Powered By Blogger

Januari 20, 2010

Lamin bercerita : tentang rindu

Satu kelemahan saya diantara beribu yang lain adalah bahwa saya tidak bisa menerima segala sesuatunya dengan baik. Mungkin. Begitu banyak retorika, begitu banyak advice. Terasa mudah. Tapi entah kenapa menjadi sulit saat dilangkahkan. Sakit. Penat. Lelah.
Menyerah semacam nyanyian merdu yang ingin diturutkan, tapi saya tau.....
: ada seorang perempuan yang mengikrarkan restu pada saya - tentang do’a – do’anya, seorang perempuan yang selalu memberi saya khabar; ” Mama sehat - sehat saja, Nak....kau jaga diri baik – baik ”


Lamin masih bercerita
Tentang jendela yang terbuka
Pada saatnya nanti, kau akan kembali di sini. Melihat anak – anak itu, yang berlari ke pangkuan Ibunya......

Ketika Abah meninggal, ada hal yang tersadari dari kekanakan saya : kesempatan saya berbakti hanya pada satu orang dan itu adalah seorang perempuan yang sungguh sedikitpun saya tak sanggup menyentuh arti ’ berbakti ’ itu pada dirinya hingga kini.
Ini terasa seperti ketidaksanggupan, saat beliau menjejak senja dan saya yang kini rentan dewasa, saya tetap berkutat pada kemapanan diri. Tanpa hasil. Saat segala jerih payah, tetes keringat dan banyak pengorbanan yang terhantarkan di tiap waktu masih terkayuh lamban oleh saya, bahkan karam. Batang – batang sahang sudah tergadai pada kerabat dan tetangga, sepetak tanah keras di lereng bukit selalu menyisakan arang yang terbakar pada tiap kemarau. Tapi mama tak pernah mengeluh…….

Senja melukis kuning pada sudut langit,
Kapan kau pulang ?

Pulang ?
Saya akan pulang, tapi saya ingin itu bukan karena kekalahan. Bila boleh rindu menjadi alasan saya untuk menapak lamin, menyentuh lembut belaiannya - kembali. Terlampau terlambat memang, tapi saya masih memaklumi diri tentang seorang anak yang juga ingin dimanja. Tentang anak yang ingin diajarkan – lagi - cara melangkah, agar begitu mudah buat saya menguraikan mimpi menjadi nyata.
Bila berkenan, saya tentu akan pulang.

Seandainya saya seorang Malin Kundang yang punya rindu !

Lamin masih berdiri
Pada sejengkal tanah yang tersisa
sedikit hujan membasahinya
malam ini

........

seorang kawan bertanya : ” Pulang kemana cuti tahun ini ? "
dan saya menjawabnya dengan nada hampa : ” entahlah....”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar