Powered By Blogger

Maret 02, 2010

Di Banjarmasin, masih akan kalian jumpai nenek tua penjual bunga di tiap malamnya

Banjarmasin yang basah untuk malam ini menciptakan kesunyian jalan. Manusia – manusia yang malas untuk sekedar keluar, menyebabkan waktu berjalan seperti rangkaian kesunyian. Jam dinding berdetak, dan suara jangkrik yang terasa janggal. Tapi malam ini ada sebuah cerita, yang saya hanya mampu untuk menuliskannya.

Langkahnya pelan, menyusuri pinggiran jalan yang masih terteduh pada beberapa atap terpal warung – warung makanan. Gerimis sedikit membasahi pakaiannya yang lusuh.

Sekarang saya kembali melihat beliau – setelah beberapa tahun saya meninggalkan kota ini, masih sama, seorang perempuan tua yang ringkih, perempuan tua yang selalu berjuang dalam usahanya. Bila kalian mengira beliau sedang mengemis ? Hm, kalian salah. Perempuan tua yang sering saya sebut Nenek Kambang itu tidak mengemis, saya tahu persis hal itu. Beliau selalu membawa nampan yang di dalamnya masih tersisa kumpulan bunga renteng, bunga tersebut layu, dan tidak akan mendapat perhatian tertarik untuk membelinya. Setidaknya oleh saya dan beberapa rekan. Tapi bila rasa ibamu mengantarkan beberapa lembar uang untuk bersedekah pada beliau, maka kalian kembali salah bila menyangka nenek itu akan menyambutnya begitu saja. Karena lembaran uang berarti renteng bunga yang terbeli. Nenek itu menyambut sedekahmu dan kalian akan menerima beberapa renteng bunga. Bunga yang layu, bunga yang tak laku di jual siang tadi.

Begitulah, di Banjarmasin masih akan kalian jumpai seorang Nenek tua yang berjalan di tiap malamnya dengan senampan bunga renteng. Bunga yang sudah mulai layu, dan nenek tersebut menjualnya dengan perlahan menyusuri jalan kota ini.


Gerimis di malam yang sunyi
Banjarmasin, Februari 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar