingga akhirnya saya tau dia berhasil naik kelas dan posisi rangking yang 10. Pujian ibu guru untuk kami agar mencontoh Basid. Meninggalnya Bapak yang seorang preman kampung di pertengahan masa ajaran, memang membuat Basid sedikit berubah. Dalam artian dia tidak pernah lagi mengganggu anak SD tetangga setelah itu.

Kemana Basid ?
Dia tak mengambil raport karena Iuran SPP yang tertunggak 4 bulan dan seorang Ibu yang tak mampu membayarnya.

Abdul Basid menang, dia berhasil untuk pertama kalinya masuk ranking 10 besar, tapi tak berarti karena dia memutuskan berhenti sekolah ketika itu, dan raport ( pialanya ) tak tersentuh olehnya.

: bagaimana perasaan anda saat mencapai sebuah kemenangan yang tak berarti ?

Abdul Basid kecil mungkin tak akan bisa menjawabnya selain tau bahwa ia sudah tak bersekolah lagi……


April 07, 2010

Kerja kantoran itu tidak enak !

Bila saat ini saya agak error, itu karena saya baru saja berkomunikasi dengan seorang Direksi perusahaan ini.
Pertanyaan – pertanyaan yang berkaitan dengan operasional Sirtu, Dispatch, and All Unit yang di bawah Department tempat saya kerja menjadi momok yang harus terpikirkan hingga sekarang saya kembali menggeluti segala report yang ada di depan saya.

Benar, ‘ kerja kantoran itu tidak enak ‘ ( salah satu mode available YM seorang sahabat tadi pagi yang saya anggap seorang adik ).

Ahk, sedikit saya mengkhayal saya adalah seorang Bob Sadino yang dengan celana pendek setiap pagi mengawali hari dengan senyum manis pelayannya di halaman rumah yang luas dan beberapa ekor kuda, secangkir kopi ato apapun minuman yang dia suka untuk pagi hari. Selera orang kaya tentu mengenakkan, jadi saya membayangkan seandainya dia minum juice wortell pun ( minuman yang tak mengenakkan sekali ) tetap saja saya suka. Karena saya seorang Bob Sadino.

Orang kaya yang tak perlu lagi kerja kantoran. Laptop dan telepon genggam. Laporan dari perusahaan – perusahaan miliknya diterima dengan anggukan sembari tangan yang mencomot satu – dua butir anggur.
Wah, apakah seperti ini kehidupan Bob Sadino ?
Saya tidak tahu, saya mengkhayal saja. Daripada saya mengkhayalkan saya seorang Superman yang ketika penjahat habis tertumpas, tiba – tiba berpikir pergi mencari planet lain buat ditumpas penjahatnya ( tak logic kan ? )

Error.
Siapa bilang kerja kantoran itu enak ?
Saya pengen mengatakan seperti seorang kawan pula yang mempertanyakan : siapa bilang perempuan itu lemah ?

Hm, ya.
Jadi ingat seorang Mr. Turre ( Beliau Mantan Head of Civil Engineering ), seorang yang saya hormati sempat menuliskan comment disalah satu status seorang rekan : Pekerjaan itu hanya akan selesai ato tidak ada lagi bila sudah ada tanah 2 meter di atas kepala kita. Kalian tahu artinya apa ? Beliau hanya mengisyaratkan sebuah kuburan untuk tempat yang kita tak perlu bekerja.

Dan seorang Mr. Chin ( Mantan Sr. Mill Manager ) dengan logat chinanya yang kolot mengatakan : kita semua ini Mandoiy…..Mandor maksudnya.

Artinya dalam ruang lingkup dan strata berbeda, pada dasarnya kita sama. Kita seorang employee yang bekerja…….
Cukup menghibur dengan kenyataan perbandingan salary yang cukup menggiurkan.

Saya selalu berpikir apa yang saya kerjakan tiap hari di kantor adalah bagian dari Profesionalitas saya ( deuuuuh, sok seorang professional..he…he…he..). Terimalah, seperti saya mudah menyatakan bahwa disinilah kampung halaman saya.

Ingin rasanya pergi dan bertualang ke tempat lain. Menyedihkan, keberanian saya tak lebih dari seorang anak kecil yang bersekolah di tempat baru dan kelas baru baginya. Takut dan selalu mengharapkan seorang Ibu selalu di sampingnya.

Atau pergi sesaat berwisata ke tempat yang indah sekali. Tapi sayang, keinginan itu memudar saat tatap saya bertemu dengan barisan tenaga – tenaga panen lahan yang duduk – duduk menikmati bekal makanan masing – masing dan salah satu tiba – tiba melepas baju kaos dan memerasnya agar tak terasa terlalu basah digunakan badan. Hidup seperti berbeda di mata saya, dan saya merasa tak baik untuk mengkhayal lagi.

Ups, selesai. Saya sudah cukup menulis. Saya ingin lanjut aktivitas. Terima kasih untuk sempat membaca tulisan ini. Saya tak bisa lebih banyak lagi menguraikan segala rasa saya, meskipun ingin. Karena seperti adik itu bilang : Kerja Kantoran itu tidak enak !

Saat ini dia benar dan saya tak akan membantahnya – meskipun ( sekali lagi ) ingin…..

: Ingin saja bercerita bahwa saya sudah melewatkan situasi ini hampir 5 tahun lamanya.

Salam hangat ya adik,

April 06, 2010

Dongeng senja


Ini adalah tulisan senja, saat semua burung – burung terbang pulang. Dan seorang yang rindu akan cerita Mamanya tentang indahnya hidup ini.
Ahk, itu hanya dongeng masa kecil, dongeng tentang para binatang dan para peri, tidak untuk manusia – sepertinya…..

April 05, 2010

Pulang, Rumah, dan Kampung halaman ?

Bagaimana dengan kalian,

Pulang, Rumah, dan Kampung halaman ?
Saat ini bagi saya pulang adalah sesuatu yang aneh, bila itu saya artikan saya harus bercerita tentang perjalanan saya kembali ke Banjarmasin.

Rumah ?
Inipun terasa aneh ketika saya kembali menjejakkan kaki di rumah yang hanya beberapa waktu tak terjejak oleh saya di bulan Februari lalu. Rumah tempat melahirkan saya, rumah yang saya menghabiskan sebagian masa kecil saya di keramaian lingkungan yang bahagia sekali saya sebut : keluarga.

Dan kampung halaman,
bila dirunutkan untuk pulang, rumah, dan kampung halaman. Maka bagi saya pulang dan rumah hanyalah sebuah kerinduan. Pulang dan Rumah tak lebihnya kata pencapaian akan terbasuhnya sebuah rindu. Selebihnya saya mengerti sekali, saya harus kembali berjalan, kembali berlari, dan kembali ke kamp saya saat ini. Lalu kampung halaman ?
Ah entahlah, saya masih menyisakan bagian hati saya untuk menempatkan sebuah rasa untuk dua kata ini : kampung halaman.

Pulang dan kembali,
Saya tak bisa memaknai, paling tidak saya tidak bisa memastikan arti langkah kaki setiap kali saya melakukan perjalanan ke Banjarmasin dan lalu setelah beberapa waktu melakukan perjalanan lagi ke titik semula di mana saya menerima rejeki saya. Kamp Perkebunan, untuk saat ini.

Hingga selalu - setiap kali ada pertanyaan yang menyisipkan kata pulang, saya jadi merasa cukup aneh.
Kenapa ?
Mungkin karena saya sudah cukup menggenapkan niat pada saat kepergian dan perjalanan saya pertama kali, bahwa langkah ini adalah sebuah perjalanan yang saya akan berubah. Bahwa saya akan menemukan kehidupan baru, meskipun ( lagi ) harus berjuang untuk itu.
Akhirnya, di detik ini tulisan saya ketikkan - saya berada jauh dari sebuah rumah ( masa lalu ), dan kata kepulangan menjadi rutinitas antara kantor dan bilik rehat lusuh dalam barrack tempat tinggal saya.

Mungkin ini pulalah yang membedakan antara saya dan teman – teman lain yang merantau. Seperti kata mama saya : “ Tolong ikam jangan berpikir kita cuma mencari rejeki di tanah urang naklah ?! Anggap haja ini hijrah kita ghasan hidup nang lebih nyaman. “

Pun juga seperti seorang tua yang berasal jauh dari Ujung Sumatera dan istrinya yang berasal dari Majene Sulawesi,
“ Pulang kemana Pak ? Di sini kampung halaman kami sudah “, sebuah pondok kecil dan tanah keras untuk tanam palawija di lereng bukit di suatu daerah Kalimantan Timur. Hidup syukur dan sabar adalah keabadian nafas mereka yang bertahan dengan kerja keras.

Saya manusia, dan orang tua itupun juga manusia, mungkin saat ini pengenalan akan sebuah kampung halaman yang lalu masih teringat baginya dan istrinya. Begitu pula saya. Tapi tidak bagi anak – anaknya, dan ( mungkin ) bagi anak – anak saya kelak.

Disinilah kampung halaman kami, rumah kami untuk pulang

April 04, 2010

Dan lantas ia berlalu. Pergi

Ia berpaling wajah saat mendapati ucap tanya seorang Bendo di sela – sela packing ranselnya
” No, sampeyan pulang kemana ? ”

Ia memberi senyum pada karibnya tersebut, menepuk pundaknya
” Pulang ? Aku tak punya rumah ndo ”

Dan lantas ia berlalu. Pergi

My Stasiun 2

Dihari itu ia mengucapkan selamat tinggal, dan dihari itu pula saya mendapat kabar tentang kekasihnya yang berada di sebuah kota. Kota yang pernah ia sampaikan sebagai mimpi, pengharapan, atau apapun dalam kebersamaan yang pernah kami lewati. Hingga akhirnya kami menempuh perjalanan yang berbeda. Dalam rentang waktu ada kabar darinya, dan dalam beberapa kesempatan saya pun bercerita tentang diri di sini.

April 02, 2010

Setelah kau menikahiku.....

The best part of the story in my opinion :

“Apa yang kau dapat setelah setahun kita menikah ? ”,
tanyanya dengan mimik
lebih serius.

Aku terdiam sejenak. “ Banyak, ” jawabku akhir nya. “ Aku belajar bahwa aku
tidak menikah dengan malaikat atau monster, tapi dengan manusia, yang
punya kekurangan yang harus kumaafkan dan keistimewaan yang tidak bisa kuabaikan. Aku belajar bahwa dalam pernikahan, bila kita tidak
mendapatkan apa yang kita inginkan tidak selalu berarti kekalahan, tapi
boleh jadi suatu kemenangan bersama.”


Dan sebuah puisi yang dihadiahkan sekedar penutup :

Ku tahu sebaik apapun ku berusaha
Ku hanya manusia biasa
Yang penuh lupa dan dosa
Tapi pada-Mu ya Rabb ku pinta
Siapapun bidadari yg kau siapkan untukku
Semoga ku bisa menjadi yang terbaik baginya
Karena ku tahu ya Rabb ku
Dialah yang terbaik untukku
Dan semoga ya Rabb
Semoga Dalam naungan cinta-Mu
Kita dapat bersama
Dan selalu saling mengingatkan

Untuk sebuah cinta suci mulia
Agar dapat kembali bersua,
Di surga-Mu


Puisi yang - kembali - mampu menciptakan rasa yang ( sekali lagi ) aneh pada diri saya, tentu saja setelah berlelah payah membaca cerita yang pada halaman atasnya tersaji di layar notebook. Mengagumkan....
" Setelah Kau Menikahiku " - Novia Stephani, pemenang Cerber Femina 2003.
Hm, bila kalian tertarik membaca ceritanya, mungkin kalian bisa sedikit meluangkan waktu untuk search di google dan download file yang berbentuk pdf.....
Ups, tentu saja ini buat kalian yang senang cerita cinta yang realistis and happy ending. Sedikit melankolis and.....