Powered By Blogger

Februari 25, 2011

tik tak tik tak tik HARI

.

Jumlah nama hari memang hanya 7. Tapi sejak kapan bermula dan berakhir aku tidak tahu. Aku hanya numpang terlahir lalu menghilang….

Terlahir di antara bilangan hari, dan sungguh aku pun lupa hari apa aku dilahirkan. Bukan sesuatu yang penting. Mungkin karena tidak ada pertanyaan tentang ‘ hari apa kamu dilahirkan ? ‘


.

Februari 21, 2011

Empirisme

.


Tahukah kalian, ternyata kaki kerbau itu ada Delapan...Dua di depan, dua di kiri, dua di kanan, dan dua di belakang
....luar biasa...

ini sering jadi contoh saya kalo ngajar metodologi riset ... kehati-hatian dalam menarik kesimpulan empirik ... hehehe .. juga kisah belalang, pernah dengar ?
seekor belalang ditaruh di meja, lalu dikagetin pakai suara tembakan, dan belalang pun terbang .. lalu belalang dipatahin kaki belakangnya yang besar, lalu dikagetin kembali, dan dia diam saja ... kesimpulan penelitian, belalang kalau dipatahkan kaki belakangnya jadi tuli ...

( Ngambil dari wall FB seorang teman, informasi yang menarik hati untuk dituliskan )


Menarik bagi saya. Dalam memahami situasi, kejadian, dan segala data input yang masuk ke dalam system di dalam diri saya. Hati – hati mengambil kesimpulan, kesimpulan yang hanya mengemukakan data – data secara langsung, tanpa analisa proses sebab – akibat.

Sekedar share saja sih, sedangkan untuk lebih jauh memahami empirisme silahkan klik di sini.


.

Situasi tanah rantau

.

Lama tak menulis. Eh, maksud saya menulis yang agak seriusan dikit. Soalnya kemaren agak nglebay banget dach maen sajak – sajak or puisi

Baiklah, themanya adalah karyawan. Ya karyawan macam saya ini, and seperti beribu orang yang menancapkan ikhtiar mencari rejekinya di perusahaan perkebunan yang konon dimodalin orang London sana. Sayang saya gak bisa ngasih nama perusahaan tempat saya kerja, agak sensitive sih….hehehehe.

Konon ?
Iya, konon. Soalnya saya gak menyentuh sampe data pasti tentang flow capital perusahaan ini, joint-venture kah, pure PMA kah, ato yang lain mah…meneketehe.

Update beritanya sih agak memprihatinkan. Saya kira, perusahaan ini agak sedikit mengalami masalah. Paling gak setelah melihat banyaknya karyawan yang mengundurkan diri. Dulu, di medio akhir 2008 hingga awal 2009 berpuluh – puluh assistant lapangan resign, pergi bertualang ke negeri tetangga. Eh, maksud saya company yang beraliran sama : Agronomi. Sinar Mas, Astra, Minamas, Triputera, Rajawali, Djarum, banyaklah.

Perusahaan terhenyak, sehingga kalo gak salah di awal tahun 2009 perusahaan memutuskan kebijakan yang revolusioner berkaitan dengan salary tingkat staff perusahaan. Lumayan mendapat apresiasi dari para assistant lapangan, Mill, Bulking Installation and tenaga ahli di Central Office.

Sekarang, seperti thema di atas : karyawan. Karyawan biasa saja memang. Yang levelnya gak setinggi staff tapi mempunyai ilmu or skills yang boleh jadi menjadi bagian dari penentu kelangsungan system yang udah terbentuk. Mereka banyak mengundurkan diri. Mulai dari Afif ( Purchasing sebuah Estate ) pergi dan bertualang di perusahaan agronomi yang lumayan punya nama. Ana, Jr. Accounting Mill, diterima di perusahaan tambang di kampung halamannya sendiri, Berau. Niken – Sr. Clerk Mill yang kembali pula ke tanah jawa, konon menjadi PNS. Prioko, staff ( OA ) Estate yang merasa tak connect dengan Managernya, pergi ke tanah Grogot. Saya mencurigai Astra yang menyambutnya. Mba Santi, Jr. Clerk di Central Office mengikuti suaminya, Prioko mencari harapan baru. Satu – satunya kenyataan yang sangat terlihat bahwa mereka mendapat pekerjaan di negeri tetangga ( lagi ) yang membutuhkan tenaga mereka, dengan position dan fasilitas yang tentu lebih baik. Bisa saya katakan mereka berkesempatan meng-upgrade segala sesuatu yang sudah mereka dapatkan di sini, perusahaan ini. Bargaining and terciptanya new agreement pasti ada.

Lantas apa yang salah ?
Hm, gak ada. Apalagi bila melihat kondisional umum bahwa persentase pengangguran di Indonesia ato Kalimantan khususnya masih ada. Masih banyak, dari tenaga terdidik, tenaga terampil, sampe yang gak terdidik – gak terampil tapi punya kemauan keras buat kerja.
Yang bisa dikatakan ‘ salah ‘ adalah bahwa akan semakin diperlukannya lagi waktu untuk mengkondisikan sumber – sumber daya baru pengganti nantinya dalam situasional perkebunan. System administrasi, situasional birokrasi, sampe hal – hal yang agak ngpolitik di wilayah Managerial. Pokoknya mengkondisikan seseorang tersebut dalam tekanan. Dan bagi beberapa atasan yang kehilangan bawahan jelas ini menjadi semacam tantangan baru untuk men-settle kembali ruang pekerjaannya.

Saya pribadi jelas mendukung keputusan rekan – rekan tersebut. Bila ada kesempatan mendapatkan income atau fasilitas ataupun situasional kerja yang dirasa baik, kenapa gak ?

Dan sejujurnya, situasi di kamp inipun agak kompleks. Berhadapan dengan beribu manusia yang beragam budaya, watak dan temperamental sering membuat beberapa sumber daya manusia dari kota menjadi ciut nyali dan tak mengembang. Tanah pedalaman yang keras, sisa – sisa dari sosialitas kejayaan masa kayu.

Tapi lepas dari apa yang terjadi di perusahaan ini, saya nyatanya adalah bagian darinya, paling tidak hampir 6 tahun terakhir perkembangannya. Saat pertanyaan hadir soal ‘ usaha ‘ untuk mencari ‘ agreement ‘ baru hanya terjawab sekenanya saja. Belum terpikirkan dan belum ditawarin

Itu saja sih, bahwa ada beberapa rekan sejawat dari Divisi or Department lain pergi meninggalkan kebersamaan dalam beberapa koordinasi kerja cukup mengganggu kinerja di ruangan saya. Kembali membuka komunikasi baru dengan orang yang baru pula.
Jadi ya begitulah, ditinggalkan itu benar – benar gak enak

..................

kadang saya berpikir apa tulisan ini saling nyambung ya ?,
hehehehe, peace dach. Cuman mau ngbagi situasi saja kok



dan mohon maaf kalo kami agak sedikit narsis


.

Februari 20, 2011

Write in the night sky

.


Ku kira kau akan pergi ke langit dan menuliskan sajak di sana
Atau mengajarkan bintang – bintang agar menjadi pendongeng
Tapi kau malah memilih bercanda dengan kopimu

Ku kira kau akan bermain boneka,
Tapi lagu jazz itu sangat mengganggu
Bonekamu tertidur,
Dan lagi, aku kau tinggalkan bersama sebatang pena

Ku kira kau seorang petualang
Kau jelajahi tiap lekuk kota tua
Ranselmu penuh, penuh dengan ide – ide yang mekar layak bunga
Tapi kadang kau lupa membawa sebotol mineral
Hingga seorang teman akan menceramahimu tentang sebentuk perut yang kadang kau aniaya ia.

Tapi ku kira aku salah,
Karena dongeng pun sebenarnya hanya punya mama
Mama cerita : puteri itu bukan manusia salju, bukan pula Cinderella
Tapi ia perempuan di batas imajinasi : antara ufuk langit, seperti senja
Senja yang menanti gelap tiba
Sebelum bulan meneranginya

Atau kau yang meneranginya ?

.

Februari 17, 2011

Rinjani. Dipuncaknya, Renjana hatimu akan.....

.



Ia, seorang perempuan yang paruh baya :
“ Kau tahu Rinjani ? Dipuncaknya, renjana hatimu akan menggebu – gebu menggapai cinta ? Di sana ada Dewi….. “

Aku tak tahu…
Sekejap saja hati mengesampingkan ide betapa akan lebih indah bila kulalui senja berparas biru bersiluet jingga, yang jatuh di ufuk dan hamburan warnanya menyentuh lembut relief – relief Batara Siwa, reruntuhan istana yang konon dulu sempat berkumpulnya harapan seorang ksatria, Bondowoso sang pecinta.
Ahk, terlalu melankolis. Bagaimana bila Bondowoso yang terlupa……?
Terasa manis terdengar, seperti tembang langgam jawa pengantar tidur untuk sebuah dongeng anak Kalimantan macam aku.
Ya, macam aku…..

Bingung mengandung mengartikan ironi, tiba – tiba seekor kuda Sumbawa berpelana raja menghampiriku, mengajakku menembus batas imajinasi. Tanah timur. Melesat menyusul matahari yang merangkak perlahan di arca - arca keabadian….
Ringkihnya merdu, seperti dayu gamelan, gemulai membentuk nada – nada harmoni yang inggil, atau seperti alunan seruling sunda yang memantul di lereng – lereng bukit. Lantas kemudian menyeretku pada suara chordophone senar sasando yang dipetik oleh perempuan – perempuan tua penenun pucuk – pucuk padi, kala para lelaki secara sepihak memutuskan berpesta tua di altar pura. Bergetar dawai, bergetar pula hatiku.

Sembrani dari tanah timur melesat kian jauh, menikung di angkasa, membelah stratus. Lantas olehnya dipertemukannya aku pada seorang yang lama, Ibu ?

Oh, ia bukan Ibu, tapi ia mengulurkan tangan untuk menyentuh, seperti Ibu
: Anaknda, dongeng tanah ini adalah rindu. Kau mungkin akan berjumpa bidadari yang ia tersenyum tapi tidak pernah kau tahu untuk siapa ?

Mengapa mungkin ?
Tidakkah akan ada probabilitas bahwa perjalanan ini menjadi sia – sia Ibu ?

“ Di sana ada Dewi, tapi kau mungkin tidak akan menemuinya, maaf, membuatmu sudah berimajinasi…..”,
Aku menjadi benci diri, aku berusaha mengadili kata mungkin, dengan penjabaran sekenanya tentang batas hingga, mimpi dan hasil kata yang sebaliknya….
Dalam hati. Aku tak punya kata – kata, mulutku kelu, nafasku sesak menderu di antara udara yang setipis sutera negeri melayu, karena ada hasutan lembut di batas – batas kabut kumulus untuk aku segera menelusuri sisa – sisa jejak bidadari di negeri itu, tanah sasak.
Mereka adalah kaum yang bekerja keras untuk menumbuhkan cinta pada hati, pada hati yang datang - ( meskipun tak kan sempat kau temui bidadari itu ), kemudian pergi

Kulihat mereka menggelar pesta, di antara tubuh para lelaki yang terajam penjalin, berdarah –darah dan para wanita anggun yang kadang masih menyunggi sesajen dengan sekelopak kamboja di telinga kanan, mencandai anak – anak dan senyum. Aku berlalu….

Kuda Sumbawa meringkih, menukik tajam hingga ia tenang berbalut angin. Derapnya terus mencanda angin pantai Senggigi, melewati deburan yang merayu putih hamparan pantai, dan kembali menuju pusaran keindahan.

Rinjani ?
Benar Rinjani, bisikan halus mengkabut seperti ratapan mantra Ibu mengawali dongeng. Di antara debu – debu kaldera, ku rasa hembusan bayu yang datang dari kolam para makhluk gaib yang konon memiliki hati seperti manusia. Segara Anak. Menciptakan leluhur, leluhur bagi tanah ini.

Tapi Rinjani, Seorang Dewi yang bertahta tak juga menerima tamunya.

Atau mungkin karena Renjana akan cintaku masih tertaut di tanah sendiri. Hingga aku bukan seorang yang pantas diperlihatkan olehnya, wajah seorang puteri yang tak direstui dan memilih tapa sebagai cerita abadi…..?

Sembraniku melesat.

“ Kau tahu Rinjani ? Dipuncaknya, renjana hatimu akan menggebu – gebu menggapai cinta ? Di sana ada Dewi….. “,

………yang tak ku temui

.

Februari 15, 2011

AR12 : Suatu masa dalam jenak perjalanan - Mahameru

.



Suatu masa dalam jenak perjalanan tanah jawa,
Ia adalah perempuan dengan polah ayu yang bermain – main dengan batang bambu,
mendekatiku, dan berbagi cerita

' Mahameru ', ia mendongeng
Konon seorang ksatria datang tanpa tapa.
Mengoyak beranda langit dan mengajak berontak sekumpulan gerimis
yang dari mendungnya lama tak dilahirkan. Menyentuh tanah
dan menelusuri lekuk – lekuknya,
menciptakan oase di padang tandus,
hingga jernih air tersebut menghamili serabut akar – akar ilalang yang terpendam lama.

' Kau akan bertemu mereka, Oro – oro Ombo dan Ranukumbolo..',
yang di dekatnya kala senja kau mendapati dunia yang surga….

Kemudian seorang bidadari turun dari kayangan,
mengantar hadiah persembahan para dewa, pelangi,
Melewati pepohonan.

' Kau lihat wahai laki – laki, daun – daun cemara di atas sana.
Bidadari itu menitinya dengan gemulai. Ia menari….'

Hanya kala gerimis di antara spectrum matahari,
karena bila tidak, kau akan terbius berkawan kabut…

Perempuan itu hampir saja beranjak, mengakhiri cerita
Hingga sebuah tanya kembali membuatnya menoleh,

“ Bidadari dan Ksatria, begitu sajakah ? “

Ia tersenyum,
“ Ya begitu saja, mungkin mereka berdua ada di pendakian cinta,
atau di batas Arcopodo, bahkan mungkin sudah melayang ke langit,
membawa edelweiss yang ungu,
sebagai kredo bahwa yang indah akan terlihat setelah upaya “

Sesaat terlihat Wedhus Gembel kecil mengejek di atas sana,
Mengalih pandang, karena ia - perempuan itu tiba – tiba menghilang dalam keramaian Ranupani.
Dengan senyum,
Dan selendang yang sepertinya dari langit.

Mahameru, ia mendongeng tentang rumah para dewa dan kayangan, yang bidadarinya adalah ia sendiri ?
Mungkin…..

......................................

Saya gak tau ini bisa disebut puisi ato gak, yang pasti mo ngabsenin arisan kata edisi 12 yang ada di sini. Bagi yang mo ikut silahkan klik linknya ya, biar bisa belajar melatih penggunaan kata - kata

.

Februari 07, 2011

Dijodohkan ?

.




Pada malam yang lalu….
Seorang teman lama tiba – tiba memulai sapaan chattnya pada saya. Agak sedikit larut dan sesuatu yang tak biasa. Kami sudah connect lama di YM, tapi sangat jarang bahkan boleh dikatakan hampir tidak pernah berkomunikasi via fitur ini. Hanya sekadar lalu menempelkan ID masing – masing di contact messenger list.

Awalnya adalah kabar, selanjutnya pertanyaan – pertanyaan, saling berbagi situasi dan kondisi. Secara umum adalah sama. Saya bekerja di swasta, dan sengaja pula saya beri identitas lengkap swasta kapitalis, agar lebih bisa ia memahami betapa saya seringkali menghadapi pasang surut hati saya sendiri dalam mencintai pekerjaan, sementara ia adalah Pegawai Negeri Sipil di PEMDA sebuah kabupaten negeri ini.

Yang berbeda mungkin adalah titik capaian penyempurnaan separuh dien ini. Saya sudah lebih dulu - Alhamdulillah, sementara ia sendiri masih belum. Saya sedikit bercanda saat mengatakan kalau ia bertolak ukur seorang artis dan langsung terblock oleh kalimat : ' gak juga begitu….'

Selanjutnya ia juga membuat saya bercerita tentang bagaimana proses saya bertemu istri dan menikah. Yaps, berceritalah saya….

Ia kaget, "....kok bisa ?. Kau sendiri yang ingin ato apa ? "
Pertanyaannya adalah tentang pilihan, bahwa kenyataan saya minta dicarikan jodoh oleh keluarga saya sendiri sempat membuat ia menampilkan kata, '" pasrah banget kau " '

Saya tertawa
Berkali – kali.
Dan sempat mengatakan adalah sesuatu yang berbeda bila ia masih menganggap hal ini sebuah kebiasaan kolot, terlebih dari kasus pribadi yang adalah murni keinginan saya sendiri. Saya membahasakan sebuah option ikhtiar, sementara ia justru menampilkan kalimat '...pasrah banget ',
( saya sungguh jadi teringat oleh seorang rekan sekaligus sahabat di kantor yang mengatakan saya seorang yang mati rasa, dan saya heran tiba – tiba…apa iya saya mati rasa ? hedeh )

Jadi bila sudut pandang ini tak berada dalam satu sisi yang sama, tentu saja berbeda. Saya menganggap biasa sementara ia menilai sesuatu yang luar biasa.

Yang paling mengagumkan adalah apa yang saya dengar dari cerita istri, bahwa di Desa tempat tinggalnya perkara dijodohkan adalah sesuatu yang lumrah.
Dijodohkan ? Akh, maksud saya semacam ada kebiasaan dari orang tua di desa sana yang setelah melihat seorang anak gadis dan mereka mempunyai anak laki – laki yang dewasa langsung melakukan kunjungan ke rumah orang tua sang gadis. Silaturrahmi, selalu begitu, pembicaraan akrab, daMelamar dan biasanya selalu ada penerimaan. Penerimaan tanpa ada proses saling kenal – mengenal di antara anak mereka.

Hal yang sangat lumrah, jadi tak mengherankan dalam satu Desa itu selalu ada saja ikatan kekeluargaan. Kekeluargaan yang rumit, serumit istri saya menjelaskan sambil membolak – balik album photo hanya untuk menunjukkan ini ada hubungan keluarga sama ini, ini adalah istrinya fulan, dan fulan ini adalah sepupunya si anu, sementara si anu ini …blablablablabla. Terbukti, saat dulu proses sungkeman dan kunjungan pasca resepsi, saya mendapati hampir seluruh rumah dalam satu jalur Desa yang harus saya dan istri naikin buat bertamu…..
Dan semua silsilah keluarga berujung pada kenyataan bahwa mereka memang keluarga istri saya.

Nah, ketika salah satu teman saya yang lain tertawa sambil mengirim chatt : " Wah, keren juga ya cerita loe…."

Saya juga tertawa. Keren nopo tho ? Lha yang namanya ikhtiar, ya mesti diusahain….

Namun, tentu ada saja cerita menggelikan, mencengangkan dari setiap hal ya. Contohnya adalah saat istri menceritakan seorang teman gadisnya, lulusan aliyah dan dilamar seorang pemuda. Istri memberi gambaran sosok laki – laki yang senang bekerja lengkap dengan gambaran secara fisik yang mendukung, kulit hitam terbakar matahari, wajah yang tak mulus bahkan menggambarkan penuh dengan lubang – lubang menghitam karena bekas luka atopun jerawat.

Menghebohkan saat resepsi, penganten perempuan terlihat tak bahagia, memalingkan muka, tanpa ekspresi.
Dan tahukah kalian ending dari cerita ini ?, perempuan tersebut akhirnya bahagia dengan seorang anak puteri dan penerimaannya terhadap suami, ' lha bagaimana kau bisa mengambilkan kesimpulan itu dik ? '

Dan tertawalah istri saya, penuh arti, “ benarlah Bang, dia sadar sudah….si fulan itu baik sekali jadi suami, bertanggung jawab…. “

Ehm, jadi bikin kalimat : “ Bila aku tak bisa hadir dengan wajah dan penampilan fisik yang bisa membuatmu terpesona, maka InsyaAllah - ijinkanlah aku hadir dengan Iman dan Taqwanya seorang laki – laki yang kau harapkan, semoga kau dapat mencintaiku karena Allah SWT, karena akupun memahatnya begitu di hati ini wahai calon permaisuriku…. “

*hehehehehe…..kalimatnya ngarang banget

Jadi,
yaaaaaaa begitu dech….. ( sok lugu banget saya )
Waduh, susah juga mo nulis ending yang baik ya

Ayuks,
Silahkan diambil ibroh-lah kalau memang ada, atau inspirasi ? kalo juga nglihat ada yang bisa dimaknain. Saya cuman bercerita saja kok….




the end


.

Februari 06, 2011

27 - my reflection

.



Sebenarnya tak ada yang perlu di ucap selamati…...bila dalam langkah yang mencoba mensejajari waktu ini semakin ringkih. Memberanikan diri untuk sedikit mengenang, maka kita telah melewatkan banyak hal dari yang seharusnya. Merenung untuk instropeksi diri, meskipun dalam keterbatasan dewasa yang ranum.
Karena langkah kita sebenarnya adalah timbunan minus waktu yang tertutup pada kata pertambahan usia.

.......................

Saya bertambah usia, bilangan masehi saya menunjukkan angka 27 sejak dini hari tadi. Lebih dari seperempat abad saya bernafas, dan hampir mencapai setengah dari capaian rata – rata usia umat Muhammad SAW ( Junjungan dan Suri tauladan saya dalam menyakini iman ini ) yang berkisar di rentang 55 – 65 tahun untuk hidup, normal.

Tapi hidup siapa yang tahu. Jodoh, Rejeki, dan Maut tak mampu manusia menerka pasti. Dan saya bukan orang yang suka untuk diprediksi.
Saya yang manusia hanya mampu berikhtiar serta do’a, dan ketika capaian apapun nanti saya tak kuasa menolak sebuah hasil, maka pilihan syukur dan sabar seperti yang diajarkan semacam sebuah laku yang mesti dimaknai dengan khusyu.

Ada sebuah ruang di lingkaran pikir dan hati, untuk saya duduk sebentar mengingat apa yang pernah terlewati. Mencoba kembali bercermin. Mencoba kembali mengingat stasiun – stasiun persinggahan, dan landscape sisi – sisi rel selama kereta api saya bergerak kian maju. Tanpa jalan mundur., karena seperti seorang sahabat menuliskan : ( tentu saja ) karena waktu menolak untuk mundur, karena ia melesat tanpa peringatan. Ia terus bergerak maju, hari ini, saat ini, di detik ini semua akan bergerak menuju pertambahan angka – angka. Tanpa pernah mengetahui titik batas.

Menuju akhir….

Kadang saya akui slide – slide masa lalu kembali hadir dalam gambaran yang seringkali acak, seringkali tak utuh. Tapi saya mengetahui bahwa semuanya itu ada karena sebuah proses mengenang dan penolakan untuk diingat menjadi satu dalam benturan refleksi diri.

Kenyataan bahwa ada beberapa masa lalu yang membuat saya membenci diri sendiri, menyesal dan menyesal. Kenyataan bahwa saya menemukan banyak hal yang saya terlambat, dan serta saya, dengan kehidupan yang ada saat ini, betapa semestinya saya mengibarkan bendera ke-syukur-an atas masa sekarang bila mengenang masa yang terlewati.

Karena itu masa lalu….

Kini refleksi diri saya hadir dengan perencanaan yang membentuk ornament – ornament dalam sebuah dunia harapan, dunia padang ilalang yang dulu tak pernah terbayangkan, kecuali oleh cerita beberapa kawan, tentang tanah para pekerja yang mereka – mereka di sana banyak berasal dari pelangi. Seperti kumpulan manusia yang turun untuk berladang, meninggalkan tanah kelahiran untuk sekadar bertemu kehidupan baru. Hijrah…





Impian telah melemparkan saya pada tidur yang tak lagi lelap

Telah lama saya tinggalkan masa kanak di tanah kelahiran
yang kerap saya rindukan
rinai hujan jatuh di atap rumah kami
di mana pada halamannya dulu Bapak mengajarkanku
menghapal al-fatihah : ihdinasshiratal mustaqiim
lalu setelahnya, bunda akan bercerita
tentang bidadari dari negeri nun
yang membuat saya ingin memiliki sayap
kemudian terbang kepadanya

impian kadang membuat saya merasa bersalah menapakkan kaki
Saya ingat lagi nyanyian masa belia
Yang ditembangkan bocah – bocah gembala di padang ilalang
Jauh sebelum saya mengenal warna – warni dunia
Jauh sebelum akhirnya kaki ini menapak jua
Di padang yang tak pernah terjamah impian manusia*

*from Novel ' Tembang Ilalang ' – MD Aminudin

Benar, di sini kami seperti manusia yang berasal dari warna yang berbeda, seperti pelangi.

………………..


Aku mendapati diriku seperti kepompong yang tergantung lemah di ranting kecil pohon.
…..yang hampir semua daunnya luruh karena kering.
Aku tetap bertahan.
bahwa pasti ada yang berubah
bahwa di luar sana masih ada dunia
….dan sebentar lagi aku akan menjadi kupu – kupu.

Menjadi kupu – kupu dan kemudian mati.
Tak lama lagi…..

Kematian bagi saya semacam dunia yang asing. Jauh merasa lebih asing dibandingkan saat dulu saya dan adik berusaha menggambarkan daerah macam mana yang akan didatangi, ketika pertama kali berangkat dari sebuah terminal menuju daerah yang saat ini saya berada untuk mengejar rejekiNya.
Meskipun beratus hingga beribu literature yang bercerita, di sana tetap sebuah keasingan. Keasingan yang pasti, seperti kematian itu sendiri…..

Saya bahkan tak bisa - atau lebih mudah saya katakan saya tidak mampu untuk menimbang apa yang menjadi sangu saya. Bahkan untuk bisa meraba makhluk macam mana yang akan menemani saya di alam kubur nanti….

Nanti, ketika bilangan – bilangan usia ini bertemu pada muara takdirNya.
Ketika seluruh fungsi organ tak lagi bisa merumuskan sebuah benda diam yang masih menyimpan energi….
ketika seluruh nalar, akal, dan rasa sebagai benda berlabel hidup ( manusia ) ini bertemu pada titik expire-nya.

Saat itu adalah saat saya mati,
…….dan saya takut.

Sungguh saya takut.

“ Aku mau hidup seribu tahun lagi “, Chairil Anwar dalam puisinya - Aku

Maka ketika angka 27 ini akan saya katakan dalam tiap tanya tentang usia, saya tentu berharap ada yang lebih bisa saya hadirkan sebagai alasan mengapa saya hidup hingga kini,
….karena Allah SWT masih menyayangi manusia seperti saya
….karena saya masih banyak kesalahan dan saat ini masih diberi kesempatan untuk memperbaikinya.
….karena saya masih belum menyelesaikan beberapa atau banyak hal yang menjadi tanggung jawab saya, ( lagi ) saya masih berkesempatan.
Dan banyak hal….



Oleh karena itu,
Alhamdulillah, puji dan sujud syukur hamba padaMu ya Allah
Dan padamu wahai yang tercinta Rasulullah :
AT-TAHIYYAATU LILLAHI WAS SHOLAWATU WAT THAYYIBAAT, AS-SALAMU'ALAIKA AYYUHAN NABIY WA RAHMATULLAHI WA BARAKATUHU….

Terima kasih pada ( Alm ) Abah : ihdinasshiratal mustaqiim, semoga….aamiin
Pada Mama yang dalam versi lain juga pernah bercerita tentang bidadari dari negeri nun, yang membuat saya ingin memiliki sayap kemudian terbang kepadanya
Pada saudara ( kakak dan adik saya ) yang kecil dulu sempat akrab dalam satu ranjang berkanopi di pinggiran Tabalong.
Pada istri saya
Pada keluarga….
Sahabat, Mba Sofi yang sepertinya sangat mendalami siapa saya dari apa yang pernah saya prasastikan di dunia maya,
Bunda, Mba Rien, Teh Dewi, Antung, Mba April, Fathur, dan yang lain….terima kasih.


Bila waktu telah berakhir – Opick mengantarkan dunia harap saya.

Semoga besok akan saya jumpai matahari di hari baru bagi saya, InsyaAllah….aamiin