Aku pergi untuk kembali, menemuimu
Dalam beberapa hal kadang ini menjadi umpat yang menyesakkan. Karena ketiadaan kata yang terbentuk pada gemetar bibir – bibir kita. Setiap kali
Aku diam, kau diam.
Binar – binar rasa rindu kita biarkan menjadi bunga tanpa kecupan. Merekah sendiri, dan menebar wangi.
Kabut, gerimis, sang surya, pelangi, awan berarak, senja
Siluet – siluet berganti waktu,
Menegur kesunyian tingkah yang kita lakoni masing – masing.
Sendiri, dan berjalan sepi
Tidakkah kita akan sama – sama lelah ( seperti ini ) ? Mengapa tak bisa kita bercanda ria seperti tiap kali surat – surat kita terbaca ?
Atau masih perlu waktu untuk menggenapkan selaksa rasa, untuk bisa kau berucap : selamat datang kekasih, atau apapun kalimatmu.
Dan aku yang juga masih terlalu buruk untuk merangkai kalimat : Aku kembali untukmu.
Tapi bukankah ini jadi sebuah ironi ?, karena seperti kataku : Aku pergi untuk kembali, menemui. Meskipun kita tak pernah mengatakan ucap tentang rindu itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar