Powered By Blogger

Desember 15, 2011

Rindu Bilqis.....

.



Untuk Mufida Salsabila Bilqis,
Menjelang tiga bulanmu dalam rindu yang selalu…..

..................


Kau tau anaknda, saat sosok ini mengucapkan salam kata pada Ibumu untuk kembali pada kenyataan bahwa jarak masih merentang, untuk kembali menekuni kehidupan yang jauh terbentang dan kembali pada keterpisahan, saat itu pula sosok ini menabung rindu.

Hm, ya.
Kau sangat hebat anaknda, daya tarikmu kadang menciptakan jiwa yang memberontak....
untuk pulang.

Ah, apa sih arti kata pulang
bukankah Ibumu yang selalu memberi semangat untuk Ayah menunggu bahwa kalian akan datang memupus rindu.....
Secepat kilat seperti hamburan cahaya di antara kelembapan,
membentuk pelangi
dan kalian berdua adalah bidadari
( Hehehehe...Ayah sebenarnya ingin mengatakan padamu bahwa di sini pelangi jauh lebih indah daripada mainan yang menggantung di atas kelambumu itu )

Cerita tentangmu adalah kebahagiaan
Tingkahmu adalah kata – kata yang selalu mengikrarkan tawa
Tanpa paksa,
karena rindu ini wahai Anaknda,
ia menjelma seperti air yang jatuh dari langit
mengalir ia mengarungi tiap lekuk bahasa sepi
dengan sendiri
hingga nyata mendendangkan nada pelipur lara
......bahwa ini hanya sementara
sebentar lagi
tak lama lagi

Gemuruh rasa yang menganak pinak membentuk bahagia bila ia bersua pada yang dicinta….
Dan kau tau anaknda
Saat ini,
apapun darimu
( yang tercerita tentangmu )

ia adalah pembasuh rindu.....



.

Desember 10, 2011

Phrase ( kaum perantau di daerah terpencil ) :D

.

Dasar bekicot kau ini


Apa ? Kau tidak terima ?

Buktikan !!!


Terasa kasar bukan ?
Manusia yang sedang baru saja berlelah payah itu disebut bekicot. Makhluk lamban. Seandainya yang mengucapkan tahu betapa tetes keringat yang membuat basah baju itu berguguran ke tanah terasa asin ?
Ahk, tentu saja orang itu tau…..

Ini adalah bagian dari dunia yang kejam – setidaknya itulah gambaran saya untuk pertama kali menjejakkan langkah di bumi terkucil ini, pertama kali saya berjumpa dengan sumpah serapah yang membuat ciut nyali. Yang membuat saya dendam berkali – kali, karena memang tak berani menyanggah.

Lambat laun saya berubah pandang dengan ragam kalimat yang ada. Saya tidak bisa menerapkan tata krama inggil jowo halus, tata krama banjar yang berulun wan pian sebagai kata ganti orang ( personal pronoun ). Saya terbiasa pada adat kesopanan yang biasa diajarkan orang tua. Sehingga penghormatan pada seseorang yang seusia dan pada orang yang lebih tua lebih mudah terlihat. Tapi itu semua ( tata krama ) justru sesuatu hal yang agak asing di sini. Atau boleh saya katakan akan aneh untuk diri sendiri. Sesuatu kalimat yang bila menggunakan bahasa melayu dari beberapa ekspat Malaysia – cakap buang masa.

Benar, phrase batak dan timur indonesia lebih mengena di sini, tapi tidak melulu. To the point, keras, …..
Bisa dikatakan komunikasi secara nyata di sosial saya tak terdengar penghormatan bila sudah bercakap dengan rekan kerja dan karyawan – karyawan lain yang berada di bawah structure.

Nah, sekarang bagaimana dengan pencapaian penerimaan seseorang terhadap komunikasi macam ini ?
Adaptasi. Itu jawabannya. Kau tentu tak bisa bersakit – sakit hati untuk omong kasar, omong tegas dan kaya akan emosi marah bila itu adalah sebagai bagian dari yang biasa di sebuah lingkungan. Bila tidak, percayalah hatimu akan teriris – iris setiap hari. Menanggung perih karena perasaan yang tak bisa menerima ucap atau komunikasi dari orang lain.

Masalah penerimaan saja saya kira. Memang agak sedikit aneh bila kita memaksa diri memaklumi setiap omongan yang bahkan orang tua kitapun tak pernah mengucapkan macam itu di kanak – kanak kita. Tapi apa mau dikata, biasa dan tanpa ada etika tertulis, ini bukan sesuatu yang mesti ditanggapi dengan kemarahan.

Saya mencoba mengerti, bila merunut apa yang terlewati di daerah terpencil ini mungkin bisa dimaklumi. Dulu di daerah hulu Mahakam ini penuh dengan para pendatang yang berusaha mengadu nasib, jauh dari sanak keluarga, jauh dari kampong halaman untuk mencari uang yang sering orang kata “ sesuap nasi “ itu. Sumatera, Flores, Halmahera, Bima, Bugis, Makasar, Keli dll. Saat masih jayanya perusahaan kayu. Untuk kerja yang mesti masuk ke dalam hutan bersama tim, bawa chain saw plus bahan makanan dan tinggal beberapa malam di pondok yang dibuat ala kadarnya dari batang – batang pohon dan penerangan seadanya dari petromaks, serta situasi kehidupan keras lainnya turut membentuk phrase kalimat dalam komunikasi. Ini hanya berdasar kesimpulan saya sendiri saja lho ya

Karena bila mengingat dulu, ucap Bodok…Bodok….Manusia kota tak berguna...dan lain – lainnya itu hampir saja membuat saya lari. Lari dari kenyataan yang sekarang justru membesarkan saya. Saya pikir sekarang saya bisa dikatakan sempurna bertahan di daerah terpencil ini

Kecuali hal lain, kenyataan bahwa saya merindukan anak dan istri saya, membuat saya agak kacau rasa belakangan ini.


.

Desember 07, 2011

Gak becus :D

.


Beberapa minggu yang lewat saya ikut dengan seorang Manager perusahaan tempat saya bekerja ke sebuah bengkel perusahaan yang bergerak di bidang Shipping, Workshop dan penyediaan spare part. Karena di sana ada unit kami yang akan menggunakan jasa bengkel perusahaan tersebut, keperluannya adalah menyampaikan detail spesifikasi yang kami inginkan untuk dibenahi dan laporan kerusakan agar dapat dibuatkan penawaran dan ditindak lanjuti SPK kedua belah pihak, antara kami dan workshop.

Setiba di sana kami langsung tersajikan adegan antara seorang yang mengaku dari perusahaan yang bergerak di bidang Oil & Gas Services dengan beberapa orang workshop. Terlihat sekali yang bersangkutan sangat marah dengan apa yang beliau katakan sendiri tentang workshop ’perusahaan tak becus ’.

Hari itu adalah hari minggu, dan keberadaan kami dihari libur itupun karena memang deal yang telah kami komunikasikan bersama beberapa hari sebelumnya. Nah, mungkin berbeda dengan si orang tersebut. Jelas saya mengambil kesimpulan ia adalah orang yang datang tanpa konfirmasi sebelumnya. Melabrak beberapa karyawan yang notabene bukan satu perusahaan dengannya.

Sempat kami berkomunikasi dengan orang tersebut, lantas memunculkan beberapa penilaian dasar dari saya :

Ia bercerita bahwa keberadaan ia di sana ingin mengkonfirmasi tentang beberapa unit Boat yang sedianya ia sewa untuk kebutuhan operasional perusahaan. Dari sini yang bersangkutan menceritakan dengan gamblang bahwa komunikasi dan proses administrative sudah ia penuhi ( via anak buahnya ) dengan pihak workshop. Sudah berlangsung dua minggu, dan seharusnya paling lambat hari Sabtu ( sehari sebelum kejadian ini ) semua sudah ready. Unit siap digunakan.
Dan entah kenapa hingga Minggu belum ada unit yang stand by di pelabuhan perusahaannya. Padahal unit akan dioperasionalkan hari senin pagi dan membawa serta manusia dari luar negeri ( ia menyebutnya klien asing ).

Ia marah, dan semakin menjadi – jadi tatkala Manager dan staff workshop tersebut tidak ada yang bisa dihubungi. Ia berhadapan dengan beberapa karyawan yang menurut saya seperti tidak tahu apa – apa, Oh tidak, ada satu personel dari administrasi workshop yang meskipun mengetahui proses administrasi agreement hire of unit tersebut, tapi tidak mengetahui kendala teknis mengapa unit belum siap dan dikirim. Keberadaan sosok administrasi itupun katanya untuk menemui kami yang memang sudah deal schedule pertemuan sebelumnya.

Dan dalam satu moment, orang tersebut sangat jelas memaki beberapa karyawan workshop tersebut. Sebelum ia kemudian ( di hadapan kami ) menggunakan Hpnya untuk berkomunikasi dengan beberapa orang lengkap gaya english language-nya. Kemudian mengomel lagi : ' Kita ini kerja dengan pihak asing lho, kalau sudah macam ini malu saya…..mereka itu on time, disiplin penuh, janji …( ? ah saya lupa kalimatnya tentang janji ini )….dan blablabla '

Saya tidak mengetahui persis bagaimana kontrak kerjasama antara perusahaan Oil & Gas Services dengan pihak perusahaan yang menaungi workshop tersebut, dan saya juga tidak mengetahui persis bagaimana koordinasi di internal department yang bersangkutan, yang bila bener beliau katakan proses ini sudah dua minggu hingga belum ready juga unitnya. Yang pasti – lepas dari ketidakmampuan workshop menyediakan unit dari batas waktu yang disepakati - bila ia mengatakan workshop tak becus, saya kira yang bersangkutan pun tak becus, atau katakanlah anak buah di perusahaannya lah yang tak becus, dan sebagai orang luar jelas saya lebih senang mengatakan sebagai atasan, yang bersangkutanlah yang tak becus.

Di sini ada proses antara deal dan deadline selama dua minggu, dan sebagai bentuk fungsi Managerial tentu yang bersangkutan harus memikili analisa proses dari waktu ke waktu hingga deadline dan keputusan – keputusan tambahan, mungkin bisa jadi adalah Plan B. Apa susahnya sih menelepon tiap dua hari sekali memantau ketersediaan unit yang akan disewa pada workshop ? terus memperhitungkan, “ Wah, kendala teknis terus nie, mesti ada alternatif sewa dari tempat lain kalau begitu ? “ gak susah saya kira

Dan mengenai kenyataan bahwa ia datang mengkonfirmasi pada hari minggu ( libur ) tanpa membuat janji jelas sebuah kesalahan. Yang bersangkutan panik, tampak sekali bagi saya. Termasuk saat ia memaki – maki karyawan workshop yang ditangan mereka penuh noda oli dan beberapa kunci pass ring ( Wah, sayang…saya lihat para karyawan workshop seperti pekerja baru yang lugu, coba seandainya mereka marah, bakal habislah beliau yang dari perusahaan berlabel asing itu )

Koordinasi kerja yang kacau, baik di sisi workshop maupun pihak penyewa unit. Tapi memang dasarnya saya hanya penonton di sana, jadi sebagai penonton yang baik tentu saja saya harus pergi sebelum pemainnya mengajak ikut main kan ?

Hehehe….point kejadian ini jelas menjadi pelajaran bagi saya


.

November 24, 2011

Alkisah : ... :D

.


Alkisah suatu hari dimasa akan datang ada seorang Kakek bercerita pada cucunya, mereka di tepi jalan lintas Samarinda – Tenggarong, sembari berteduh di sebuah pohon menikmati sajian es kelapa muda,

“ Buyung, lihatlah kau, dulu disana itu gunung, di sana dan di sana..... “
Sang cucu mengikuti arah tangan sang kakek, jangankan gunung, bongkahan tanah bukitpun tak ia temukan, yang ia lihat adalah danau – danau yang menghampar, terlihat indah karena beberapanya di olah secara sempurna menjadi tempat rekreasi alam. Tapi ia tak tertarik mengikuti kenangan masa lalu.

Lalu sang kakek diam, dan sang cucupun diam.

Tapi alam tiba – tiba ribut,
Pohon tempat mereka berteduh, batu – batuan di tanah, pasir dan segala benda menjadi bergunjing, mereka ingat kawan mereka yang hilang entah kemana puluhan tahun lalu, dan kawan tersebut bernama batubara

*Hehehehehe….sebenarnya mau post yang agak seriusan dikit soal kerusakan akibat pertambangan batubara, dan gak jadi…yang ini saja

Photo saya pinjam dari Mba Emil di sini

.

Oktober 18, 2011

Luthfi Zein

.


Luthfi Zein
Nama keponakan saya.
Kelahiran 15 Juli 2009
Normal seperti anak – anak seusianya, bermain dan terus bermain




Tapi si kecil ini pandai juga ngrajuk…
Pernah satu kali saat saya dan istri, ibu dan ayahnya memutuskan makan diluar, ia yang awalnya digendong oleh Ibunya tiba – tiba turun, dan ngrajuk....
Bener – bener ngrajuk, seolah gak mau ikut.....
Kami tertawa sama tingkahnya yang memusuhi Ibunya sendiri, cemberut dan selalu menjauh,
dan lebih tertawa lagi setelah tahu ia ngrajuk karena Ibunya tak membiarkan ia membawa pedang – pedangan miliknya. Jadilah saat itu si ufi kecil jalan bersama mainannya......

Moment yang terjadi ketika liburan saya dan istri di Banjarmasin saat lebaran kemaren

Sekarang si ufi kecil jatuh sakit, gejala muntaber....









Semoga cepat sembuh ya ufi ..... aamiin

.

Oktober 17, 2011

Rindu pulang....

.


Saya ingin menulis apa ya ?
tidak banyak cerita memang selain kesibukan rutin pegawai swasta rendahan, terlebih menginjak quartal akhir tahun.

Oh ya, istri saya sudah melahirkan…
Perempuan, kata orang cantik ia, putih ia, dan rupa seperti Ayahnya. Terima kasih selalu saya ucapkan,
“ Itu adalah do’a dek, jadikan pengharapan saja hingga ia dewasa kelak, karena kecilnya seorang anak tentulah sempurnanya ( yang terbaik ) penciptaan. Dan kita akan mengemban amanah menjaga kesempurnaan itu….. “
Kalimat yang saya kirim untuk istri, ketika membalas kiriman photo dan ceritanya tentang buah hati kami.

Hm, begitulah.
Ia ( anak kami ) terlahir tanpa kehadiran diri saya yang menemani Ibunya saat melahirkan. Mungkin akan terkesan jahat bila saya katakan saya tak bisa meninggalkan pekerjaan. Loyalitas, profesionalitas saya mungkin akan digurui.

Saya akan terima. Meskipun tentu ada cerita dibalik semua yang terjadi bukan ?.
Saya pulang pertama kali adalah saat 7 bulanan istri saya ( mohon maaf, mungkin perkara 7 bulanan masih sebuah hal yang pro – kontra di alam kehidupan ini, tapi saya mohon dimengerti tentang ’situasi‘ kebaikan bagi kami, semacam pertimbangan untuk dimaklumi dengan niat yang selalu berserah kepada Allah SWT tentu ). Tepatnya pertengahan Juli bulan lalu. Selanjutnya, kembali pulang ketika cuti bersama Idul Fitri – medio akhir Agustus hingga pertengahan September, dengan usia kandungan 8 bulan, oleh mertua dan keluarga besarnya diminta istri saya tetap di Banjarmasin. Tidak hanya mertua, karena semua pembicaraan sudah pula melewatkan Ibu saya, Nenek dan yang tua dari pihak Alm. Ayah saya.

Saya kalah, karena rencana awal adalah kami akan kembali ke perantauan dan melahirkan di sana. Rencana awalnya pula bada Idul Fitri tempo hari saya juga akan mengajak serta mertua saya dan adik ipar saya ke rumah kami di perantauan. Tapi dengan banyak pertimbangan semua rencana berubah. Dan konsekuensinya adalah saya tidak ada waktu lagi untuk pulang saat kelahiran. Cuti masa 2011 saya sudah habis, ( belum terjalani 1 tahun ) dan pertimbangan pekerjaan akhir tahun ( turut serta membentuk anggaran tahun 2012 ) yang sudah saya janjikan kesiapan saya menghandle hal itu, beberapa tugas workshop serta kunjungan pembesar perusahaan dari luar negeri sana.

Hingga di 30 September pagi adik ipar mengabarkan kondisi istri yang dalam proses melahirkan. Pagi, saat saya meeting ‘ review pengajuan anggaran ‘. Terkejut. Gelisah. dan banyak rasa; ketakutan, ketidakberdayaan, dan marah. Jujur saja, di sela – sela kesibukan bahasan, saya menangis. Dan beberapa jam setelahnya minta ijin untuk tidak mengikuti forum.

Kembali ke ruang kerja, saya tetap berusaha mengikuti perkembangan. Bagaimanapun jarak yang memisahkan tetap tidak meniadakan kenyataan bahwa ada seorang perempuan yang akan melahirkan di kampung halaman sana. Ia istri saya, dan akan melahirkan anak saya….

Jam 10:30, kabar baik itu tiba di telinga saya. Bayi perempuan dengan berat 2.7 kg dan panjang 52 cm, normal.
Alhamdulillah, saya langsung sujud syukur dan teriak melepas rasa. Rekan – rekan memberi selamat, telepon dari Banjarmasin, dan banyak hal tapi tak terlalu terhiraukan oleh saya.

Sekarang tak terasa melewatkan 2 minggu lebih usia anak saya. Cerita Ibunya tentang ASI yang tak optimal dari dirinya, dan Bilqis ( sebuah nama, InsyaAllah ) yang tahu bener kalau digendong/ diayun itu enak, hingga rewelnya bila ia direbahkan

Saya rindu pulang,
Sebenarnya ini yang ingin saya katakan setelah panjang kali lebar saya berusaha meluapkan rasa dalam tulisan ini.

Saya ingin berjumpa pada sosok kecil yang mengabadikan saya dalam sebutan seorang Ayah itu.




Mufida Bilqis Salsabila
( Sebuah nama, InsyaAllah )


.

Agustus 21, 2011

Sketsa - street children

.





“ Sebenarnya, aku takut tidur di jalan Ka
Banyak nyamuk dan dingin
Tapi kata mama rumah sudah kagak ada
Sudah di robohin sama Kamtib… “
( Emperan samping bangunan ruko tua sebuah kota…. )




“ Dulu, waktu saya masih kecil – kecilnya, saya dalam satu minggu kadang ada satu hingga dua hari makan nasi aking. Ayah hanya pekerja upahan di sawah milik Haji Imron, tetangga yang banyak sawah. Lepas masa tanam dan perawatan, Ayah biasanya akan pergi ke kota untuk serabutan, di akhir pekan biasanya Ayah datang dengan berbekal beras yang lebih baik, ikan asin dan gula – gula serta garam. Bila kerja Ayah banyak, maka akan ada lauk sedikit yang dibawa serta merta, kaki ayam, tempe dan tahu….
Kami yang kecil ketika itu tahu persis nasi aking bukan sesuatu yang enak dimakan, rasanya aneh. Tapi setiap kali nasi itu terhidang, Mama selalu mengatakan : ‘ Ayo makan, nanti kalian sakit pas Ayah datang ‘. Kami tentu tidak ingin sakit, karena bila ada yang sakit, Ayah akan mengeluarkan uang membeli obat, artinya kami akan menunggu lebih lama untuk tahu – tempe goreng buatan Mama. Jadilah nasi aking tetap kami lahap. Sembari menunggu sabtu malam yang Ayah akan pulang membawa beras baru, tahu – tempe dan kebutuhan rumah lainnya.
Tapi satu yang membekas saat itu adalah ucapan Ayah : “ Kalian masih beruntung, karena nasi aking masih menu pilihan. Tapi di lain tempat bisa jadi ini adalah menu utama keluarga mereka….

Saya ingat sekali hal itu, selain ucapan mama yang kami tidak boleh sakit, karena nanti Ayah tidak akan pulang membawa oleh – oleh makanan yang lebih baik…. “
: Karyawan swasta, seorang yang muda




" Bapak gak ada, Mama juga gak ada....
Aku sendiri "
" Lalu tinggal di mana kau sekarang de ? "
" Di sini..... "

( di bawah jalan layang sebuah kota )



" Aku punya cita – cita kok Om, aku pengen jadi presiden…."
( Anak itu tiba – tiba berlari mengejar truck BBM yang baru saja lewat dan membuka paksa valve samping tangki mobil itu. Bersama teman – temannya, ia mencuri….. )
: Jalan dekat depot BBM sebuah kota yang merambat macet





Anak itu keluar dari rumah, sebuah rumah bedak yang berdempet – dempet sepanjang gang itu. Jalan kecil. Ia bergegas, tergesa – gesa meninggalkan langkah kaki yang begitu saja ia tinggalkan di belakang.
Seiring langkah itu, suara gaduh menggema dari rumahnya. Benda yang dilempar dan bisingnya suara sumpah serapah laki – laki dewasa dan perempuan yang dewasa pula. Caci – maki…..
Lantas diri ini ingat cerita seorang anak : " Bapak sama emak tiap kali ketemu pasti berantem, saya gak ingin tinggal di rumah, mereka gak peduli saya….."

..........................

Ini semua hanya sketsa.....tapi photo itu ada dan mungkin cerita ini juga ada

.

Juli 18, 2011

SmS

.



Dulu, setiap hari minggu selalu saya sempatkan untuk menghapus sms/ data entry yang ada di dalam Hp saya. Maklum, Hp murahan versi buatan lokal ( atau buatan negeri asia timur ya ? ). Jadi quota inbox dan data sangat kecil
Nah, bicara soal kegiatan ini, sebenarnya memakan waktu bila dikerjakan di kantor. Apalagi saat ini saya tidak berada dalam situasi santai, sangat sibuk malah. Laporan plus deadlinenya sudah tertulis tegas dalam catatan saya. Satu persatu kembali membuka sms yang apakah masih perlu disimpan atau tidak….

Tapi begitulah, kadang saya terus mencoba memaklumi sekian lintas apa yang harus saya kerjakan. Tidak focus memang. Entah kenapa setiap kali melakukan sesuatu, tiba – tiba saja ada hal lain yang menjadi pikiran. Dan selalu menjadi pengganggu. Saat ini ya kumpulan sms inilah yang mengganggu saya. Saya jadi menyayangkan ketiadaan waktu melakukan rutinitas ini di akhir pekan. Ingin menyalahkan istri yang selalu ‘ memaksa ‘ saya berjalan – jalan di akhir pekan, sepertinya terasa tidak adil juga. Karena jalan – jalan itu pun tidak memakan waktu yang sangat lama, paling hanya berbelanja di pasar. Akhirnya satu hal yang saya sadari, saya begitu banyak menunda. Pekerjaan yang ringan ini terus tertunda oleh sesuatu yang lain. Menikmati tontonanlah, menikmati obrolan akhir pekan bersama tetangga rumahlah, dan masih banyak hal lain….

Hingga akhirnya Hp saya menjerit sendiri, over quota dan pagi ini saya memaksa diri untuk menghapus beberapa data entry-nya.

Soal pekerjaan ?
Sembari melakukan pekerjaan menghapus sms itupun ada email yang masuk minta secepatnya saya mengkonfirmasi suatu masalah dalam sebuah report di periode Juni lalu, dan bertuliskan segera untuk ditanggapi. Jadi apa yang harus saya katakan selain, menunda itu berarti menumpuk beban di pundak sendiri, benar gak ya ?

Au ah….saya mo mosting tulisan ini sebentar dulu ke MP
Nah, saya menunda pekerjaan lagi kan ?


.

Juni 12, 2011

#Indonesia jujur : Ny. Siami - tapi Ibu......

.


Kejujuran itu untuk apa ?
Masyarakat mungkin mencoba mempertahankan diri untuk tidak tergerus arus besar jaman yang sakit.
Saat sesuatu yang benar akan memicu unprestasi, saat sesuatu yang harus diperjuangkan berarti membunuh eksistensi diri sendiri yang masih tertatih untuk mencapai kebanggaan – bahkan sekadar kembali meninjau kapasitas anak kecil mereka yang berhasil lulus ujian, tanpa melihat proses yang dilewati.

Namun itu sebatas mungkin, akumulasi dari ketidakmampuan saya sendiri memahami sosial kultur masyarakat sekarang yang kian runtuh tereduksi dalam tatanan system kehidupan yang hampir tanpa nurani. Terpaksa, terkekang, terjajah dan tertindas oleh para manusia yang seharusnya mengayomi......

Kebenaran untuk bertindak, kebenaran untuk bersuara menjadi sebuah usaha yang hampir sia – sia. Tenagamu akan terbuang percuma. Suaramu akan serak sendiri, bahkan untuk terisak sekalipun setelah itu.

Kebenaran, apakah bisa disandingkan dengan skema dasar hidup manusia untuk bertahan hidup dan memperbaiki kehidupannya? Di lain sisi, nurani, bisakah seiring dengan realitas sehari-hari yang semakin ekstrim ?

Lalu, bagaimana dengan kita ?
Perlukah seseorang berbohong untuk 'mempertahankan' hidupnya ?

Pertanyaan yang nyinyir saya baca justru ketika saya melahap berita tentang Ny. Siami yang luruh di harapannya…..

Dengan tangan gemetar dan ketegaran yang dipaksakan, Siami kembali berucap, “ Saya tidak menyangka permasalahan akan seperti ini. Saya hanya ingin kejujuran ada pada anak saya. Saya sebelumnya sudah berusaha menyelesaikan persoalan dengan baik-baik. ”
_Surya online

................

Hm, tapi ibu….ingatkah ibu dulu tentang sahabat Rasulullah SAW, Abu Dzar Al-Ghifari….InsyaAllah anak Ibu akan seperti beliau dengan hati nuraninya.

Terus ajarkan ia kejujuran itu.....

Dalam rangka ikut sebuah upaya :
http://bincangedukasi.com/indonesiajujur-suarakan-dukunganmu-akan-kejujuran.html

.

Mei 31, 2011

( Arisan Kata 15 ) seorang karib kecil dulu yang lupa

.

Aku bertanya dengan sumringah bahagia,
dan ia menjawab antipati tanpa rasa

Aku kemudian terdiam di sudut ironi,
( di balik tirai hati )
Ia justru mengejekku, yang selalu sepi

Aku beringsut menyudut mencari mimpi
( mengenang ia yang dulu )
Ia justru menari ( lagi ), menamparku kembali dengan dunia yang aneh.
Suara langgam berharmoni inggil menabur merdu di kelopak – kelopak bunga....
bersama kupu – kupu, simpul simbiosis sederhana, tanpa rupa bahwa ia dulu belum mekar dan aku masih sebentuk larva.

Lengkap nian asa,
saat ingat serupa bedinde kami bercanda dan bekerja, memungut kata bersama di rumah seorang tua,
yang perapiannya membara membakar malam
lantas hal itu menjadi kisah asing saat kemudian ia bertanya : ‘ kamu siapa ? ‘


........................

Memeriahkan arisan kata edisi ke 15 di sini

.

Mei 24, 2011

Corat - coret sore ( Catatan ngawur )

.



Benturan kepentingan seringkali terjadi dalam koordinasi. Bila sudah begini maka akan ada kebuntuan, hingga teman yang sering bercanda tawa dengan kita pun kadang menjadi ’ musuh ‘ kepentingan dalam forum hanya karena ia berada dalam Department berbeda....dan bila makin panas, maka suasana di luar forum menjadi aneh.

Pekerjaan tidak terlaksanakan, dan orang – orang yang di bawah semakin mengalami kebingungan....

Jadi ingat dulu mereka pernah berteriak : beri kami keputusan, kami ingin menjadi kamikaze yang mati tanpa penyesalan.......

Tapi orang di atas hanya sibuk, sibuk memikirkan akan konsekuensi yang terjadi. Dan ketakutan untuk menjadi seorang yang bertanggung jawab. Pekerjaan paling mudah tentu adalah melemparkan tanggung jawab kepada orang lain. Tapi siapa sebenarnya yang memiliki tanggung jawab itupun sendiri tak ada yang tahu. Semacam curahan hujan dari langit. Semua terguyur basah, tapi tak ada seorang pun bersedia beranjak menyelamatkan seeokor anak kucing yang hampir mati di genangan air. Hanya seekor anak kucing, yang sebenarnya lolongannya pun tak juga ia tujukan kepada salah seorang, hanya ’ Ayo cepat tolong aku....' Itu saja. Dan semua diam, karena ....

’ itu bukan pekerjaan saya ’
’ Saya tidak punya urusan di sana ’
’ lho, kok kami…. ? ’

Sementara bagi orang – orang bawahan, inisiatif adalah sesuatu yang berbahaya. Bahkan bila pekerjaan itu terlaksanakan dengan baik, karena terlaksananya pekerjaan itu justru menjadi catatan bahwa pekerjaan itu ke depannya akan menjadi tanggung jawabnya. Maka jangan salah, atasan yang merasa terlangkahi akan cemberut hati menghadapi tingkah laku anak buahnya yang berprestasi, rajin dan mempunyai inisiatif tinggi. Membahayakan, karena akan banyak pekerjaan baru nantinya yang ditimpakan. Jadi diaturlah sang anak buah agar berada dalam sebuah ruang yang penuh pengawasan. Sebuah ruang yang ia meringkuk tanpa ada kesempatan ekplorasi diri. Menunjukkan kualitas, kemampuan dan dedikasi.
Bila sudah begini, maka anak kucing itu akan mati….Oh, mungkin bukan hanya anak kucing saja nanti. Tapi juga mungkin belalang, kuda, kerbau, sapi, burung, buaya, atau apapun, atau siapapun nantinya juga akan mati.

Dan orang – orang di atas akan kembali masuk forum bersama Bos besarnya yang marah, karena anak kucingnya mati, kerbaunya mati, buayanya tenggelam, dan semua investasinya yang tak berujung pada angka profit, karena ketidakbecusan orang – orang di hadapannya yang saat begitupun masing – masing masih bisa bergumam dalam hati : “ si Anu yang salah Pak, karena itu tugasnya….. “

Entah siapa yang masing – masing mereka sebutkan.

.

Mei 17, 2011

Ketika nenek bercerita.....

.




Dari cerita mama saya, bahwa nenek yang baru saja memiliki Hp menelepon beliau. Nenek minta dibelikan Hp sama salah seorang anaknya ( Paman saya, adik mama ) dan langsung minta diajarkan cara menggunakan gadget baru itu. Ramai nian mama bercerita sampai nenek dengan polosnya mengabarkan Hj. Bintang dan Hj. Ramlah sudah meninggal, hampir bersamaan di rumah sakit berbeda. Rekanan beliau dari masa tahun 50-an, masa kanak – kanak beliau hingga kini di usia renta. Nenek juga bilang beliau kini sendirian yang tua di kampung. Yang lain sudah pergi. Istilah pergi bagi nenek semacam isyarat bagi diri ya, mungkin....karena mama hampir menangis menceritakan ini sama saya.

Tapi bila mau berkata – kata tentang pergi pun saya juga ingin berbagi kisah seorang rekan yang mengingatkan saya tentang Bowo, pemuda desa yang dibanggakan kedua orang tuanya, karena bisa bersekolah di tempat yang favorit di kota kami.

Saat di sekolah, Bowo sudah terkenal akan kepolosannya, tapi memiliki normalitas di atas rata – rata. Maksud saya, dulu ia sempat kedapatan oleh beberapa teman sangat – sangat menyukai seorang teman perempuan, maka ia yang sangat polos atau sudah terbutakan oleh perasaan yang puber, dihasut untuk memberikan pernyataan cinta di depan khalayak ramai. Ia melakukannya, dengan bunga dan puisi. Sang perempuan lari, malu, tapi Bowo tidak, ia bangga.

Terus berlanjut, keluguannya dan kepolosannya dimanfaatkan oleh siswa - siswa yang menganggap ini lelucon garing masa itu, menurut saya.

Hingga di awal tahun 2007 ( kalau gak salah ) saya bertemu dengan seorang teman masa sekolah, kami berbagi kisah saat melewati waktu yang kami berseragam putih dan abu –abu itu. Hingga nama Bowo ada diceritanya. Bowo kembali ke kampung halamannya, tidak kuliah, meneruskan Bapaknya menjadi petani yang memiliki gudang beras dan mesin gilingan. Kadang – kadang di musim tunggu ia mengojek. Saya tersenyum, mungkin memang nasibnya untuk kembali ke desa. Tapi teman saya menutupnya dengan kalimat yang pergi : Bowo meninggal setahun yang lalu, karena sakit....

Tak terjelaskan sakit apa, dan juga tak menghayati lagi kata – kata teman saya, karena bayang – bayang seorang Bowo yang justru tersenyum saat diarak oleh teman ketika ia berhasil meyelesaikan adegan ’ katakan cinta‘ - nya kembali menghiasi ingat saya tentang sosoknya yang masa lalu.

Mungkin nenek pun begitu, hingga mama hampir berair mata. Nenek menceritakan teman - temannya yang sudah pergi, seperti kanak – kanak yang ramai hati bercerita.

Mungkin pula suatu saat nantipun saya juga akan bercerita seperti nenek, hanya saya belum bisa menerka kepada siapa saya berbagi tentang mereka karib yang lebih dulu pergi, lantas menutup cerita itu seperti nenek : Nda sorangan haja lagi...... ( Aku sendirian saja lagi ).


.

Mei 12, 2011

Ruslan

.


Namanya Ruslan, seorang operator Tractor Equipment, ( konon ) berasal dari daerah terpencil di Sulawesi dan kini merantau di daerah terpencil juga di Kalimantan. Sama saja, tapi ia tak pernah kembali ke kampung halamannya. Ia ditempatkan di satu lokasi pembukaan areal baru yang bila saya bahasakan, bukanlah kita yang berteduh di bawah rindang pepohonan bahkan sawit pun, tapi mereka yang menjadi payung bagi tanaman ( bibit ) sawit yang baru ditanam itu. Lha wong areal baru dengan penanaman baru. Tugas utamanya adalah memobilisasi pekerja lahan sembari melangsir pokok – pokok bibit sawit dari nursery ke lahan, langsir pupuk dan kacangan.

Oh ya, unit yang ia bawa adalah unit peninggalan lama. Bontok, hancur, dan rentan terbatuk – batuk di tengah lahan.
Maaf, ini hanya bahasa saya untuk unit – unit yang menurut saya tak layak operasi, tapi masih bisa dipaksakan sampai Bos mencoba sendiri, dan itu tak mungkin. Jadi kesimpulannya semua unit macam yang dipakai Ruslan itu adalah layak pakai atau harus dipakai.

Massey Ferguson, saat ramai orang sudah menggunakan tipe 440, Ruslan kebagian versi lama, MF 390….tapi ya gak papalah, kan masih layak ( baca : harus ) dipakai dan Ruslan pun membutuhkan unit itu jalan untuk jalan juga kegiatan dapur pondokannya.

Konsekuensi dari penempatan di areal baru adalah kurangnya fasilitas. Boro – boro untuk mendapatkan fasilitas di luar rumah macam tempat istirahat atau taman emplacement, lha wong rumah mereka sendiri masih pondokan macam kaum pekerja ladang berpindah saja. Apa adanya dan mesti legowo nerimo.

Saat ada kesempatan ’ jalan – jalan ’ ke lokasi tersebut saya hampir nangis, bener – bener ingin menangis saya, bukan karena melihat pondokan yang tambal sulam itu, dengan bedeng – bedeng yang dari luarpun saya sekilas bisa melihat di dalam rumah isinya apa saja, tapi melihat anak – anak yang bermain – main di antara hal – hal yang seadanya itu, dan sebuah musholla yang ....

Allahu Akbar, meski seadanya dengan dinding yang tak teratur rapi karena bekas – bekas dari kayu olahan yang didapat dari sisa sawmill yang sudah mati suri di lokasi terpencil ini, mesjid itu benar berfungsi sebagai rumah Allah.......

Kembali ke Ruslan.
Ruslan adalah manusia biasa yang tentu juga mencoba mendapatkan perhatian dari Department tempat ia bernaung. Saya mengerti itu. Dan setiap kali ada bertemu orang macam saya, yang notabene satu Department dengannya dan ditempatkan di areal yang udah agak mapanan dari ia, Ruslan selalu menyempatkan diri untuk.....bersilaturrahmi.
Berbagi, bahasa sederhananya seperti itu. Tapi Ruslan lain....ia lebih sering menanyakan sesuatu perihal saya daripada saya yang menanyakan kabar dirinya. Entahlah, ia pandai mengolah situasi psikologi saya dengan baik sembari menceritakan ’kamp‘ nya itu. Di antara keprihatinan saya akan situasi dirinya, pemandangan akan mereka yang masih beratapkan daun itu, anak – anak kecil yang ada saja tertawa mereka ketika berkejar – kejaran di antara pondok, dan ketidakmampuan saya berkomunikasi dengan tata krama yang coba menghibur hati, ia justru memaksa saya menjawab pertanyaan dengan kalimat : " Alhamdulillah, baik."

Saya merasa menjadi jahat sekali. Dan langsung berubah marah setelah pertemuan itu. Marah pada diri sendiri. Saya merasa tak harus bertemu kenyataan macam itu, yang saya benar – benar tak bisa berbuat apa – apa untuk sesuatu yang seharusnya diperbaiki.

Sekembalinya saya ke kantor, satu kalimat yang membuat rekan – rekan lain agak bingung : ' Pastikan saya tak bertemu Ruslan untuk beberapa lama.... '

Tentu saya tak ingin mengatakan bahwa saya merasa seperti orang yang sangat jahat sekali saat berhadapan dengan manusia yang sebelum saya pergi sempat ia minta tolong untuk jatah berasnya dikirim duluan itu......

.

Mei 10, 2011

Mana Ibumu Dek ?


Mana ibumu Dek ?

Pertanyaan itu begitu tiba – tiba meluncur dari seorang muda di samping saya, pertanyaan yang ia ucap pada seorang anak kecil yang berjongkok di lantai, di antara manusia yang menunggu di peron sebuah terminal. Pakaiannya lusuh, menghitam minyak dan debu. Ia sibuk dengan dunianya, bermain dengan sebuah kayu yang hampir pasti bisa saya tebak itu adalah kerencengan ( alat musik yang sekenanya dari kayu dan kumpulan tutup botol ). Anak itu tak beranjak jawab atas pertanyaan tadi, sang pemuda melihat saya dan mengangkat bahu……ia mengakhiri keinginan tahuannya, juga saya yang mengambil kesempatan ingin mengetahui juga….

Tiba – tiba anak itu berdiri dalam hitungan detik, entah ia mendengar pertanyaan itu atau tidak, yang pasti ia menyempatkan menatap saya dan juga menatap pemuda di samping saya. Mata kami berada dalam garis lurus yang sama, menghunjam mata kecil itu yang kini terlihat angkuh dan sombong, sebelum akhirnya ia pergi berlari ke gerbang dan hilang di kerumunan calon penumpang yang datang…..

“ Mana Ibumu Dek ? “
Saya pikir anak itu sudah memiliki kesombongan manusia dewasa untuk mendapatkan pertanyaan ‘ miris ‘ macam ini….

Atau justru sirat mata itu adalah sebuah jawaban, “ Tak di mana, tak kemana. Ia tak peduli saya “

.....................

Saya mengingat kejadian ini karena mendengar sebuah lagu yang selalu saya ulang untuk di dengar : Ibuku - Rara




photo saya ambil dari sini, hanya sekadar ilustrasi wajah itu saja


.

April 25, 2011

Sigh

.


Saya tidak pernah menceritakan dengan baik pada istri saya tentang siapa saya di kantor. Saya hanya mengatakan saya hanya seorang employee yang biasa sekali. Tidak ada sesuatu yang penting atau sesuatu yang pantas diomong besarkan. Malah seringkali hanya membahasakan bagai seorang pesuruh saja. Di minta mengerjakan ini, hayuk. Diperintahkan itu, ya laksanakan. Ujung – ujungnya seringkali kata buruh kebun terlontar sebagai kesimpulan yang saya buat sendiri.

Dan istri selalu diam. Entah dia lantas berpikir bahwa itu kenyataannya, saya tidak peduli. Apakah dia berpikir suaminya yang terlalu merendah, bahkan dihadapan ia yang istri sekalipun, ah saya pun tak peduli. Yang pasti ia tahu gaji saya berapa, tunjangan saya berapa, Pph 21 saya berapa ataupun potongan asuransi dan pulsa maupun flash saya berapa.....

Saya sengaja membahasakan seperti itu, meskipun di sisi lainnya saya selalu mendeskripsikan dengan baik posisi dan jenis pekerjaan teman – teman lain yang saya memperkenalkan padanya, atau menceritakan padanya beberapa staff yang sesekali bertegur sapa di lapangan, saat jalan bersama akhir pekan dengannya.

Dari sini saya mencoba menerka : bagaimana ya tanggapan pembaca tulisan ini dengan sikap saya......

Terus, setiap kali ada acara kantor atau beberapa kawan, saya hampir selalu datang sendirian. Tanpa istri. Bila ini saya tentu tak ingin disalahkan sendiri, karena istri saya pun ikut andil kenapa saya hampir selalu begitu. Ia tidak mau ikut. Sederhana sekali.....

Lalu, istri sayapun tiap kali yasinan selalu menyakinkan saya bahwa ia bukan siapa – siapa di kumpulan Ibu – Ibu itu, meskipun sebagai alumni pesantren di Martapura yang selalu membawa kitab wirid Guru Sekumpul itu ia selalu terlihat paling anggun. Jangan marah, ini adalah hak saya mengatakan seperti itu, karena yang saya bicarakan ini adalah istri saya sendiri, dan yang penting lagi ini adalah tulisan saya.....

Saya seorang buruh saja dan istri saya pun hanya istri seorang buruh. Cukup indah sekali bukan ?

Sekarang suasana di kantor cukup menegangkan. Karena para karyawan hampir memutuskan untuk mogok kerja karena penyesuaian basic salary dengan UMK KuKar kok rada gak terlalu menyenangkan untuk diterima. Rame mereka mengembalikan SK penyesuaian grade dan basic yang sebelumnya dibagikan. Hingga deadline satu minggu ingin ada keputusan, jadi macam ancaman untuk harus ada yang dilakukan. Bukan saya, tapi orang yang jauh di atas saya, lha wong saya cuman buruh saja kok, tapi sejumlah telepon, sms, cukup mengganggu. Benar – benar mengganggu, dan kita harus selalu berbaik – baik kata untuk memberi penjelasan yang mendinginkan suasana. Belum lagi beberapa yang hadir bertatap muka dengan tampang yang begitu ingin cari perkara saja. Sementara pihak HR Department seperti orang bisu yang di ajak bicara, mengatakan kebijaksanaan ini sudah diputuskan hingga tingkatan BoD, menyedihkan.

Bingung. Ingin benar berbicara seperti pada istri, bahwa salah alamat untuk menghubungi saya, meminta penjelasan sama saya juga gak bakal ada jalan keluar. Lha wong saya bukan siapa – siapa juga. Terlebih setelah mempelajari kehidupan di sini, maka saya hanya bisa mengajak diri untuk diam, karena sepatah dua patah kata akan jadi issue yang mudah dikembangbiakkan hingga beranak pinak dan gak bisa dipertanggung jawabkan, jadi ya sudah…diam lebih baik, meskipun di depan saya, berbagai macam ekspresi wajah menanti.

Malam tadi sebenarnya sudah sedikit curhat sama istri, tapi dasarnya saya bukan siapa – siapa dan istri saya juga mengerti saya bukan siapa, dia cuman bilang : ' biarkan mereka yang di atas itu memikirkan Bang….'

Ah De, seandainya kau tahu, pagi ini beberapa orang yang di atas itu malah ramai membicarakan bonus tahunan yang konon katanya juga gak sesuai ama kerja mereka……

.

April 06, 2011

( Arisan Kata 14 ) Ibu dan Adiknya

.


Sebuah puisi ia tulis ketika seorang perempuan menyapa padanya dan sebuah boneka kayu yang terdekap. Mengajaknya beranjak membuka pintu – pintu malam. Di etalase dan rumah – rumah yang tertutup rapat. Musim jatuh salju, dan mereka kedinginan. Di sudut kota mereka membeli api unggun dari para lelaki tua yang bersemedi mengajak api bercerita tentang panas, tentang hangat.

Senandung langkah kaki hewan penarik kereta seperti lirih desir angin yang menyapa beludru di mantel sisa – sisa masa lalu. Mereka terus beranjak susuri utara. Meninggalkan ringkihan kecil bernada sumbang dari derap makhluk berponi nan tua itu. Menarik tuannya.

Di sebuah monument sang perempuan tiba – tiba berhenti. Ia mendekat pada sebuah patung seorang anak kecil dan seorang perempuan tua yang mendekapnya. Di dalam sangkar, seperti sebuah pertahanan dari erosi jaman. Perempuan itu lalu mengulurkan tangan kecilnya, mencoba menerobos antara jeruji, sehingga terlihat pucat tangan terulurnya. Menyentuh, menelusuri relief dari jemari, dan perempuan itu menggenggamnya. Ia hanya takjub, menancapkan sebuah terka, perempuan itu berdiri menggenggam rindu.

Dan anak itu, perempuan itu menghadiahi senyum, karena sosok itu tidak seperti boneka kayu yang masih didekapnya, meskipun kaku. Lama perempuan itu mengabadikan beku, ketika tiba – tiba ia berpaling menatapnya. Sembari mengacungkan boneka kayu padanya……


Sebuah puisi ia tulis ketika seorang perempuan menyapa padanya. Mengajak menemui : Ibu dan adiknya…..

......................................

Mencoba mengikuti ( lagi ) arisan kata yang di adakan oleh rekan di sini.

.

April 02, 2011

Saya menulis ini bukan karena saya mengeluh lho ya :D

.


Saya harus menulis apa ?

Bingung.

Satu hal yang lepas dari segala kemungkinan yang sempat saya prediksi setelah memutuskan berkeluarga adalah saya banyak hilang waktu - yang bahkan sedikit jeda untuk berhadapan dengan Microsoft word yang blank, mengetikkan segala sesuatu yang tiba – tiba terlintas dalam benak.

Saya bukan penulis dan dari awalpun saya tidak memposisikan diri sebagai manusia yang cakap bila berurusan dengan kata – kata. Tapi benar seperti yang beberapa rekan katakan, menulis bisa jadi adalah sebuah kebutuhan untuk mengalihkan dunia nyata ke dalam situasi yang agak lebih…..apa ya ? mungkin bisa dikatakan akan menjadi beda. Aneh memang, terlebih bila beban pekerjaan dirasa akan membuat konslet otak, maka pilihan untuk bermain – main di postingan temen ato di wall FB temen jadi hiburan tersendiri.

Hm, lagi mikir apa juga ini…..

Oh, saya tertarik dengan satu note kawan, dia bilang begini :
Suka gimanaaa gitu kalo liat temen yang suka ngeluh di fb. Sebel iya, kasian iya. Sepertinya, bebannya berat banget ---> "Ya Allah, kenapa ini.. Ya Allah, kenapa itu. Ya Allah, semoga di balik semua cobaan ini.. Ya Allah, aku ingin mengakhiri hidupku saja.." Dst.. Dan sehari bisa berkali2. Berpikiran positif, bersyukur, melihat ke bawah ke orang2 yang kehidupannya lebih susah, mungkin bisa jadi tips untuk mengurangi keluhan2 kita..

Terus direplynya saya juga nglihat kalimatnya :
Saya ga suka itu, karena hampir tiap statusnya berisi keluhan. Tidak ada semangat positif

Contohnya:
Ya Allah, kenapa aku gendut?
Ya Allah, betapa berat ujian yang kau berikan
Ya Allah, aku tidak sanggup lagi hidup
Ya Allah, tolong cabut saja nyawaku


Tiba – tiba jadi ingat sebuah kalimat dulu yang sempat membuat saya merah padam menahan marah : ' Maaf Pak, saya gak bisa melayani keluhan Bapak '
Ingin rasanya menghajarnya. Sosok tengil yang dengan soknya ucap kalimat macam itu. Tapi apa ? Saya tersudut ejek sendiri. Untung ini adalah pembicaraan empat mata di ruangan yang luas.

Serta merta saya memotong ucapan saya pada dia, ucap keluhan.
Kemudian saya berbalik kembali ke meja kerja saya.
Ia seorang karyawan seperti saya, seorang rekan, seorang sahabat, seorang yang meskipun berada di bawah structure tapi mempunyai ketegasan terhadap pasal 1.
“ Bapak bisa jadi atasan saya, tapi melayani keluhan bukan bagian pekerjaan saya “, mungkin seperti itu….

Ahk, keluhan ini ternyata membutuhkan pelayanan untuk di dengar, untuk diperhatikan ya.

Kemudian jadi merelate dengan konyolnya seorang kawan ; aku mengeluh, oleh karena itu aku ada….

Nah lho ?

Ada sebuah kalimat pendapat di masa kini : manusia memang memiliki kecenderungan untuk mengeluh….


Stop, tentu ini adalah sebuah kesimpulan yang tidak berdasar bukan ?
Saya lebih senang mengartikan adalah manusia akan terbentuk dari apa yang telah terlewati olehnya, yang diajarkan ataupun yang terajarkan, yang terekam ataupun yang memaksa untuk menjadi bagian dari kesadaran diri.

Dari sini saya akan bisa mengatakan, bila seorang yang suka mengeluh, - cenderung intense mengeluh, skeptic, apatis dan ke-negative-an dirinya, maka tentu boleh kita pelajari kenyataan seperti apa yang berada di masa lalunya.

Sebenarnya kesimpulan ini hanya bersifat external analysis, karena sebenarnya pun manusia memiliki sebuah kepribadian yang mampu membentuk kejiwaannya. Dan bila sudah begini, kemampuannya untuk mengolah factor eksternal justru akan menjadi dasar akan menjadi apa dirinya, boleh jadi ia memiliki 'imun' yang kuat sehingga kenyataan yang pahit sekalipun justru membuat ia menjadi pribadi yang tangguh di masa mendatang….

Seperti beberapa sahabat yang saya kenal dan beberapa kenyataan yang sayapun melihat mereka melewati semua itu.

Jadi, saya menulis ini bukan karena saya mengeluh lho ya, hanya ingin berbagi saja.

Salam dan terima kasih untuk Mba Andiah yang saya copy notenya

.