Powered By Blogger

Desember 15, 2011

Rindu Bilqis.....

.



Untuk Mufida Salsabila Bilqis,
Menjelang tiga bulanmu dalam rindu yang selalu…..

..................


Kau tau anaknda, saat sosok ini mengucapkan salam kata pada Ibumu untuk kembali pada kenyataan bahwa jarak masih merentang, untuk kembali menekuni kehidupan yang jauh terbentang dan kembali pada keterpisahan, saat itu pula sosok ini menabung rindu.

Hm, ya.
Kau sangat hebat anaknda, daya tarikmu kadang menciptakan jiwa yang memberontak....
untuk pulang.

Ah, apa sih arti kata pulang
bukankah Ibumu yang selalu memberi semangat untuk Ayah menunggu bahwa kalian akan datang memupus rindu.....
Secepat kilat seperti hamburan cahaya di antara kelembapan,
membentuk pelangi
dan kalian berdua adalah bidadari
( Hehehehe...Ayah sebenarnya ingin mengatakan padamu bahwa di sini pelangi jauh lebih indah daripada mainan yang menggantung di atas kelambumu itu )

Cerita tentangmu adalah kebahagiaan
Tingkahmu adalah kata – kata yang selalu mengikrarkan tawa
Tanpa paksa,
karena rindu ini wahai Anaknda,
ia menjelma seperti air yang jatuh dari langit
mengalir ia mengarungi tiap lekuk bahasa sepi
dengan sendiri
hingga nyata mendendangkan nada pelipur lara
......bahwa ini hanya sementara
sebentar lagi
tak lama lagi

Gemuruh rasa yang menganak pinak membentuk bahagia bila ia bersua pada yang dicinta….
Dan kau tau anaknda
Saat ini,
apapun darimu
( yang tercerita tentangmu )

ia adalah pembasuh rindu.....



.

Desember 10, 2011

Phrase ( kaum perantau di daerah terpencil ) :D

.

Dasar bekicot kau ini


Apa ? Kau tidak terima ?

Buktikan !!!


Terasa kasar bukan ?
Manusia yang sedang baru saja berlelah payah itu disebut bekicot. Makhluk lamban. Seandainya yang mengucapkan tahu betapa tetes keringat yang membuat basah baju itu berguguran ke tanah terasa asin ?
Ahk, tentu saja orang itu tau…..

Ini adalah bagian dari dunia yang kejam – setidaknya itulah gambaran saya untuk pertama kali menjejakkan langkah di bumi terkucil ini, pertama kali saya berjumpa dengan sumpah serapah yang membuat ciut nyali. Yang membuat saya dendam berkali – kali, karena memang tak berani menyanggah.

Lambat laun saya berubah pandang dengan ragam kalimat yang ada. Saya tidak bisa menerapkan tata krama inggil jowo halus, tata krama banjar yang berulun wan pian sebagai kata ganti orang ( personal pronoun ). Saya terbiasa pada adat kesopanan yang biasa diajarkan orang tua. Sehingga penghormatan pada seseorang yang seusia dan pada orang yang lebih tua lebih mudah terlihat. Tapi itu semua ( tata krama ) justru sesuatu hal yang agak asing di sini. Atau boleh saya katakan akan aneh untuk diri sendiri. Sesuatu kalimat yang bila menggunakan bahasa melayu dari beberapa ekspat Malaysia – cakap buang masa.

Benar, phrase batak dan timur indonesia lebih mengena di sini, tapi tidak melulu. To the point, keras, …..
Bisa dikatakan komunikasi secara nyata di sosial saya tak terdengar penghormatan bila sudah bercakap dengan rekan kerja dan karyawan – karyawan lain yang berada di bawah structure.

Nah, sekarang bagaimana dengan pencapaian penerimaan seseorang terhadap komunikasi macam ini ?
Adaptasi. Itu jawabannya. Kau tentu tak bisa bersakit – sakit hati untuk omong kasar, omong tegas dan kaya akan emosi marah bila itu adalah sebagai bagian dari yang biasa di sebuah lingkungan. Bila tidak, percayalah hatimu akan teriris – iris setiap hari. Menanggung perih karena perasaan yang tak bisa menerima ucap atau komunikasi dari orang lain.

Masalah penerimaan saja saya kira. Memang agak sedikit aneh bila kita memaksa diri memaklumi setiap omongan yang bahkan orang tua kitapun tak pernah mengucapkan macam itu di kanak – kanak kita. Tapi apa mau dikata, biasa dan tanpa ada etika tertulis, ini bukan sesuatu yang mesti ditanggapi dengan kemarahan.

Saya mencoba mengerti, bila merunut apa yang terlewati di daerah terpencil ini mungkin bisa dimaklumi. Dulu di daerah hulu Mahakam ini penuh dengan para pendatang yang berusaha mengadu nasib, jauh dari sanak keluarga, jauh dari kampong halaman untuk mencari uang yang sering orang kata “ sesuap nasi “ itu. Sumatera, Flores, Halmahera, Bima, Bugis, Makasar, Keli dll. Saat masih jayanya perusahaan kayu. Untuk kerja yang mesti masuk ke dalam hutan bersama tim, bawa chain saw plus bahan makanan dan tinggal beberapa malam di pondok yang dibuat ala kadarnya dari batang – batang pohon dan penerangan seadanya dari petromaks, serta situasi kehidupan keras lainnya turut membentuk phrase kalimat dalam komunikasi. Ini hanya berdasar kesimpulan saya sendiri saja lho ya

Karena bila mengingat dulu, ucap Bodok…Bodok….Manusia kota tak berguna...dan lain – lainnya itu hampir saja membuat saya lari. Lari dari kenyataan yang sekarang justru membesarkan saya. Saya pikir sekarang saya bisa dikatakan sempurna bertahan di daerah terpencil ini

Kecuali hal lain, kenyataan bahwa saya merindukan anak dan istri saya, membuat saya agak kacau rasa belakangan ini.


.

Desember 07, 2011

Gak becus :D

.


Beberapa minggu yang lewat saya ikut dengan seorang Manager perusahaan tempat saya bekerja ke sebuah bengkel perusahaan yang bergerak di bidang Shipping, Workshop dan penyediaan spare part. Karena di sana ada unit kami yang akan menggunakan jasa bengkel perusahaan tersebut, keperluannya adalah menyampaikan detail spesifikasi yang kami inginkan untuk dibenahi dan laporan kerusakan agar dapat dibuatkan penawaran dan ditindak lanjuti SPK kedua belah pihak, antara kami dan workshop.

Setiba di sana kami langsung tersajikan adegan antara seorang yang mengaku dari perusahaan yang bergerak di bidang Oil & Gas Services dengan beberapa orang workshop. Terlihat sekali yang bersangkutan sangat marah dengan apa yang beliau katakan sendiri tentang workshop ’perusahaan tak becus ’.

Hari itu adalah hari minggu, dan keberadaan kami dihari libur itupun karena memang deal yang telah kami komunikasikan bersama beberapa hari sebelumnya. Nah, mungkin berbeda dengan si orang tersebut. Jelas saya mengambil kesimpulan ia adalah orang yang datang tanpa konfirmasi sebelumnya. Melabrak beberapa karyawan yang notabene bukan satu perusahaan dengannya.

Sempat kami berkomunikasi dengan orang tersebut, lantas memunculkan beberapa penilaian dasar dari saya :

Ia bercerita bahwa keberadaan ia di sana ingin mengkonfirmasi tentang beberapa unit Boat yang sedianya ia sewa untuk kebutuhan operasional perusahaan. Dari sini yang bersangkutan menceritakan dengan gamblang bahwa komunikasi dan proses administrative sudah ia penuhi ( via anak buahnya ) dengan pihak workshop. Sudah berlangsung dua minggu, dan seharusnya paling lambat hari Sabtu ( sehari sebelum kejadian ini ) semua sudah ready. Unit siap digunakan.
Dan entah kenapa hingga Minggu belum ada unit yang stand by di pelabuhan perusahaannya. Padahal unit akan dioperasionalkan hari senin pagi dan membawa serta manusia dari luar negeri ( ia menyebutnya klien asing ).

Ia marah, dan semakin menjadi – jadi tatkala Manager dan staff workshop tersebut tidak ada yang bisa dihubungi. Ia berhadapan dengan beberapa karyawan yang menurut saya seperti tidak tahu apa – apa, Oh tidak, ada satu personel dari administrasi workshop yang meskipun mengetahui proses administrasi agreement hire of unit tersebut, tapi tidak mengetahui kendala teknis mengapa unit belum siap dan dikirim. Keberadaan sosok administrasi itupun katanya untuk menemui kami yang memang sudah deal schedule pertemuan sebelumnya.

Dan dalam satu moment, orang tersebut sangat jelas memaki beberapa karyawan workshop tersebut. Sebelum ia kemudian ( di hadapan kami ) menggunakan Hpnya untuk berkomunikasi dengan beberapa orang lengkap gaya english language-nya. Kemudian mengomel lagi : ' Kita ini kerja dengan pihak asing lho, kalau sudah macam ini malu saya…..mereka itu on time, disiplin penuh, janji …( ? ah saya lupa kalimatnya tentang janji ini )….dan blablabla '

Saya tidak mengetahui persis bagaimana kontrak kerjasama antara perusahaan Oil & Gas Services dengan pihak perusahaan yang menaungi workshop tersebut, dan saya juga tidak mengetahui persis bagaimana koordinasi di internal department yang bersangkutan, yang bila bener beliau katakan proses ini sudah dua minggu hingga belum ready juga unitnya. Yang pasti – lepas dari ketidakmampuan workshop menyediakan unit dari batas waktu yang disepakati - bila ia mengatakan workshop tak becus, saya kira yang bersangkutan pun tak becus, atau katakanlah anak buah di perusahaannya lah yang tak becus, dan sebagai orang luar jelas saya lebih senang mengatakan sebagai atasan, yang bersangkutanlah yang tak becus.

Di sini ada proses antara deal dan deadline selama dua minggu, dan sebagai bentuk fungsi Managerial tentu yang bersangkutan harus memikili analisa proses dari waktu ke waktu hingga deadline dan keputusan – keputusan tambahan, mungkin bisa jadi adalah Plan B. Apa susahnya sih menelepon tiap dua hari sekali memantau ketersediaan unit yang akan disewa pada workshop ? terus memperhitungkan, “ Wah, kendala teknis terus nie, mesti ada alternatif sewa dari tempat lain kalau begitu ? “ gak susah saya kira

Dan mengenai kenyataan bahwa ia datang mengkonfirmasi pada hari minggu ( libur ) tanpa membuat janji jelas sebuah kesalahan. Yang bersangkutan panik, tampak sekali bagi saya. Termasuk saat ia memaki – maki karyawan workshop yang ditangan mereka penuh noda oli dan beberapa kunci pass ring ( Wah, sayang…saya lihat para karyawan workshop seperti pekerja baru yang lugu, coba seandainya mereka marah, bakal habislah beliau yang dari perusahaan berlabel asing itu )

Koordinasi kerja yang kacau, baik di sisi workshop maupun pihak penyewa unit. Tapi memang dasarnya saya hanya penonton di sana, jadi sebagai penonton yang baik tentu saja saya harus pergi sebelum pemainnya mengajak ikut main kan ?

Hehehe….point kejadian ini jelas menjadi pelajaran bagi saya


.