Powered By Blogger

Oktober 28, 2010

Selamat Hari Sumpah Pemuda untuk bangsa ini

.


Status di facebook itu pagi ini terbaca :

Kejadian apel pagi ini
1. para petugas bendera telat keluar, mereka masi dandan, padahal dah mau pengibaran.
2. pelaku baju adat lengkap, kecuali adat xxxxxxx, apel mau abis baru datang, dasar orang xxxxxxx...

OH PARA PEMUDA, SEMANGATMU SEMANGATMUU

Ironi, pengejawantahan yang actual dari kondisi kepemudaan saat ini ?

Saya tak mengetahui, apakah seorang Wahidin Sudirohusodo pendiri Budi Oetomo, K.H Samanhadi – Sarekat Islam Indonesia, hingga Tiga Serangkai dalam perjuangan INDISCHE PARTIJ-nya yang sebagai organisasi politik pertama berwawasan sebuah bangsa pernah berpikir bahwa Negara ini akan berhasil mengayomi beratus – ratus ribu perbedaan dalam nasionalismenya, padahal mereka – mereka jelas bukan seorang Gajah Mada yang hidup di Sumpah Palapanya, hingga Nusantara saat itu berada dalam kekuasaan Majapahit.
Tapi tentu saja tidak ada yang memungkiri bahwa mereka – mereka itu berhasil membuat alur historical kesejarahan negeri ini berada dalam sudut pandang yang hampir serupa; merdeka dari kolonialisme dan persatuan.

Dan siapa mengira seorang M. Yamin, seorang pemuda kelahiran Tanah Minang berhasil menghimpun kesatuan pemuda dalam Kongres Pemuda I dan II. Moment yang menghadirkan rumusan Ikrar Pemuda dalam kongres tersebut, lantas dirubah menjadi Sumpah Pemuda.
“ Yaminlah yang mengubah kata Ikrar menjadi Sumpah ", kata sejarawan Anhar Gonggong. – Tempo Online ‘ Secarik Kertas Untuk ndonesia ‘.

Mereka para pemuda yang ada di jaman di mana Belanda masih berkuasa sepenuhnya atas negeri mereka….
Sebuah letusan sejarah bagi seorang Hatta

Hingga terproklamirkannya kata merdeka dan pergolakan yang mempertahankan ikrar itu.
Siapa yang mengibarkan bendera merah putih pertama kali di Pegangsaan Timur No. 56 puluhan tahun lalu…..
Siapa yang membusung dada memegang bambu dan menyongsong ratusan bayonet dan moncong senapan di Surabaya 10 November puluhan tahun lalu, ratusan bahkan ribuan mereka terkapar berdarah.
Mereka adalah pemuda……

Begitu hebatnya pengaruh kepemudaan pada jaman pergerakan di jaman kolonialisme dan kemerdekaan, hingga seorang Presiden pertama negeri ini berstatement :
" Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia."
: Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams

Bisa jadi Presiden Soekarno saat itu mempresentasikan dirinya sendiri yang berhasil mengarahkan perubahan dalam perjuangan rakyat Indonesia, hingga jiwa persatuan dan kesatuan yang dicetuskan oleh para rekan beliau di tahun 1928 berhasil teraplikasikan dalam cara yang tertatan laiknya suatu bangsa. Sebuah Negara di proklamirkan, membawahi puluhan ribu pulau, menaungi ratusan suku bangsa, beribu dialek dan bahasa.

Lalu bagaimana dengan kaum muda Indonesia sekarang ?
Sumpah Pemuda ( lambat laun ) hanya sebuah hari di bulan Oktober, tanpa peringatan, tanpa jiwa, tanpa penyambutan.
Arti kebangkitan terasa kuno, sekuno sejarah yang mencatatnya dalam hiruk – pikuk keramaian dunia yang glamour sekarang ini.

Namun, dengan melihat sejarah tentulah kita bisa memahami jati diri bangsa ini. Bagaimana terbentuknya, bagaimana dalam rentang waktu perjalanan bangsa ini dari waktu ke waktu. Sebagai bahan perbandingan dengan apa yang kita capai. Tentu saja berada dalam tolak ukur relative bila kita melihat sudut pandang yang menciptakan berbagai versi di sejarah itu sendiri.

" Benih yang tidak sempurna akan punah sebelum berbuah “. (Mama, 79)
: Anak semua bangsa – Pramoedya Ananta Noer

Seorang Pramoedya berkata demikian, lantas bila melihat ( menganalogikan ) bagaimana benih bangsa kita sekarang ini, maka kiranya saya berharap kita sebagai sebuah bangsa dalam national Indonesia ‘ tidak akan punah ‘.

Ironi, optimisme yang skeptical. Atau kalimat seorang Ibu tua lebih bagus untuk saya dengar :
“ Orang muda sekarang ini opo mesti di sumpahin terus ya biar gak ngeyel “

Hm, Selamat Hari Sumpah Pemuda untuk bangsa ini

Haitami

Note : Photo saya pinjam dari sini dan sono


.

Oktober 27, 2010

Berita kepada kawan.......

.


Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan
Sayang, engkau tak duduk di sampingku kawan
Banyak cerita yang mestinya kau saksikan
Di tanah kering berbatuan

Tubuh ku terguncang di hempas batu jalanan
Hati tergetar menampak kering rerumputan
Perjalanan ini pun seperti jadi saksi
Gembala kecil menangis sedih

Kawan coba dengar apa jawabnya
Ketika ia ku tanya "Mengapa?"
Bapak ibunya telah lama mati
Ditelan bencana tanah ini

Sesampainya di laut ku khabarkan semuanya
Kepada karang, kepada ombak, kepada matahari
Tetapi semua diam, tetapi semua bisu
Tinggal aku sendiri terpaku menatap langit

Barangkali di sana ada jawabnya
Mengapa di tanahku terjadi bencana

Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita
Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang

*Berita Kepada Kawan : Ebiet G Ade


Ada kalanya dulu lagu Berita Kepada Kawan dari Ebiet G Ade adalah kesyahduan pengantar tidur bagi saya, tapi sekarang lagu itu berubah menjadi nada yang mengejek.
Benar – benar ejekan….

Ini bencana :
Ada duka di Mentawai,
Ada Kekalutan Merapi,
Ada genangan di Jakarta,
  • Oh, tentu saya tidak berani mengatakan itu Banjir, lha wong pemerintah daerahnya sendiri mengatakan itu cuman genangan kok….
Mungkin alam mulai enggan untuk berkabar pada kita, lantas berhari – hari kita masuk dalam situasi prediksi, hingga tsunami Mentawai menyapu puluhan rumah dan ratusan orang yang tak terperingatkan, hingga gunung Merapi itu meletus, hingga apa yang dikatakan seorang Gubernur DKI Jakarta – Mr. Fauzi Bowo bahwa cuaca ekstremlah yang menyebabkan jajarannya dalam ketidakberdayaan untuk penanggulangan tergenangnya ‘ sebagian ‘ ruas jalan Jakarta beberapa hari ini.

Tergenang, benar – benar tergenang hingga seorang teman berani mengambil kesimpulan Banjarmasin tempat tinggalnya bukan lagi kota berjuluk seribu sungai, tapi dengan tergenangnya digantikan oleh Kota Besar Jakarta ?
Jakarta cukup tergenang untuk teman tersebut mengabadikannya menjadi kota seribu sungai.

Hari – hari tanpa prediksi untuk sebuah bencana, semacam sebuah kepastian, kepastian tak mampu memprediksi.
“ Prediksi hanya ada di meja judi dan pasar uang “, selain itu prediksi hanya kata kecil untuk bisa berharap mengetahui lebih baik dengan kemungkinan yang tak terkalkulasikan.

Barangkali di sana ada jawabnya

Entah apakah di sana itu adalah sebuah tempat yang Kang Ebiet bayangkan ia bisa bertemu pada rahimnya bencana negeri ini. Sehingga beliau sadar betapa Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita para manusia yang selalu salah dan bangga pada dosa – dosa….

Entah apakah di sana itu justru sebuah tempat yang justru kita tidak mengenal bencana, hingga kita bisa belajar bagaimana bencana itu tidak bertinggal di sana ?

Ah, sepertinya saya tertarik untuk menyetujui statement kedua. Terlalu jauh rasanya saya saat ini mendekat pada-Nya agar bisa memaknai ini adalah peringatan dari-Nya, terlalu jauh rasanya pula saya mampu berkesimpulan ini adalah takdir-Nya, terlalu jauh juga rasanya saya bisa mengambil ibroh dari bencana – bencana ini.

Karena ?
Karena saya makhluk bodoh, bebal, - masih mengharapkan para pemimpin dan wakil saya di negeri ini berhasil pulang dengan banyak kata dari kunjungan – kunjungan mereka ke negeri yang entah, mungkin kata di sana itu adalah salah satu tempat yang mereka kunjungi.

Mungkin saja, karena seperti kata Kang Ebiet pula bahwa ia sudah banyak menanyakan khabar, hingga rumput bergoyang menjadi kata yang indah ia tempatkan dalam bait renungan lagu itu.
Semoga ada yang mengatakan pada mereka ( pemimpin dan wakil rakyat ) itu jawabannya, karena kalau tidak, rumput bergoyang menjadi pilihan akhir untuk bertanya. Seonggok rumput yang bergoyang, tempat bertanya orang – orang pandai dan tentu jauh lebih alim itu…. ?

Ah, saya masih berharap….

Seperti Mbah Maridjan yang ( konon ) di guguran Wedhus Gembel masih bertahan pada rosa ( kuat )- nya…..
Hingga beliau diketemukan bersujud, dan meninggal

Atau seperti seorang Mba Sri yang masih ragu kita bisa menikmati dunia yang sedang kehabisan energy sekarang ini, karena beliau lantas berstatement dengan tulusnya : Itu juga kalo bencana di negeri ini masih menyisakan nyawa kita semua tetap ada….

Hiks,
*Lagu Ebiet G Ade benar – benar mengejek jiwa saya hari ini. Berita kepada kawan…..

haitami


.

Oktober 26, 2010

Berita kepada kawan.......

.



Perjalanan ini terasa sangat menyedihkan
Sayang, engkau tak duduk di sampingku kawan
Banyak cerita yang mestinya kau saksikan
Di tanah kering berbatuan

Tubuh ku terguncang di hempas batu jalanan
Hati tergetar menampak kering rerumputan
Perjalanan ini pun seperti jadi saksi
Gembala kecil menangis sedih

Kawan coba dengar apa jawabnya
Ketika ia ku tanya "Mengapa?"
Bapak ibunya telah lama mati
Ditelan bencana tanah ini

Sesampainya di laut ku khabarkan semuanya
Kepada karang, kepada ombak, kepada matahari
Tetapi semua diam, tetapi semua bisu
Tinggal aku sendiri terpaku menatap langit

Barangkali di sana ada jawabnya
Mengapa di tanahku terjadi bencana

Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita
Yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang

*Berita Kepada Kawan : Ebiet G Ade


Ada kalanya dulu lagu Berita Kepada Kawan dari Ebiet G Ade adalah kesyahduan pengantar tidur bagi saya, tapi sekarang lagu itu berubah menjadi nada yang mengejek.
Benar – benar ejekan….

Ini bencana :
Ada duka di Mentawai,
Ada Kekalutan Merapi,
Ada genangan di Jakarta,
  • Oh, tentu saya tidak berani mengatakan itu Banjir, lha wong pemerintah daerahnya sendiri mengatakan itu cuman genangan kok….
Mungkin alam mulai enggan untuk berkabar pada kita, lantas berhari – hari kita masuk dalam situasi prediksi, hingga tsunami Mentawai menyapu puluhan rumah dan ratusan orang yang tak terperingatkan, hingga gunung Merapi itu meletus, hingga apa yang dikatakan seorang Gubernur DKI Jakarta – Mr. Fauzi Bowo bahwa cuaca ekstremlah yang menyebabkan jajarannya dalam ketidakberdayaan untuk penanggulangan tergenangnya ‘ sebagian ‘ ruas jalan Jakarta beberapa hari ini.

Tergenang, benar – benar tergenang hingga seorang teman berani mengambil kesimpulan Banjarmasin tempat tinggalnya bukan lagi kota berjuluk seribu sungai, tapi dengan tergenangnya digantikan oleh Kota Besar Jakarta ?
Jakarta cukup tergenang untuk teman tersebut mengabadikannya menjadi kota seribu sungai.

Hari – hari tanpa prediksi untuk sebuah bencana, semacam sebuah kepastian, kepastian tak mampu memprediksi.
“ Prediksi hanya ada di meja judi dan pasar uang “, selain itu prediksi hanya kata kecil untuk bisa berharap mengetahui lebih baik dengan kemungkinan yang tak terkalkulasikan.

Barangkali di sana ada jawabnya

Entah apakah di sana itu adalah sebuah tempat yang Kang Ebiet bayangkan ia bisa bertemu pada rahimnya bencana negeri ini. Sehingga beliau sadar betapa Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita para manusia yang selalu salah dan bangga pada dosa – dosa….

Entah apakah di sana adalah sebuah tempat yang justru kita tidak mengenal bencana, hingga kita bisa belajar bagaimana bencana itu tidak bertinggal di sana ?

Ah, sepertinya saya tertarik untuk menyetujui statement kedua. Terlalu jauh rasanya saya saat ini mendekat pada-Nya agar bisa memaknai ini adalah peringatan dari-Nya, terlalu jauh rasanya pula saya mampu berkesimpulan ini adalah takdir-Nya, terlalu jauh juga rasanya saya bisa mengambil ibroh dari bencana – bencana ini.

Karena ?
Karena saya makhluk bodoh, bebal, - masih mengharapkan para pemimpin dan wakil saya di negeri ini berhasil pulang dengan banyak kata dari kunjungan – kunjungan mereka ke negeri yang entah, mungkin kata di sana itu adalah salah satu tempat yang mereka kunjungi.

Mungkin saja, karena seperti kata Kang Ebiet pula bahwa ia sudah banyak menanyakan khabar, hingga rumput bergoyang menjadi kata yang indah ia tempatkan dalam bait renungan lagu itu.
Semoga ada yang mengatakan pada mereka ( pemimpin dan wakil rakyat ) itu jawabannya, karena kalau tidak, rumput bergoyang menjadi pilihan akhir untuk bertanya. Seonggok rumput yang bergoyang, tempat bertanya orang – orang pandai dan tentu jauh lebih alim itu…. ?

Ah, saya masih berharap….

Seperti Mbah Maridjan yang ( konon ) di guguran Wedhus Gembel masih bertahan pada rosa ( kuat )- nya…..
Hingga beliau diketemukan bersujud, dan meninggal

Atau seperti seorang Mba Sri yang masih ragu kita bisa menikmati dunia yang sedang kehabisan energy sekarang ini, karena beliau lantas berstatement dengan tulusnya : Itu juga kalo bencana di negeri ini masih menyisakan nyawa kita semua tetap ada….

Hiks,
*Lagu Ebiet G Ade benar – benar mengejek jiwa saya hari ini. Berita kepada kawan…..

haitami


.

Oktober 24, 2010

Mature....? Yah, perkenalkan pacar saya ^_^

.





Ketika mengenal cinta tak perlu menunggu dewasa ?
Hm, sepertinya saya salah ya bila sekarang menganggap anak – anak SD dan SLTP masih seorang yang immature.

Adik saya menceritakan seorang anak perempuan yang duduk dibangku SLTP sudah dengan percaya dirinya memperkenalkan pacarnya kepada sang Bapak,

“ Ini Bah, pacar ulun “
  • Ini yah, pacar saya
' Pacarrrrr Bang, anak kelas 2 SLTP udah berani bawa pacar ke rumah, pakai acara maen kenal – kenalan sama Bapak lagi '

( Saya tersenyum geli ) Lha, terus Bapaknya sendiri kayagimana ?

' Hahahahahaha, itulah Bang, mo gimana….
Paksa’ai sidin merangut haja, cagat bulu ketiak sidin melihat pacar anaknya. Ditakuni ha pulang ‘ Bah, kaya apa habar pian bah ? ‘ '
  • Cemberut beliau, tegak rambut badan beliau melihat pacar anaknya. Eh, malah ditanyain sama itu calon menantu, ‘ Gimana kabar bapak ?

' Abah Bang, Untung kada jantungan si Abah… hahahahaha '

Saya tertawa sekali bila mengingat bagaimana adik saya menceritakan ini. Dengan lagaknya yang kadang sesekali menurutkan mimik muka sang Abah. Pembicaraan sore dan suasana rumah yang hangat di kota kelahiran saya.

............................

Dewasa tak berbatas umur, kita sepakat soal itu. Psikologis kedewasaan ditunjukkan oleh mulainya seorang anak merasakan sesuatu yang aneh di dirinya.

Dan bila merunut dari phenomena yang ada, betapa sebenarnya perkembangan jaman menjadi salah satu factor stimulant yang aktif dalam merangsang ‘ perubahan ‘ dalam diri anak – anak sekarang.
Banyak hal yang berbeda dari apa yang pernah kita jalani di masa anak – anak dengan apa yang kita lihat dan apa yang dijalani sekarang oleh anak – anak di usia yang sama dengan kita dulunya.

Lantas positif kah ini ?
Hm, bagaimanapun istilah mature secara psikologis lebih menunjukkan pada sebuah kondisi fisik, usia, dan cara berpikir yang berada dalam sinkronisasi stabil. Bila saya boleh membahasakannya, maka saya ingin menggambarkan sebuah pola kemampuan input dan output yang balance. Di saat ini saya mendapati banyak anak – anak yang sudah menerima input yang sangat besar dari eksternal dirinya. Sementara output yang dihasilkan oleh anak – anak tersebut seringkali terbentur pada sudut lain di dirinya sendiri, semacam ada sebuah penjara laku bagi dirinya untuk explore yakni keluarga, lingkungan sosial yang pada dasarnya masih care pada anak tersebut.



Eksistensi.

Kecendrungan untuk mengactualisasikan sebuah diri bagi seorang anak. Di saat jiwanya semakin menekan untuk ia menunjukkan eksistensinya, ada arus besar di sosialnya yang ( masih ) tak berkenan ia melakukan itu.
Saya di sini ingin berkesimpulan bahwa factor keluarga bisa jadi awal mula terjadinya ketidakseimbangan jiwa dalam diri sang anak, karena saya sudah berada dalam titik menyetujui bahwa perkembangan jaman, perubahan budaya di masa sekarang adalah sesuatu hal yang tak begitu mudah untuk dikontrol dalam proses input pada diri sang anak.

Lalu bagaimanakah ?
Klise tentu saya katakan bahwa keluarga mempunyai peran penting di sini bukan ? Seperti saya simpulkan di atas, bahwa keluarga bisa menjadi awal mula terjadinya ketidakseimbangan jiwa seorang anak.
Tapi memang itulah kiranya sebuah konsekuensi tatanan sosial yang secara hierarki berada dalam satu line direct dan mempunyai structure responsibility . Sebagai orang tua, sebagai seorang Abang bagi adik, sebagai paman bagi keponakan, dan lainnya, kita tentu tidak bisa mengesampingkan tanggung jawab hanya karena ‘ kalah ‘ dalam berperang terhadap globalisasi. Juga tentu tidak bisa begitu saja mencari pembenaran – pembenaran atas ketidakmampuan kita ‘ menolong ‘ sang anak agar bisa memfilter dan mengolah input secara baik sesuai kondisional kemampuan outputnya.

Oleh karenanya saya ( dan saya kira sama halnya bagi kebanyakan orang tua dan sahabat ) tentu berharap bahwa kita semakin mampu membentuk diri kita sendiri sebagai seorang teladan, sebagai seorang pengajar yang bisa menunjukkan betapa input yang diterima sang anak adalah juga input yang masuk ke diri kita dan kita mampu menunjukkan bagaimana proses olah input itu menjadi sebuah output yang baik dan mudah dicontoh oleh sang anak. Bisa jadi itu adalah sebuah sikap, pola pikir, dan kesimpulan.

Itu saja sih, saya tak terlalu bisa menteorikan lebih karena pada dasarnya bekal praktek yang menuntut saya menjadi orang tua pun belum saya lakoni. Tapi lepas dari kalian bersepakat kata atau tidak, saya hanya ingin menuliskan statement adik saya ketika kemaren sempat beberapa hari bertemu dalam suasana long weekend di kampung halaman :

“ Menjadi orang tua sekarang memang susah Bang, tapi kalau ingat do’a anak sholeh menjadi amal yang tak akan pernah putus bila kita meninggal dunia nanti, ulun kira kita harus bekerja keras untuk itu…..”

Haitami

.

Oktober 23, 2010

AK07 : Rindu dalam selimut kabut hutan pinus

.

Diaroma kabut layaknya penari hinggap di sela ranting pohon pinus De - bukit sunyi perantauan, kala dedaun luruh meranggas kemarau. Pun kupu – kupu bersenandung lara berbahasa cinta di rimbun bunga – bunga pemalu. Serta sedikit kumbang yang berjingkat – jingkat menyentuh kelopak warna…..

( Lagi ) De
Kini sampah rasa Kakak menjelma puisi. Larut dalam dikte kata - kata. Menulis selembar kertas, meski kadang bergoyang pelan ia tertiup ringan angin sendu kesunyian hati.
Benar sebuah hati…
Hati yang kau sentuh sejak langkah ini terawali

Ah, dimana topan, di mana badai kala kuingin mereka menegur seperti sedia kala. Lantas mengingatmu….
Dalam ratusan bait apologi yang Kakak kirimkan
……..berbalas senyum darimu….
Hingga nada ceria menjadi nyanyian hangat api unggun kala malam bersenandung.

Namun,
Adakah kau tau De ?
acapkali bengis dan sadis pikir bergumul di realita, kelam malam adalah penjara pengap akan rasa kekalahan - masquerade wajah yang lelah,
hipokrit menjelma – mengaduh dunia yang jenuh….

Karenanya,
…..kabut yang menari di ranting – ranting pinuslah yang sering Kakak maknai De, serta mereka kupu – kupu, bunga, dan para kumbang
untuk kata cinta, kata rindu
Kata – kata yang membuat Kakak bertahan
…..terpahat ia di selembar kertas,
Meskipun lusuh, semoga kau kembali membaca ini dengan bahagia

................


Ngabsen arisan kata di sini

Oktober 22, 2010

Existence : what’s on your mind ?

.





Saya tidak terlalu aktif lagi di MP ama Blogspot karena di sana contact ( follower/ friends ) saya hanya sedikit Mas, sementara di FB contact saya sudah banyak. Lagian feedback yang saya dapet sering rame….

Cuman update status ?

Ya sih Mas, secara nulis bentuk journal saya memang gak terlalu pandai juga. Kalaupun nulis puisi ama tulisan ringan sih notes FB kan bisa saya manfaatkan, rame juga di comment-in…hehehehe

................................

Berhasil tidaknya eksistensi diri kadang bisa diukur dari feedback yang tercipta dari sebuah laku, tulisan, ataupun sekadar ‘ update status ‘ dalam hal kepuasan subject terhadap output yang ia keluarkan.

Agak terlihat aneh memang, saat ini saya menyadari betapa sekadar kata – kata yang ‘ kadang aneh ‘, kadang lebay, kadang ngeluh banget, and kadang konyol bisa menjadi sebuah sarana pencapaian kepuasan dalam hal eksistensi.

Hm, atau saya yang menjadi aneh sekarang ?
Terlalu memandang ini seolah – olah ini adalah sebuah hal yang sangat berbeda dari beberapa waktu silam, saat semua orang berusaha berbicara, berusaha bersikap, berusaha berkreasi dan berinovasi untuk mendapatkan sambutan dari luar diri. Sebuah penghargaan, perhatian, support dan hal macam lain yang membuat subject merasa terakui ( baca : merasa menjadi bagian ) dalam tatanan sosial di kehidupannya.

Dan saya pun masih berusaha untuk mempelajari sisi psikologi seorang manusia di kala eksistensi diri cukup mudah kita ciptakan dan cukup mudah juga kita mendapatkan apresiasi hanya dengan sedikit kata – kata dalam kotak yang bertitelkan ‘ what’s on your mind ?

Ah, saya tentu harus banyak melihat sudut pandang lain di luar kemampuan otak saya mengesimpulkan sebuah issue,
Ada yang bersedia meluangkan waktu untuk ini…tentu saya senang sekali membacanya

.

Oktober 13, 2010

Yang penting tetap kerja ( Mas ), gak harus kerja tetap…..

.




Pekerjaan tetap atau tetap bekerja ?

Maaf, saya lupa, ini adalah salah satu judul tulisan seorang Ibu rumah tangga tentang apa dan bagaimana seorang suami ( suaminya ) berusaha menghadirkan rejeki ke dalam sebuah rumah dan menutupi biaya hidup yang berlangsung antara sang suami dan dirinya sebagai ikatan rumah tangga. Beliau menjelaskan pula bagaimana upayanya untuk memberi penjelasan kepada orang tuanya, kerabatnya tentang pekerjaan yang tidak menetap sang suami. Beliau menggambarkan bahwa sang suami mengemban amanah dakwah, dan dari sana pula sang suami dan dirinya mendapatkan rejeki. Mulai dari memberikan tausyiah dalam majelis pengajian, menerjemahkan buku, dan menulis tentu saja. Beliau juga menggambarkan tentang keistiqomahan beliau untuk menerima pilihan ini, karena dari awal beliau memang mengetahui aktivitas sang suami yang berkecimpung dalam kegiatan dakwah islam di kampus mereka dulu. Hingga beliau merasakan betapa kebesaran Allah SWT atas rejeki itu ketika moment menjelang kelahiran anak pertama mereka. Kegusaran dan kegelisahan sempat terasa di diri sang istri ketika menyadari bahwa rumah tangga mereka tidak mempunyai dana persiapan untuk melahirkan. Beliau berdo’a dan berserah, hingga sang suami datang dengan membawa amplop rejeki dari order yang baru ia terima dalam menerjemahkan sebuah buku. Alhamdulillah.

Ini majalah lama yang saya lupa. InsyaAllah bila saya kembali membuka lembaran – lembaran majalah lama dan mendapati kembali, akan saya update informasi majalah dan tanggal penerbitannya.

Hm, ya. Hal di atas adalah sebuah hal. Sementara hal yang lain adalah ada artikel yang saya baca tentang : Mapan dulu, baru menikah !!

Berbicara tentang alasan pria untuk memutuskan belum berani ke jenjang pernikahan, belum memutuskan berani mengkhitbah seorang anak gadis atau janda yang menjadi pilihannya, salah satunya adalah pada point laku yang bisa mereka memperoleh rejeki. Baik dengan mengkondisikan diri dalam ikatan kerja yang tetap, penghasilan yang tetap, dan yakin akan prospek kerjanya.

Nah lho ?

Menarik saat saya membaca artikel ini dan menarik pula dengan tulisan seorang istri dari seorang suami yang notabene tidak mempunyai aliran rejeki yang tetap ( atau salary layaknya seorang employee ) seperti yang sedikit saya ringkaskan di atas.

Seorang ikhwan ( sebut saja begitu ) yang benar – benar ingin serius dalam menapaki perihal penyempurnaan separuh diennya justru lebih cenderung mengalami ketakutan akan batas zona aman posisi dirinya dalam hal mencari rejeki. Tak pelak kata pekerjaan tetap menjadi sebuah niscaya, sementara posisi tetap bekerja bukanlah kondisi yang mudah untuk dijelaskan kepada calon mertua
( hehehehehe, kadang orang tua kita pun takut juga melamar/ mengkhitbah seorang anak gadis atau janda bila anaknya masih belum juga mendapatkan sebuah pekerjaan tetap ya ? )

Dan terakhir, ada satu pertanyaan yang saya dapati dari thread di myqur’an forum yang berjudul :
>>>> To Ikhwan : Yang Penting tetap kerja, gak harus kerja tetap ^_^

( Lagi – lagi ) Nah lho ?

Bagaimana nih sahabat – sahabat semua MP’er.
Bolehkah bersedia meluangkan waktu untuk menuangkan pendapatnya tentang ini….
Pekerjaan tetap atau tetap bekerja

: Yang penting tetap kerja ( Mas ), gak harus kerja tetap…..


.

Oktober 11, 2010

Jati diri dan Bahasa Citra - Ploceus Manyar

.




Semoga kita belajar menghayati dimensi kualitas. Sebab Bapak Prof Latumahina, segala innerlichkeit, jati diri kita, sebenarnya mendambakan arti, makna, mengapa dan demi apa kita saling bergandengan, namun juga berkreasi aktif dalam sendratari agung yang disebut kehidupan. Semoga dialog kita membahasakan diri, tidak hanya dalam niat mau pun itikad belaka yang terkurung, melainkan berekspresi dalam suatu tingkat kebudayaan yang tahu, ke mana Sang Pelita menuntun. Hadirin-hadirat yang saya muliakan, jika judul yang saya pilih untuk disertasi ini memanfaatkan kata-kata jati diri dan bahasa citra, maka memang itulah sebenarnya seluruh arti ungkapan kita, dari bermain kelereng yang kita pertaruhkan atau layang-layang yang kita gelorakan atau main boneka semasa kita kanak-kanak, sampai pada saat senja membelai dan menidurkan cucu yang mengantuk. Dari gerak badan sport sampai pementasan musi, dari dambaan dua kekasih yang saling mencari sampai rasa bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Semogalah antara jati diri di dalam maupun bahasa citra ke luar selalu tekat kita menari dalam gerak harmoni. Dan jika toh ada sesuatu luka-luka dalam batin kita, entah karena kesalahan diri kita sendiri mau pun kesalahan keadaan di luar kita, semoga kita juga mampu memahami bahasa citranya….

Misal saja citra wanita. Organ vital wanita dalam bentuk citra namun sekaligus pengejewantahan jati diri kita manusia. Dan jika itu disebut kemaluan, hal itu karena kita tidak mengenal wanita. Bukan kemaluan, melainkan kemuliaan suci wanita dan pria sekaligus. Dalam situasi kejati dirian yang benar berarti, wanita tidak pernah malu, tetapi bangga dan bahagia mendialogkan organ kewanitaannya dengan tawaran partner hidupnya. Namun itu hanya dapat terlaksana dalam kebenaran jati diri, dalam kebenaran citra bahasa yang jujur. Luka - luka dan bunga.

Maka, jika kita pernah mengalami kegagalan, semogalah mahluk-mahluk burung mungil yang bernama Ploceus manyar yang sekarang, sayang, namun juga untung bagi pak tani,sudah semakin hilang dari persada bumi Nusantara kita, semogalah burung-burung nakal namun pewarta hikmah yang indah itu, memberi kekuatan jiwa.
Sebab memanglah kita dapat sedih dan marah membongkar segala yang kita anggap gagal, namun semogalah kita memiliki keberanian juga untuk memulai lagi penuh harapan.
Terima Kasih

( petikan dari jawaban Atik saat mempertahankan tesisnya ' Jati diri dan bahasa citra dalam struktur komunikasi varietas burung Ploceus Manyar ', di dalam novel Burung - Burung Manyar - Mangunwijaya )


.