Powered By Blogger

September 30, 2009

Terima kasih....

Semua butuh pengalihan, saya kira. Bila ini menyangkut pekerjaan. Rutinitas yang menjemukan akan menyebabkan tingkat depresi yang tinggi dalam diri. Kadang sangat terasa sekali bahwa pikiran dan tubuh tidak bisa lagi konsentrasi.

” Sudah, cukup !!! hentikan segala kegilaanmu akan ini. Saya tak kuat mengikuti arus nafsumu ”, batin saya yang terkesampingkan mulai menampakkan wajah beringasnya, telah berhasil untuk saya menghentikan segala kegiatan. Perlawanan saya akan pusing yang mendera, ketidaktelitian perumusan data, dan wajah yang pias terhuyung karena kurang tidur...sepertinya sudah menyerah kalah. Bendera putih terkibarkan oleh saya sendiri. Terlebih bahwa diri ini baru saja menjalani recovery dari sakit beberapa hari lalu. Semakin berkibarlah bendera itu......

” Mo cuti !!! cuti seumur hidup....... ”, berlalulah seorang Samosir di hadapan saya. Bapak separo baya itu tidak mengucapkan keluh apapun. Beliau hanya minta form pengajuan cuti pada salah satu krani saya. Dan sebelum pintu ruangan tertutup, kalimat itu ia luncurkan begitu saja. Tepat di hadapan saya, kalimat itu berubah menjadi wajah yang mengejek. Kilasan nasehat – nasehat dari keluarga untuk saya menghentikan ‘ hukuman kepada diri sendiri ‘ dan secepatnya kembali kepada mereka tergambar seperti paduan suara. Bernyanyi mereka. Salah satunya menampakkan wajah seorang Siti Nurhaliza. Ah, Siti Nurhaliza….begitu eloknya paras puan untuk saya. Sekejap saya berlari ke PC yang satu dan mulai menggoogling “ Siti Nurhaliza ‘. Seandainya ia adalah jodoh saya………( ???????? )

Hah, saya berpikir inilah kembara pikir yang cukup untuk menghibur diri saya. Saya tersenyum. Oh, saya terlupa. Meskipun di waktu yang tidak tepat……saya telah ‘ berhasil ‘ mendengarkan keponakan yang memanggil ‘ Om ‘ kepada saya.

“ Om miiiii, indaaaaaaah…. “ sehabis itu menangislah ia. Sepertinya sang mama ( kakak saya ) terlalu memaksa ia untuk sekedar menyapa saya. Dan saya merasa sangat tersanjung. Itu terjadi sore hari kemaren, sebelum saya masuk ke ruangan Estate Accountant dan dikasih marah besar. Ada lagi, paduan suara dari Aci Jajai. Adik dari mama saya, menanyakan bahwa apakah saya baik – baik saja. Tapi bukan itu yang membuat saya terharu, tapi cekikikan dari para sepupu, bahkan tangisan bayi 7 bulan ( anak salah satu sepupu saya ) ikut melatar belakangi komunikasi antara saya dengan adik tertua mama saya tersebut. Itu terjadi malam saat saya menyerah dan mengirim sms minta di do’a-kan sembuh karena saya sakit. Yang karena kabar ini pula, puluhan sms masuk ke Hp saya ( bahkan sempat over quota bila tidak saya back up dalam notebook ). Satu hal yang terjadi, saya merasa dihargai dan dianggap ada – tidak seperti selama ini yang saya kira oleh mereka – mereka.

Kembali masalah pengalihan, saya merasa sudah mengalihkan rutinitas saya dengan menceritakan ini. Saya tidak menyebut ini sampah, karena ini terlalu berharga untuk saya. Biar saya abadikan saja dulu di sini. Setidaknya nanti saat saya membuka kembali lembaran postingan saya dan menemukan ini, maka saya mengenang bahwa saya pernah mengalihkan rutinitas saya dengan menulis. Satu hal lagi yang pasti, saya berhasil tersenyum. Setidaknya ekspresi ini sudah berada kembali di wajah saya, dan lumayan ada penambahan kecakepan sedikit....

Wah, sedikit narsis. Tak tahulah, setuju atau tidak atas proklamasi saya ini. Saya ucapkan, terima kasih sangat kepada kawan – kawan yang menyempatkan membaca ini. Terutama kepada teman – teman yang sudah memberikan attention atas sakitnya saya tempo hari.

September 26, 2009

Catatan siang - untuk yang menulis

Engkau tidak dapat melakukan sesuatu sendiri
carilah seorang Sahabat!
Jika engkau telah merasakan sececap
kehambaran (kelemahanmu), maka engkau akan
kecewa (pada dirimu sendiri).
(Nizhami, Treasury of Mysteries)


Selamat datang di dunia maya, di akhir pekan yang dingin ini. Malam tadi hujan, dan sekarang pun masih menyisakan tetesan embun dari atas atap - atap bangunan. Dan jejak - jejak basah di jalan.
Pagi ini ada sedikit obrolan saya dengan seseorang, seorang penulis yang dengan tulusnya ia mengatakan seringkali ia tidak begitu percaya diri dengan tulisannya. Sungguh sekali, saya sangat merasa tersanjung akan waktunya berbicara secara virtual dengan saya. Kenyataan bahwa ia telah melahirkan sebuah buku kolaborasi bersama rekannya yang lain adalah kenyataan yang saya ketahui. Dan saat ini ia...he..he..he...: ia katanya mencari chemistry buat nulis.

Menarik tentang dunia ini ( maya ), bahwa banyak yang dinilai sebagai seorang introvert lebih bisa mengaktualisasikan diri di dalam dunia yang rata - rata berdiagonal 12 - 14 inc ini. Dan seorang yang extrovert bisa mendamaikan dirinya dalam suasana yang pasif.....

Selamat menikmati dunia maya, silahkan menulis tentang apapun, siapapun, ato bagaimanapun...
dan dari saya : have a nice weekend lah...

Haitami

Bagaimana kabar ' Janda tua di gubuk yang tak berjendela '


Janda Tua di Gubuk Tak Berjendela

Oleh Bayu Gawtama
28 Peb 06 07:40 WIB

Jika di antara Anda ada yang sulit menangis, tak bisa menitikkan air mata, dan sudah terlalu lama kelopak mata Anda kering tak terbasahi air mata sendiri, datanglah ke Kampung Pugur, Desa Lengkong Kulon, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang. Carilah rumah Ibu Laeni, janda berusia 64 tahun yang tinggal di sebuah gubuk berdinding bilik seluas 5x7 meter. Bangunan beralas tanah tak berpenerangan itu memiliki jendela, namun tak ada penutup jendela sehingga angin maupun cipratan air hujan leluasa masuk ke dalamnya.

Di dalam gubuk tersebut, tinggallah Ibu Laeni, seorang janda tua yang ditemani dua anak gadisnya, Neneng dan Jumriah. Neneng, sang kakak berusia 26 tahun, belum menikah dan tak bekerja. Neneng menderita gizi buruk sejak kecil, sedangkan Jumriah sang adik menjanda justru setelah memiliki 2 (dua) putra. Jadi, terdapat 2 janda dan seorang pesakitan di rumah tersebut, ditambah 2 anak kecil yang belum mengerti apa-apa.

Sehari-hari, Ibu Laeni, Neneng, dan Jumriah beserta 2 anaknya hanya berharap belas kasihan para tetangganya untuk bisa mendapatkan makan. Bila malam tiba, kadang mereka harus menjalani sepanjang malam tak berpenerangan, beruntung bila ada tetangga yang datang membawa setitik lilin yang hanya mampu bertahan tak lebih dari satu jam. Selebihnya, seisi gubuk pun kembali gulita.

Neneng yang menderita gizi buruk sering sakit-sakitan. Untuk wanita seusianya, seharusnya berperawakan besar dan tinggi, namun ia lebih mirip remaja baru tumbuh yang terhambat pertumbuhannya. Kemiskinan yang dialami keluarganya, membuat Neneng semakin menderita. Ternyata, tak hanya balita yang menderita gizi buruk, bahkan wanita dewasa seperti Neneng pun mengalaminya. Sang adik, Jumriah tak kalah menderita. Entah apa kesalahan yang dibuatnya sehingga sang suami tega meninggalkan ia bersama dua buah hatinya. Padahal, dua anak hasil pernikahannya itu sangat membutuhkan kasih sayang, perhatian dan perlindungan seorang Ayah. Sang suami yang diharapkan menjadi tulang punggung menghilang tanpa jejak. Jumriah pun tak pernah sanggup menjawab pertanyaan dua anaknya, " Mana bapak, bu...? "

Laeni tak pernah berharap hidup semenderita saat ini, ia pun tak pernah meminta diberikan umur panjang jika harus terus menjadi beban orang lain. Tapi ia masih punya iman untuk tak mengakhiri hidupnya dengan jalannya sendiri, selain itu wanita tua itu tak pernah tega meninggalkan dua anak dan dua cucunya yang tak kalah menderitanya. Baginya, anak-anak dan cucunya adalah harta berharga yang masih dimilikinya.

Gubuk berdinding yang sebagian atapnya rusak itu, di musim hujan air leluasa masuk, disaat terik matahari bebas menerobos. Tak ada barang berharga di dalamnya, hanya kompor dekil yang sering tak terpakai lantaran tak ada bahan makanan yang dimasak. Mereka menyebutnya rumah, tapi siapapun yang pernah melihatnya, menyebut gubuk pun masih jauh dari pantas. Tetapi di dalamnya, ada dua janda, satu pesakitan, dan dua anak kecil yang terus menerus menunggu belas kasihan.

...........................

membaca cerita di atas mengingatkan saya pada gubuk yang sudah lapuk di makan musim di perempatan bagian jalan yang saya lalui setiap hari saya jalan ke Mill site. Membaca cerita di atas, membuat saya bertanya - tanya bagaimana kabar penghuninya ? Ibu Laeni, Neneng, dan Jumriah beserta kedua anaknya ?
Karena bila ' rumah ' mereka itu adalah ' rumah ' yang yang selalu saya lewatkan di bagian perjalanan hari - hari saya, maka saya hanya ingin mengatakan : penghuni terakhir ' rumah ' itu ( seorang ibu tua ) sudah meninggal dunia 2 tahun yang lalu.
Saya hanya ingin bisa mendengar kabar mereka saja setelah melihat tanggal tulisan ini adalah Februari 2006.
Dan,.....
saya berharap mereka ( Ibu Laeni, Neneng, Jumriah beserta 2 anaknya ) adalah baik - baik saja.

September 25, 2009

Menggapai Cinta Robbani

Assalamualaikum Warrahmatullahi.....

Menggapai Cinta Robbani


Hari pernikahanku. Hari yang paling bersejarah dalam hidup. Seharusnya saat itu aku menjadi makhluk yang paling berbahagia. Tapi yang aku rasakan justru rasa haru biru. Betapa tidak. Di hari bersejarah ini tak ada satupun sanak saudara yang menemaniku ke tempat mempelai wanita. Apalagi ibu. Beliau yang paling keras menentang perkawinanku.

Masih kuingat betul perkataan ibu tempo hari, " Jadi juga kau nikah sama ' buntelan karung hitam ' itu ....?!? " .Duh......, hatiku sempat kebat-kebit mendengar ucapan itu. Masa calon istriku disebut ' buntelan karung hitam '.
" Kamu sudah kena pelet barangkali Yanto. Masa suka sih sama gadis hitam, gendut dengan wajah yang sama sekali tak menarik dan cacat kakinya. Lebih tua beberapa tahun lagi dibanding kamu !! ", sambung ibu lagi.

" Cukup Bu ! Cukup ! Tak usah ibu menghina sekasar itu. Dia kan ciptaan Allah.Bagaimana jika pencipta-Nya marah sama ibu...? ". Kali ini aku terpaksa menimpali ucapan ibu dengan sedikit emosi. Rupanya ibu amat tersinggung mendengar ucapanku.

" Oh.... rupanya kau lebih memillih perempuan itu ketimbang keluargamu. baiklah Yanto. Silahkan kau menikah tapi jangan harap kau akan dapatkan seorang dari kami ada di tempatmu saat itu. Dan jangan kau bawa perempuan itu ke rumah ini !! "


DEGG !!!!

" Yanto.... jangan bengong terus. Sebentar lagi penghulu tiba ", teguran Ismail membuyarkan lamunanku. Segera kuucapkan istighfar dalam hati.
" Alhamdulillah penghulu sudah tiba. Bersiaplah ...akhi ", sekali lagi Ismail memberi semangat padaku.

" Aku terima nikahnya, kawinnya Shalihah binti Mahmud almarhum dengan mas kawin seperangkat alat sholat tunai ! ". Alhamdulillah lancar juga aku mengucapkan aqad nikah.

" Ya Allah hari ini telah Engkau izinkan aku untuk meraih setengah dien. Mudahkanlah aku untuk meraih sebagian yang lain."


Dikamar yang amat sederhana. Di atas dipan kayu ini aku tertegun lama. Memandangi istriku yang tengah tertunduk larut dalam dan diam. Setelah sekian lama kami saling diam, akhirnya dengan membaca basmalah dalam hati kuberanikan diri untuk menyapanya.

" Assalamu'alaikum .... permintaan hafalan Qur'annya mau di cek kapan De'...? ", tanyaku sambil memandangi wajahnya yang sejak tadi disembunyikan dalam tunduknya.

Sebelum menikah, istriku memang pernah meminta malam pertama hingga ke sepuluh agar aku membacakan hafalan Qur'an tiap malam satu juz. Dan permintaan itu telah aku setujui. " Nanti saja dalam qiyamullail ", jawab istriku, masih dalam tunduknya.

Wajahnya yang berbalut kerudung putih, ia sembunyikan dalam-dalam. Saat kuangkat dagunya, ia seperti ingin menolak. Namun ketika aku beri isyarat bahwa aku suaminya dan berhak untuk melakukan itu , ia menyerah.
Kini aku tertegun lama. Benar kata ibu ......bahwa wajah istriku ' tidak menarik '. Sekelebat pikiran itu muncul ......dan segera aku mengusirnya.

Matanya berkaca-kaca menatap lekat pada bola mataku. " Bang, sudah saya katakan sejak awal ta'aruf, bahwa fisik saya seperti ini. Kalau Abang kecewa, saya siap dan ikhlas. Namun bila Abang tidak menyesal beristrikan saya, mudah-mudahan Allah memberikan keberkahan yang banyak untuk Abang. Seperti keberkahan yang Allah limpahkan kepada Ayahnya Imam malik yang ikhlas menerima sesuatu yang tidak ia sukai pada istrinya. Saya ingin mengingatkan Abang akan firman Allah yang dibacakan ibunya Imam Malik pada suaminya pada malam pertama pernikahan mereka " ...

Dan bergaullah dengan mereka ( istrimu ) dengat patut ( ahsan ). Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjanjikan padanya kebaikan yang banyak
(QS An-Nisa:19)

Mendengar tutur istriku, kupandangi wajahnya yang penuh dengan air mata itu lekat-lekat. Aku teringat kisah suami yang rela menikahi seorang wanita yang memiliki cacat itu. Dari rahim wanita itulah lahir Imam Malik, ulama besar ummat Islam yang namanya abadi dalam sejarah.

" Ya Rabbi aku menikahinya karena Mu. Maka turunkanlah rasa cinta dan kasih sayang milikMu pada hatiku untuknya. Agar aku dapat mencintai dan menyayanginya dengan segenap hati yang ikhlas."

Pelan kudekati istriku. Lalu dengan bergetar, kurengkuh tubuhya dalam dekapku. Sementara, istriku menangis tergugu dalam wajah yang masih menyisakan segumpal ragu.

" Jangan memaksakan diri untuk ikhlas menerima saya, Bang. Sungguh... saya siap menerima keputusan apapun yang terburuk ", ucapnya lagi.

" Tidak...De'.
Sungguh sejak awal niat Abang menikahimu karena Allah. Sudah teramat bulat niat itu. Hingga Abang tidak menghiraukan ketika seluruh keluarga memboikot untuk tak datang tadi pagi ", paparku sambil menggenggam erat tangannya.

Malam telah naik ke puncaknya pelan-pelan. Dalam lengangnya bait-bait do'a kubentangkan pada Nya.
" Robbi, tak dapat kupungkiri bahwa kecantikan wanita dapat mendatangkan cinta buat laki-laki. Namun telah kutepis memilih istri karena rupa yang cantik karena aku ingin mendapatkan cinta-Mu. Robbi saksikanlah malam ini akan kubuktikan bahwa cinta sejatiku hanya akan kupasrahkan pada-Mu. Karena itu, pertemukanlah aku dengan-Mu dalam Jannah-Mu !"

Aku beringsut menuju pembaringan yang amat sederhana itu. Lalu kutatap raut wajah istriku denan segenap hati yang ikhlas. Ah, .. sekarang aku benar-benar mencintainya. Kenapa tidak? Bukankah ia wanita sholihah sejati. Ia senantiasa menegakkan malam-malamnya dengan munajat panjang pada-Nya. Ia senantiasa menjaga hafalan KitabNya. Dan senantiasa melaksanakan shoum sunnah Rasul Nya.

"...dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya pada Allah ..."
(QS. al-Baqarah:165)

Note : Copas dari file komputer teman

September 24, 2009

Saya di sini.....dan mencintai


Saya mencintaimu, bila itu membuat saya menjadi orang yang tampak bodoh ? Saya minta maaf....Saya hanya ingin mencoba kau menjadi tahu, mungkin cara ini salah. Tapi ini adalah cara yang terlogis untuk saya bisa berbicara.

Saya merindukanmu, bila tak jua kau menyapa saya dengan rasa yang sama. Tak mengapa. Sedari awal saya sudah mengetahui rindu saya, bahwa ia takkan sanggup mengoyak jalinan rumit antara saya dan kamu. Setidaknya bagi saya.

Saya menanti, bila itu mengharuskan saya bernyanyi tentang cinta yang patah ? Hm, tidak. Saya masih bisa menyuarakan merdunya cinta yang berharap, dan mendrama puisi tentang seseorang yang dikagumi.

Saya di sini.

menunggu

merindukan

dan mencintai

Teman saya.....dan - rupa wajah yang lupa : ibunya.

” Tuhan, Ibuku harus Kau jaga baik – baik dia…..”

Ucap itu mengalir begitu saja dari seorang kawan. Tatapannya kosong. Ia masih menikmati isapan rokok mild-nya, seolah – olah ia tak mengucapkan apapun sedari tadi. Sementara saya sibuk memelintir sendok es teh yang tersaji. Ingin meleburkan gula – gula yang tersisa di dasar gelas menjadi lebur bersama sisa. Ah, saya benar – benar lupa tentang perkara larutan yang jenuh.

Bila kawan saya mengucap kalimat itu, mungkin karena apa yang menimpa ia. Pun meski ia tak sedih sangat akan perkara yang di hadapannya. Kehidupan yang sempat ia lakoni adalah kehidupan yang telah meremove segala bentuk kesedihan secara perlahan. Doktrinasi yang mengatakan dunia tak membutuhkan seorang yang cengeng, kau akan di habisi sebelum bisa bernafas kembali dengan normal.

Ibu.
Satu kata yang mewujudkan sosok yang melahirkan ia, kini kembali hadir dalam kembara pikir olehnya. Ia mengetahui sekali bila sosok ibu yang seharusnya ia banggakan dulu di masih kecil, yang ia bisa berlari dari kemarahan sang Ayah dulu - sudah hilang dalam pengenalannya akan orang – orang yang pernah bersama ia. Bagaimana tidak ? Ia sudah tak mengenal wanita yang disebut ibu itu sejak ia baru lepas dari ketergantungan susu. Berumur 2 tahun berlebih bilangan bulan. Rupa wajah yang ter-lupa oleh-nya. Bukan karena ia ? tapi karena wanita itu yang meninggalkan ia begitu saja.
Prahara rumah tangga yang memberangus hak – hak ia saat beberapa rekan sejawatnya justru membanggakan keberadaan surga di telapak kaki seorang Ibunda, itu ketika ia mulai mengeja pendidikan dasar. Cerita kecil yang meminggirkan ia sebagai penonton dalam suasana kelas yang riuh.
Ia pernah bercerita akan khayalannya tentang tokoh ibu, dan bermunculan wajah – wajah yang menaungi ramah. Tapi semakin mendewasa ia, kehidupan tak memberikan ia kesempatan melukiskan kembali mimpi - mimpinya. Dan lambat laun ia sudah tak mampu membentuk wajah itu.

Sedari kecil sang Ayah yang berada di sampingnya. Sedari kecil, hanya sang Ayah yang membelai kekakanakannya. Tamparan, caci maki, siksaan, dan sumpah serapah dari mulut yang berbau busuk karena alkohol. Benar, sedari kecil yang ia tahu sang Ayah-lah yang ’menyayanginya’. Tidak oleh seorang ibu, dan tidak pula oleh lonte – lonte yang saban minggu berganti rupa dalam bilik rumah tuanya dulu.

Kawan saya punya cerita, selayaknya kami yang juga punya sekian cerita tentang siapa kami dulu. Kawan saya tak pernah menangis, yang oleh saya – seharusnya ia menangis.

..........................

Ibu.
Ada kenangan perempuan tua yang mereyot lelah di panti jompo sebuah kota.

” Haitami, kau ingin tahu di mana ibuku ? ”

Saya mendelik padanya, itukah yang ia maksudkan dengan mengajak saya kesini di sela – sela perjalanan dinas kami.
Lantas ia menyeret saya ke dalam sebuah ruangan yang penuh dengan orang – orang tua yang sedang berbaring lelap. Mirip bangsal sebuah rumah sakit. Hanya saja di sini terlihat kesunyian manusia – manusia yang renta. Kami tak terhiraukan oleh tanya mereka.
Ada satu ranjang yang rapi dan masih memutih seprainya. Ia menghampiri ranjang itu, dan tersenyum...
” Beliau dulu di sini, di ranjang ini ”, seraya tangan itu menelusuri bantal dan hamparan kasur, ” dan ia meninggal seminggu yang lalu ”, ucapnya bergetar, tapi tak jua menangis.

” Bagaimana kau tahu ia ibumu ? ”, saya mengeryit tanya

” Heh, ya....” ia berpaling ( kembali ) memberi senyum pahit pada saya ” Aku ini anaknya..... ”, hanya itu yang mampu ia jelaskan, sembari menepuk dada saya.
” Oh ya, bila nanti kau mampus duluan, tolong tanyakan pada ibuku, apakah ia tau aku ini anaknya - yang selalu berkunjung pada dia ? karena bila aku yang lebih dulu, aku sendiri yang akan menghampirinya di sana......”

Ia pergi meninggalkan saya yang masih terpaku dalam ruang besar yang sudah mulai di tinggal tidur siang oleh penghuninya. Seolah hanya saya yang masih bernafas salah. Rangkaian episode kehidupan yang rumit telah membentuk ironi yang tak terpetakan.
Seharusnya kawan saya menangis, setidaknya ia harus menyisakan air matanya dulu untuk ini. Ahk, saya tak mengerti jalinan ini........

September 23, 2009

Maafkan saya bu, saya mengecewakan

Ia memandang saya dengan penuh rupa, dan saya pun memandangnya dengan segala harap bahwa saya pernah mengenal ia. Wajah tua yang bertanya itu terus menghunjam tatap yang redup….

Saya memutuskan mendekat, bagaimanapun saya seorang muda daripada ia yang keriput. Ibu itu masih terpaku dengan sikapnya.
Berjarak langkah tepat saya di hadapannya. Saya ingin ia mengatakan siapa saya untuk ia, dan saya berharap saya diingatkan bahwa saya adalah seseorang bagi ia.
Beberapa detik saya berhadap dengan ia. Waktu menjadi beku dan kaku. Hingga ia beringsut berbalik dari hadapan saya.

” Maaf nak, saya pikir engkau anak Ibu...”

Langkah itu segera menjauh, perlahan tanpa suara yang meninggalkan jejak ampunan.
Ahk, saya terkesima. Bayangan sosok itu mungkin tak sempat mengeluh, tapi cukup menyiratkan kekecewaan. Saya bukan anaknya, dan saya tak bisa menempatkan beliau menggantikan posisi mama saya.

’ Maafkan saya bu, bila saya mengecewakan....’

Saya pun berbalik arah, tas ransel yang menggantung di pundak terasa membeban rindu.

Saya melangkah…..

September 22, 2009

Mama saya lebih dari seorang Guru, bahkan guru yang hebat sekalipun.

" Mama saya seorang guru Kak. Beliau selalu pergi ke sekolah jam 7 pagi. Dan tiba di rumah sore jam 4. Mama saya seorang guru yang hebat. Beliau selalu mendapat penghargaan dari Dinas. Dan banyak piala di rumah saya...."
Anak itu lantas berlari, berpaling dari saya. Sekejap saja dia berhasil menceritakan seorang mama yang hebat kepada saya.

Saya tertegun,
Mama ?
Mama saya juga seorang yang hebat. Beliau tidak pergi kemanapun. Ibu rumah tangga dari rumah yang sederhana. Selalu setiap subuh membangunkan saya untuk ikut Abah naik sepeda ke mushola. Saya di cuci muka, di pakaikan sarung. ” Ikut Abah yach !! Abah mo pergi ke langgar. Setelah ini kau bisa beli pundut nasi di Julak Aji.....” sembari melapiskan baju lengan panjang saya dengan jaket woll yang tebal dan memasukkan beberapa lembar uang ke saku saya. Setelah itu senyum mama mengiringi perjalanan sepeda pancal Abah ( dan saya pada boncengannya ) di kedinginan subuh desa tempat kami dulu membangun kehidupan.

Mama saya juga seorang guru. Mama selalu menceritakan dongeng kepada kami ( saya, kakak, dan adik saya ). Dongeng tentang monyet yang curang, bebek yang genit, kura – kura yang lemah, dan satu yang saya suka, mama punya cerita tentang gajah yang berhasil mengeringkan pematang besar untuk seeokor anak ayam lewat mencari induknya. Dan untuk itu saya sering pergi ke huma di belakang rumah dan membawa anak ayam sambil menunggu sang gajah datang.

Mama selalu mengajarkan saya tentang harmonisasi kehidupan yang lembut di belaian tangannya, dan rindangnya keteduhan dipelukannya. Saat saya sakit, saat saya bermimpi, saat hari – hari selalu kasur saya yang menghiasi jemuran belakang rumah karena kebiasaan kencing yang tak terkontrol oleh kecil saya. Ahk, banyak hal untuk saya kembali memutar slide – slide masa lalu dari gumpalan syaraf saya. Tentang Mama.
Semua ada di masa kecil saya. Saya ingat, dan saya mengenangnya.

 

Mama ?
Mama saya seorang yang......


Mama saya lebih dari seorang Guru, bahkan guru yang hebat sekalipun.
Sayang anak itu sudah pergi, sebelum saya sempat menceritakan kepadanya tentang Mama saya.

September 20, 2009

Puisi malam


Memetik bintang

dan menempatkannya di hamparan rasa hati,
savana rindu

Lantas saya raih butiran bulan di langit itu.
Tak mengapa wajah malam berupa gelap,
…..karena hati kan melampu terang untuk saya bermimpi.

Dan serupa wajah yang nyata tersenyum kembali,
akhirnya….

Di ingat saya,
….dan di harap saya.

Semoga

September 19, 2009

Entah kemana ia pergi....


Ada gumpalan mendung yang berarak malu,

Menghitam langit,
Mengirim rindu yang baru saja menguap dari dasar hati
Entah kemana ia pergi...

September 17, 2009

Catatan ngawur - di penghujung Ramadhan

Speed Boat terakhir sudah berangkat jam 09:00 WITA tadi pagi. Keberangkatan dari Tuana Tuha. Desa yang berjarak + 70 Km dari Kamp tempat saya bekerja. Ada 4 unit Speed Boat yang jalan melayani puluhan staff gelombang terakhir yang kembali ke daerah yang mereka sebut kampung halaman.

Hm, kampung halaman ?
Saya ingat kejadian sore di dua hari lalu....

Pulang ? Pulang kemana saya pak ?
Kalimat yang diberikan oleh seorang Bapak tua saat saya beramah tamah untuk sekedar bertanya di sela kesibukan beliau menerabas ilalang di depan long housenya. Jawaban yang kemudian ada sedikit cerita dari beliau untuk saya. Sekedar cerita tentang kampung halaman yang entah.....

Saya sudah tua Pak, anak – anak saya pun sudah ingin hidup normal. Saya tidak pulang, saya tidak kemana – mana, karena di sinilah kampung halaman saya dan anak – anak saya......

Beliau mengakhiri jelajah hidupnya yang membuat saya pias hati. Jelajah hidup yang pernah berkutat di lusuhnya hamparan bedeng - bedeng kardus rel kereta api - jembatan layang, kota Jakarta. Batam dengan kemiskinan yang mencekat. Terusir dari Surabaya. Dan terakhir Samarinda, hingga ada seorang kawan yang mengantarkan beliau dan keluarga ke kamp ini.
Karyawan panen perusahaan perkebunan yang saya juga bekerja.

Saya jadi teringat tentang sebuah tempat khayalan yang kembali semarak saat kematian superstar MJ.

Yaps, Neverland.
Suatu tempat yang bukan hanya karena kita tidak pernah dewasa, tapi lebih dari itu : Neverland adalah sebuah dunia dari masa lalu.
Dan apa yang teringat tentang Neverland saya, ada segerombolan bocah yang berjalan sambil bernyanyi tentang ' aku anak TPA ' - plesetan dari lagu aku anak sehat ( salah judul ya sepertinya ? ) sembari membawa jilidan iqra di ransel kecilnya yang berat. Maklum, mama sengaja memberikan sangu makanan plus botol aqua tanggung yang berisi susu penuh. Dan Ramadhan adalah saat membanggakan diri dengan absensi tarawih di buku kecil, saat mendapatkan tanda tangan sang Imam....

Ahk, saya akui saya rindu akan kehidupan yang dulu. Saya ingin kembali pada sebahagian mereka yang masih di sana. Rumah tua, cerita dongeng sebelum tidur, dan petromak gantung di sudut ruang dengan jelaganya.
Dan itu tak berarti saat Bapak tua itu dengan kegetiran mengatakan bahwa di kamp ini lah kampung halamannya.

Jujur saja, saat ini saya mengalami kesedihan. Payah, seorang laki - laki bersedih ?
Seperti yang saya pernah katakan bahwa air mata sebenarnya bukanlah perwujudan emosi...ia tercipta sebagai obat untuk menuluskan rasa. Itu saja mungkin.

Baiklah, ini adalah catatan kecil saya di penghujung Ramadhan ini. Langkah terakhir yang menanyakan kenapa saya tak ikut pulang adalah dari seorang rekan yang mungkin sekarang berada di taksi charteran yang membawanya ke sepinggan Balikpapan.

Kenapa saya tak pulang ?
....untuk saat ini - persis seperti jawaban Bapak tua : Pulang ? Pulang kemana saya ? Di sinilah rumah saya, kampung halaman saya, dan.....

Hm,
untuk kakak saya di suatu daerah yang mengikuti bakti seorang istri terhadap suami.
untuk adik saya yang memutuskan berlebaran di tempat istrinya.

Sepertinya rumah tua itu sudah tak berpenghuni ya ? kita sudah mempunyai kehidupan masing - masing ?

Dan,....
saya ingin bersedih dulu saja...
:)

September 11, 2009

catatan usang - untuk tidak pulang

Bila ada kata yang sangat menyakitkan hati saya beberapa hari ini ini, itu adalah : PULANG.
Dan pertanyaan yang membuat saya diam dan ingin marah adalah : kapan pulang ? Pulangkah lebaran ini ?

Tapi ya sudahlah,
Selamat pulang ( kembali ) ke rumah, ke kampung halaman, atau suatu tempat apapun yang ingin kalian maknai dalam moment lebaran ini.
Silahkan,
apa yang saya kerjakan sekarang ?
saya sedang menyusun power point ucapan selamat Idul Fitri, ingin saya kirimkan ke beberapa rekan - rekan kerja dan beberapa orang di jalinan pertemanan saya. Selambatnya senin mungkin akan terkirim oleh saya.
Dan pertanyaan terakhir, jadi apa yang akan kau kerjakan di sini ?
saya tak nak tahu kawan,.....
mungkin saya menangis di malam Idul Fitri itu, entah saja.....

Ok, selamat mudik bagi kawan - kawan di MP yang ingin melakukan perjalanan itu.
be careful...!!
Semoga setelah ini akan banyak cerita dari kalian untuk saya nikmati.....

September 10, 2009

Wanita Jelata

WANITA JELATA

Seorang Gubernur pada zaman Khalifah Al-Mahdi, pada suatu hari mengumpulkan sejumlah tetangganya dan menaburkan uang dinar di hadapan mereka. Semuanya saling berebutan memunguti uang itu dengan suka cita. Kecuali seorang wanita kumal, berkulit hitam dan berwajah jelek. Ia terlihat diam saja tidak bergerak, sambil memandangi para tetangganya yang sebenarnya lebih kaya dari dirinya, tetapi berbuat seolah-olah mereka orang-orang yang kekurangan harta.

Dengan keheranan sang Gubernur bertanya, " Mengapa engkau tidak ikut memunguti uang dinar itu seperti tetangga engkau? "

Janda bermuka buruk itu menjawab, " Sebab yang mereka cari uang dinar sebagai bekal dunia. Sedangkan yang saya butuhkan bukan dinar melainkan bekal akhirat."

" Maksud engkau? ", tanya sang Gubernur mulai tertarik akan kepribadian perempuan itu.

” Maksud saya, uang dunia sudah cukup. Yang masih saya perlukan adalah bekal akhirat, yaitu salat, puasa dan zikir. Sebab perjalanan di dunia amat pendek dibanding dengan pengembaraan di akhirat yang panjang dan kekal."
Dengan jawaban seperti itu, sang Gubernur merasa telah disindir tajam. Ia insaf, dirinya selama ini hanya sibuk mengumpulkan harta benda dan melalaikan kewajiban agamanya. Padahal kekayaannya melimpah ruah, tak kan habis dimakan keluarganya sampai tujuh keturunan. Sedangkan umurnya sudah di atas setengah abad, dan Malaikat Izrail sudah mengintainya.

Akhirnya sang Gubernur jatuh cinta kepada perempuan lusuh yang berparas buruk rupa itu. Kabarpun tersebar ke segenap pelosok negeri. Orang-orang besar tak habis pikir, bagaimana seorang Gubernur bisa menaruh hati kepada perempuan jelata bertampang jelek itu.

Maka pada suatu kesempatan, diundanglah mereka oleh Gubernur dalam sebuah pesta mewah. Juga para tetangga, termasuk wanita yang membuat heboh tadi. Kepada mereka diberikan gelas crystal yang bertahtakan permata, berisi cairan anggur segar. Gubernur lantas memerintah agar mereka membanting gelas masing-masing. Semuanya terbengong dan tidak ada yang mau menuruti perintah itu. Namun, tiba-tiba terdengar bunyi berdenting, pertanda ada orang gila yg melaksanakan perintah itu. Itulah si perempuan berwajah buruk. Di kakinya pecahan gelas berhamburan sampai semua orang tampak terkejut dan keheranan.Gubernur lalu bertanya, " Mengapa kaubanting gelas itu? "

Tanpa takut wanita itu menjawab, " Ada beberapa sebab. Pertama, dengan memecahkan gelas ini berarti berkurang kekayaan Tuan. Tetapi, menurut saya hal itu lebih baik daripada wibawa Tuan berkurnag lantaran perintah Tuan tidak dipatuhi."

Gubernur terkesima. Para tamunya juga kagum akan jawaban yang masuk akal itu.
” Sebab lainnya? ", tanya Gubernur.

Wanita itu menjawab, " Kedua, saya hanya menaati perintah Allah. Sebab di dalam Alquran, Allah memerintahkan agar kita mematuhi Allah, Utusan-Nya, dan para penguasa. Sedangkan Tuan adalah penguasa, atau ulil amri, maka dengan segala resikonya saya laksanakan perintah Tuan."

Gubernur kian takjub. Demikian pula paran tamunya. " Masih ada sebab lain? "

Perempuan itu mengangguk dan berkata, " Ketiga, dengan saya memecahkan gelas itu, orang-orang akan menganggap saya gila. Namun, hal itu lebih baik buat saya. Biarlah saya dicap gila daripada tidak melakukan perintah Gubernurnya, yang berarti saya sudah berbuat durhaka. Tuduhan saya gila, akan saya terima dengan lapang dada daripada saya dituduh durhaka kepada penguasa saya. Itu lebih berat buat saya."

Maka ketika kemudian Gubernur yang kematian istri itu melamar lalu menikahi perempuan bertampang jelek dan hitam legam itu, semua yang mendengar bahkan berbalik sangat gembira karena Gubernur memperoleh jodoh seorang wanita yang tidak saja taat kepada suami, tetapi juga taat kepada Gubernurnya, kepada Nabinya, dan kepada Tuhannya.

September 09, 2009

Tuhan..... Maafkan saya....

Ada dialog satire yang lamat - lamat tertangkap oleh saya dalam sinetron Para Pencari Tuhan 3 ( sinetron yang penuh dengan dialogis bersifat satire - menurut saya ), kurang lebihnya begini :

.....loe jangan menyerah Rull, kalau musibah terus datang loe terus mendekap sama Tuhan saja. Biar Dia gak enak hati, dan menolong loe jadinya.....

Mungkin tidak persis seperti ini kalimat naskah yang dibaca oleh pemain sinetron tersebut, tapi yang pasti maknanya sama.

Tidak banyak yang harus saya teorikan dalam tulisan kesempatan menulis ini, karena sejatinya - para manusia - yang berkumpul di MP ini adalah manusia yang pandai, dan mengerti sekali akan hakikat syukur dan sabar.

Saya sangat berterima kasih dengan catatan ringan seorang debby di sini, di pagi ini hari. Setidaknya ia telah mengembalikan ingat saya tentang bagaimana kehidupan mesti terjalani kan ?.
Terima kasih.

Berusaha tetap fokus, berusaha tetap berjalan, dan ikhlas saja.

Ada seorang mantan preman terminal yang sudah berhasil lepas dari dunia kriminalnya, dan apa katanya :
Mari,
mari kita belajar takut pada Allah,
mari kita belajar berterima kasih sama Allah,
mari kita belajar untuk mendekat pada Dia.....

dia mengajak saya belajar, karena bagaimanapun penempaan diri yang bodoh ini memang masih berada dalam tatanan belajar. Bukankah kita manusia akan terus berada dalam posisi belajar ?
Kenapa ?
Karena ilmu Allah kan tak berbatas, hanya sedikit yang kita ketahui. Dan bila sedikit itu kita proyeksikan dalam pandang kita manusia, maka kita seharusnya bisa memandang langit dan alam raya....apa yang kita ketahui tentang mereka dan apa yang di sekitar kita ?

" ...coba loe ingat, kapan terakhir kali loe sholat ? "
Sekejap saja kalimat tanya itu menohok saya yang jelas hanya berada dalam posisi sebagai penonton itu iklan.
Kapan terakhir saya sholat ?
...saya menjadi beringsut sedih. Bukan karena absensi saya dalam bilangan lima waktu saya. Tapi khusyu saya yang hampir tak pernah sempurna menurut saya. Saya selalu mencatat keingkaran saya dalam hatur sujud pada-Nya. Menjadi semacam ritual yang berjalan tanpa makna.....
Maka, bila saya di tanya....kapan terakhir kali loe sholat ?

Tuhan.....
Maafkan saya....

Mungkin hanya itu yang bisa menjadi jawaban saya saat ini.

September 08, 2009

Usah Kau Simpan Lara Sendiri - bagus untuk dibaca oleh kawan2 akhwat yang.......

Usah Kau Simpan Lara Sendiri :

Kegelisahan, kedukaan dan airmata adalah bagian sketsa hidup di dunia ini. Tetesan airmata bermuara dari hati yang terselaputkan kegelisahan jiwa terkadang memilukan, hingga membuat keresahan dan kebimbangan. Kedukaan karena kerinduan yang teramat sangat dalam menyebabkan kepedihan yang memenuhi rongga dada, jiwa yang rapuh pun berkisah pada alam serta kehidupan, bertanya dimanakah pasangan jiwa berada. Lalu, hati menciptakan serpihan kegelisahan, bagaikan anak yang hilang dari ibunya di tengah keramaian.

Keinginan bertemu pasangan jiwa, bukankah itu sebuah fitrah? Semua itu hadir tanpa disadari sebelumnya hingga tanpa sadar telah menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan. Sebuah kewajaran pula bahwa setiap wanita ingin menjadi seorang istri dan ibu yang baik ketimbang menjalani hidup dalam kesendirian. Dengan sentuhan kasih sayang dan belaiannya akan terbentuk jiwa-jiwa yang sholeh dan sholehah. Duhai... betapa mulianya kedudukan seorang wanita, apalagi bila ia seorang wanita beriman yang mampu membina dan menjaga keindahan Islami hingga memenuhi setiap sudut rumahtangganya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala pun telah menciptakan wanita dengan segala keistimewaannya, hamil, melahirkan, menyusui hingga keta'atan dan memenuhi hak-hak suaminya laksana arena jihad fisabilillah. Karena itu, yakinkah batin ini tiada goresan saat melihat pernikahan wanita lain dibawah umurnya? Pernahkah kita menyaksikan kepedihan wanita yang berazam menjaga kehormatan diri hingga ia menemukan pasangan jiwanya? Dapatkah kita menggambarkan perasaannya yang merintih saat melihat kebahagiaan wanita lain melahirkan anak? Atau, tidakkah kita melihat kilas tatapan sedih mereka ketika melihat aqiqah anak kita?

Letih... sungguh amat letih jiwa dan raga, sendiri mengayuh biduk kecil dengan rasa hampa tanpa tahu kapankah berlabuh.

Ukhti sholehah yang disayang Allah Subhanahu wa Ta'ala... Dalam Islam, kehidupan manusia bukan hanya untuk dunia ini saja, ada dunia fana, pun ada akhirat. Memang, setiap manusia sudah diciptakan berpasangan, namun maksudnya tidak dibatasi hanya dunia fana ini saja. Jadi mungkin saja ada manusia yang jodohnya baru dipertemukan nanti di akhirat. Seseorang yang belum menemukan pasangan jiwanya di dunia fana ini, insya Allah akan dipertemukan di akhirat nanti, selama ia beriman dan bertaqwa serta sabar atas ujian-Nya yang telah menetapkan dirinya sebagai lajang di dunia fana.

Keresahan dan kegelisahan janganlah sampai merubah pandangan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kalaulah rasa itu selalu menghantui, usah kau lara sendiri duhai ukhti, taqarrub-lah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kembalikan segala urusan hanya kepada-Nya, bukankah hanya Ia yang Maha Memberi dan Maha Pengasih. Ikhtiar, munajat serta untaian doa tiada habis-habisnya curahkanlah kepada Sang Pemilik Hati. Jangan membandingkan diri ini dengan wanita lain, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala pasti memberikan yang terbaik untuk setiap hamba-Nya, meski ia tidak menyadarinya.

Usahlah dirimu bersedih lalu menangis di penghujung malam karena tak kunjung usai memikirkan siapa kiranya pasangan jiwa, menangislah karena airmata permohonan kepada-Nya di setiap sujud dan keheningan pekat malam. Jadikan hidup ini penuh dengan harapan baik kepada Sang Pemilik Jiwa, dan kesiapan menghadapi putaran waktu, hingga setiap gerak langkah serta helaan nafas bernilai ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tausyiah-lah selalu batin dengan tarbiyah Ilahi hingga diri ini tidak sepi dalam keheningan. Bukankah kalau sudah saatnya tiba, jodoh itu tak akan lari kemana, karena sejak ruh telah menyatu dengan jasad ini, siapa pasangan jiwamu pun telah dituliskan-Nya.

Sabar dan sabarlah ukhti sholehah... Bukankah matahari akan selalu menghiasi pagi dengan kemewahan sinar keemasannya, malam pun masih indah dengan bintang gemintang keperakan, dan kicau bening burung malam selalu riang mencandai sang rembulan. Senyumlah, laksana senyum penuh pesona butir embun yang selalu setia melantunkan tasbih dan tahmid di kala subuh. Hapuslah airmata di pipi, hilangkan lara di hati hingga akan dirimu rasakan tak ada lagi gejolak keresahan, kegamangan atau pun kegelisahan. Terimalah semua sebagai bagian dari perjalanan hidup, hingga dirimu temukan rahasia kehidupan bahwa semua ini adalah tanda kebesaran hati dan jiwa, semoga.

Wallahu alam bi showab


Note : COPAS dari kawan punya file. Semoga bermanfaat.....

September 07, 2009

Ada kekuatan dalam.......

Ada kekuatan di dalam cinta,
Orang yang sanggup memberikan cinta adalah orang yang kuat
Karena ia bisa mengalahkan keinginannya
Untuk mementingkan diri sendiri.

Ada kekuatan dalam tawa kegembiraan,
Orang tertawa gembira adalah orang yang kuat
Karena ia tidak pernah terlarut dengan tantangan dan cobaan.

Ada kekuatan di dalam kedamaian diri
Orang yang dirinya penuh damai bahagia adalah orang yang kuat
Karena ia tidak pernah tergoyahkan
Dan tidak mudah diombang-ambingkan.

Ada kekuatan di dalam kesabaran,
Orang yang sabar adalah orang yang kuat
Karena ia sanggup menanggung segala sesuatu
Dan ia tidak pernah merasa disakiti.

Ada kekuatan di dalam kemurahan,
Orang yang murah hati adalah orang yang kuat
Karena ia tidak pernah menahan mulut dan tangannya
Untuk melakukan yang baik bagi sesamanya.

Ada kekuatan di dalam kebaikan,
Orang yang baik adalah orang yang kuat
Karena ia bisa selalu mampu melakukan yang baik bagi semua orang.

Ada kekuatan di dalam kesetiaan,
Orang yang setia adalah orang yang kuat
Karena ia bisa mengalahkan nafsu dan keinginan pribadi
Dengan kesetiaannya kepada Allah dan sesama.

Ada kekuatan di dalam kelemahlembutan,
Orang yang lemah lembut adalah orang yang kuat
Karena ia bisa menahan diri untuk tidak membalas dendam.

Ada kekuatan di dalam penguasaan diri,
Orang yang bisa menguasai diri adalah orang yang kuat
Karena ia bisa mengendalikan segala nafsu keduniawian.


Sadarkah teman bahwa engkau juga memiliki cukup Kekuatan untuk mengatasi segala permasalahan dalam hidup ini?
Dimanapun, seberat dan serumit apapun juga.
Karena pencobaan tidak akan pernah dibiarkan melebihi kekuatan kita.

Note : COPAS dari sahabat punya file, semoga bermanfaat untuk mendewasakan hati

September 06, 2009

kosong

Lambat launku berubah menjadi pertapa dalam kesedihan di sebuah dunia yang tak kunjung bisa tertawa. Semua geramku merangkak malu pada selubung dendam di puncak amarah. Kau menghiba padaku untuk apa ?
Sementara lautan rinduku telah kualirkan dalam riak – riak yang mengalun merdu memanggil dirimu. Kau yang bercerita tentang segala warna. Ingatkah kau yang mengejek pelangi hanya kerana ia yang berani muncul di sela rintik yang menggerimis, dan kau menggoreskan gelap di selendangmu ?
Aku menghunjam perih rasa dari nyatamu, tingkah bodoh yang cukup menghangatkan segenap jiwa yang membeku. Memparalelkan derita kenangan, dan dongeng tentang bintang.
Kau berlalu pergi untukku menyendiri
Kau melangkah pergi menyapaku sekejap
Kau meninggalkanku.

Aku terkapar, memeluk sesal kesalahan.
Tolong, tolong ulurkan maafmu. Seperti sedia kala, tanpa kau yang melangkah. Aku ingin kau diam, memahat hatiku dengan segala dukamu, amarahmu, bahagiamu. Kau tahu ?, hatiku perihpun tak mengapa bila itu terbaik untuk ada-mu.

Aku menunggumu

September 04, 2009

Sketsa pelaut tua

Ku dapati kau melukis hamparan bintang dengan telunjuk kekarmu.
Kau lukis mereka hingga membentuk sebuah rumah mungil yang di sampingnya tersemai kumpulan cerita.
Kau beri warna langit dengan pekat warna mega.
‘ Warna kesukaan ‘ ucapmu datar.

“ rumah siapa itu ? “ tanya pun mengucap kata.

Kau menoleh,
Senyum…
dan kau mengungkap tawa kecil di sela isap cerutumu.
Gelas anggur kau naikkan, sembari menengadah ke langit yang telanjang.
“ Haa..ha…ha….Kau masih kecil buyung, tak usah kau mengerti akan rindu seorang pelaut “
Kau akhirnya melangkah pergi sembari menepuk pundakku.

Meninggalkan ku,
…………sendiri menghampa sepi.

“ Tuhan,
bukankah sudah Kau tugaskan angin di purnama lalu untuk memberi kabar pada laki – laki tua itu ? “

aku semakin merenung hanyut dalam pelayaran samudera.
“ ….bahwa rumah itu sudah musnah di timpa bencana….”

September 02, 2009

Hm, Ramadhan ( Dalam keluh kerja yang berjuta... )

Menciptakan sekerat harap di jiwa yang kini belajar mengeja syukur Pada- Mu
Tuhan,
Terima kasih.

Hm, Ramadhan…..

Aktivitas sahur, …
pas malam ke 8 Ramadhan saya mendapati teman saya yang membawa bantal tidurnya sampe ke dalam kamar kecil. Waps, kami yang juga masih bermata sayu, sempat berpandangan heran karenanya. Sangat, sangat seperti Robot lah,….rambut yang tegak lurus. Mata yang berpejam, pun bahkan saat minum segelas teh hangat,….heran.

Kemaren, saat berbuka,….Teman saya yang lain pulang dengan kicauan kekesalannya akan ‘ tindakan sepihak ‘ atasan yang memberinya pekerjaan yang sangat ‘ mengerikan ‘ ( bahasa kemarahannya ). Hingga dia harus pulang terlambat dari yang semestinya telah dia anggarkan, sehingga dia menetapkan harus dibuatkan comment variant ( he..he…he,…sorry ! agak nglantur saya. Pokoke ya habis ngomel lah dia ) Teman saya masih menggerutu hingga dia membenamkan dirinya di keciprakan air kamar mandi yang dia guyurkan sendiri. Jam 18:18 WITA. Tidak sampe 3 menit dia membasuh luruh emosinya, waktu berbuka tiba. Dan dia masih terus dengan keciprakan airnya. Betah.

Sekarang hari ke 13, ada medical check up report dari Klinik Perusahaan. Satu teman saya udah mengalami gejala Maag. Pertanyaan menu makan apa setiap sahur dijawab pasti dengan tegas, lugas, dan sejujur – jujurnya ( baca : memelas ) ,yakni MI INSTANT, SARDEN, TELOR dan dibulatkan dengan 0 digit di belakang koma…sehingga membentuk kalimat : APA ADANYA,…huh kasihan.
Maka, saran Mba perawat - yang kebetulan baru terdampar di kebun, lumayan cantik, dan masih single ( Dokter mah udah kabur ke kota duluan dia… ) - untuk dia lebih utamakan makan sayur, makan yang berserat, makan bla…bla…bla….dijawab penuh godaan kepada suster sang Mpu nasehat : “ Seandainya Mba…( of the record ) mau mendampingi saya…( www.cara-ngrayu- perempuan.com ) …… Pembualan.

Setelah berbuka,….( Biasanya, but not always….xixixixiixix )
ada saja alasan untuk malas setelah bertempur dengan ‘ Sang Penantang ‘ atau bila diartikan secara kemanusiaan dalam Ramadhan ini, yakni menu – menu yang tersaji di hadapan pas berbuka, terlebih pemakluman rasa lapar yang melanda diri.

Tarawih,…???????
Dengan segala kekembungan,….kekenyangan,….kemalasan, ketidakmapanan, ketidakpercayaan, ketidaksadaran, dan…….kekekekekkekekekkekek
Ya, Alhamdulillah lah,….terkerjakan….
( Semangat !!!! Ganbatte !!!! Semangat !!!! )
Non Dian : Saya pinjam dulu ungkapan Ganbatte nya

Si Jennah yang selalu MENGGEDOR – GEDOR pintu barrack kami dan ( selalu ) berhasil ‘ menemukan ‘ kami, biar pun dengan berjuta alasan….
Pertimbangan bahwa penolakan ajakannya berarti akan ngambeknya ‘ jam weker ‘ kami saat sahur dan tidak adanya suara pungguk merindukan bulannya saat mengajak subuh-an di masjid kamp ( area ), maka – dalam 12 malam + subuh ini - kami menjelma menjadi Jet Li dalam sketsa yang berjudul : + Bodyguard from Kebon Sawit ….( saya tambahin )…..Untuk Si Jennah Yang Cantik, Tidak Sombong, Dan Baik Hati….MAKSAAAAAAAAAAAAAAAA ABIZZZZZZ,….demi si Jennah nih…..

Dan terakhir catatan di hari ke 13 Ramadhan ini,…..
Saya diminta menyelesaikan presentasi yang sekiranya harus di pertunjukkan besok pagi jam 08:00 di Meeting Room.
Hasilnya, ( demi melihat ) kemajuan berlembar – lembar bahan presentasi yang saya kerjakan….saya sepertinya akan menghabiskan berbuka saya sendiri di kantor yang saat ini mulai sepi..
Nasib…

Yaps,
Ramadhan…..

Setelah apa yang terlewati ini, ternyata masih ada senyum yang saya ciptakan. Setidaknya saat menulis cerita ini.
Dan, saya mau lanjut kerja lagi…….

Dug.

bendera kemenangan Ramadhan yang terjual

Ada seorang pemuda yang berjalan menuju di keasingan sebuah Mesjid. Waktu petang mengakrabi tubuhnya dengan riang canda berpasang muda – mudi menanti saat berbuka. Ia menyusur waktu dengan tilawah, zikir, dan do’a – do’a di sudut tiang penyangga Rumah Tuhannya. Gelak keramaian masih terdengar merayu di depan gerbang, maka saat takbiratul ihram maghrib.....ia mendapati diri yang hanya berdiri di shaft pertama dan terakhir jama’ah yang pasrah. Kemana mereka yang berbaju koko dan paduan jilbab mahal tadi pergi ?

Hakikat berpuasa adalah pembersihan diri.

Dan Idul Fitri adalah momentum kemenangan bagi jiwa yang sudah bersih dan suci.

Tapi mengapa suci jiwa dan hati adalah sesuatu yang tergolek lemah

dalam bantalan berbagi yang penuh tawa,

kesombongan,

kemunafikan.

Kita mengakrabkan diri dengan petuah – petuah gratisan

dari ruang – ruang belanja meriah di seluruh penjuru kota,

bahkan seruan seorang muadzin hanyalah penebas sesak

di kepadatan dunia malam selepas berbuka.

Barisan makmum tarawih kian terparkir hingga menyentuh sejadah sang Imam.

Kita berlomba untuk mencari apa ?

Gaung kemenangan adalah baju – baju baru,

Celana padanan, jilbab yang sempit,

dan penampilan baru.

Kemenangan cukup hanya sekedar ucap kata maaf, selamat,

dan pesta yang pora.

Selebihnya adalah senyum yang menghiasi dinding keimanan yang menipis

karena ketertinggalan, ketertinggalan akan berartinya waktu

untuk berdo’a,

bertobat,

beribadah kepada-Nya.

Kemenangan adalah segala sesuatu yang berlabel harga

untuk dunia. Dan kita ramai hati membelinya.

Maka saat ada seorang pemuda menghadirkan kekosongan jiwa

di setiap waktu panggilan-Nya,

ia tahu

betapa celaka diri bila Ramadhan tak juga membuat Tuhan mengampuni khilafnya,

ridho akan laku ibadahnya.

Dan di sebuah malam, ketika sebuah diri mendapati isya dan bilangan tarawih hanya

dengan beberapa manusia, ia lantas membayangkan bendera kemenangan

Ramadhan sudah banyak terjual di etalase toko dunia.

Bendera kemenangan dari Tuhan ?

.......hanya sedikit yang terbagi

September 01, 2009

Selamat pagi untuk sebuah hari

.
Wahai bintang pagi, engkau
datang dan segera menghilang
Terperanjat, aku curiga, akan dapati
kita masih di pembaringan
Kau tetap pada jalanmu, selalu
menatap waspada :
Pada diri kami, tidur terlalu lama,
kehilangan satu babak kehidupan.

Satu pagi dalam sebuah taman,
melintas,
Kudengar seekor burung yang
bertengger di ketinggian dahan
menangis :
" Keluarlah bersama apapun yang
kau miliki di dalammu - Lagu,
keluhan, nyanyian, kematian,
ratapan, desahan. "

( Penggalan puisi M. I. Iqbal, Payam-i-mashriq )*

Ini adalah pagi hari, saat matahari mulai menguak kehebatannya untuk seberkas cahaya. Di sini, di tempat saya - sudah ratusan buruh - buruh pekerja memasuki lahan perkebunan sawit. Mereka bergegas, karena dahan - dahan sawit, buah yang masak, dan kacangan adalah keramahan alam untuk mereka menyemai keinginan, harapan, asa untuk sebuahesok hari yang lebih baik. Bekerja dengan senyum kabut dan dingin udara.

" Umatku diberkahi pada waktu paginya " ( HR. Thabrani )

Bertemu pagi adalah sebuah keniscayaan. Tetapi mengambil manfaat dari keistemewaannya adalah sesuatu yang harus diupayakan. Jalannya hanya satu, bangun lebih pagi. Lalu mengintip apa saja kebaikan - kebaikan yang dapat kita petik pagi ini*
* Tarbawi edisi : Suatu pagi dalam hidupmu !

.....ini hanya sekedar perenungan saya. Bagaimanapun, keberadaan saya saat menulis ini di pagi hari adalah saat - saat saya menelangsa diri, dan saya berhasil menemukan pagi.

Yaps, selamat pagi untuk diri saya sendiri.....
Selamat pagi untuk sebuah hari.