Powered By Blogger

Juni 23, 2010

' Tak kenal, maka tak sayang ' : Catatan awal


Hallo

Hallo, PT. xxxxx di sini. Selamat pagi....

Ya, selamat pagi. Saya mo bicara sama Ibu Dina. Bisa disambungkan ke beliau.

Maaf Pak, ini dari mana dan dengan siapa ?

Ini dari Kantor xxxxxx, tolong sambungkan saya ke Dina ya. Agak penting untuk saya....

Baik Pak, ini dengan Bapak siapa ?

Oh, perkenalkan ! Nama saya haitami...ini dengan Mba siapa ?

Baik Pak, nama saya Anita. Akan saya sambungkan sece....

Hi, tunggu Mba Anita. Mba gak mo nyambut uluran tangan saya ?

Tiba – tiba saja nada sambung menyumbat ucap saya......

Mudah untuk saya memperkenalkan diri. Sebut saja nama saya dan orang akan mengenal saya dengan identifikasi sebuah nama. Lebih daripada itu, akan banyak waktu. Mulai dari yang bersifat identity hingga personality.

Akan banyak kebersamaan, duduk bersama menikmati kopi atau dalam waktu yang entah. Hingga kita merasa mengetahui siapa dia oleh saya, atau siapa saya oleh dia. Mudah. Interaksi kebersamaan yang berkesinambungan menancapkan sekian titik kesimpulan terhadap orang lain.

Berkaitan dengan ' tak kenal, maka tak sayang ' :
Apakah dengan dialog di atas saya bisa mengatakan bahwa orang tersebut akan menyayangi saya ataukah sebaliknya, saya yakin masih belum bisa ada kesimpulan dari seorang Anita untuk menganalisa bagaimana saya. Masih banyak hal yang harus saya komunikasikan, masih banyak hal yang harus saya perlihatkan pada seorang Anita sebagai bagian dari proses sosial.

Jadi ?
Pada dasarnya proses pengenalan individu terhadap individu lain menurut saya akan terpengaruh pada jarak, intensitas waktu, qualitas interaksi antar dua individu tersebut.

Saya sendiri menempatkan jarak sebagai factor yang mempengaruhi kemampuan kita terhadap seseorang adalah dikarenakan jarak menciptakan ruang antar personal, betapapun tingginya intensitas komunikasi dan besarnya qualitas interaksi, masih memungkinkan terciptanya bias kesimpulan. Bagaimana tidak, jarak memungkinkan setiap manusia menggunakan masquerade dalam interaksinya.
Berkaitan dengan kemanusiaan kita masing – masing akhirnya ya ?

Intensitas waktu bagi saya adalah factor yang memberikan setiap manusia kesempatan semakin memperdalam analisa data terhadap input yang masuk kepadanya, semakin tinggi intensitas waktu interaksi akan menciptakan titik – titik kesimpulan yang banyak dalam ‘ kotak hitam ‘ di diri kita, sehingga memungkinkan kita lebih terlihat realistis dalam memutuskan sebuah reaksi terhadap seseorang.

Dan terakhir adalah qualitas interaksi. Begitu mendalamnya kesan kita terhadap seseorang lebih sering dikarenakan qualitas interaksi yang sangat baik. Sehingga saya menempatkan qualitas interaksi ini sebagai factor yang cukup memberikan pengaruh pada kemampuan kita mengenal individu lain di luar kita.

Baiklah. Saya tidak akan membahas ini menjadi panjang, karena saya hanya ingin focus pada idiom ' tak kenal, maka tak sayang '.
‘ Tak sayang ‘ atau menyayangi – akhirnya - sendiri merupakan pilihan yang muncul sebagai reaksi terhadap proses pengenalan kita. Dan ini pun memiliki tingkatan yang berdasar pada reaksi seorang individu. Kemampuan ia menganalisa data dari sebuah diri dan mengakibatkan ia menciptakan banyak kesimpulan terhadap manusia – manusia lain di luarnya.

Tentu saja mengenal seseorang tidak terlalu memerlukan sebuah keahlian, karena ( lagi ) menurut saya pribadi - ini semacam naluri seorang manusia yang ia mencoba beradaptasi pada sebuah output dari luar. Terhadap segala bentuk informasi. Tak terkecuali kehadiran individu baru dalam adaptasi di suatu lingkungan.

Di suatu lingkungan social yang mempunyai tatanan, sadar atau tidak kita akan menciptakan area – area di dalam diri. Hal ini yang oleh Joseph Luth dan Harrington dikenalkan sebagai konsep Johari Windows. Terbagi dalam dua ruang yang di mana masing – masingnya memiliki sekat – sekat yang sebagai berikut :

1. Ranah terbuka ( diketahui oleh orang lain )
  • - Publik area
  • - Blind area
2. Ranah tertutup ( tidak ketahui oleh orang lain )
  • - Hidden Area
  • - Unsconscious Area

Mohon maaf, pembahasan ini akan menjadi rumit. Saya hanya mengkhususkan pembahasan pada area terbuka, sebagai manifestasi dari kemampuan seseorang mengenal orang lain. Di sini saya memperlihatkan betapa setiap individu mempunyai area terbuka yang di sana kita bisa mengambil data dan menganalisanya hingga masuk menjadi sebuah kesimpulan terhadap pengenalan kita kepada orang tersebut. Besar kecilnya setiap area akan mempengaruhi output yang keluar dari masing – masing individu.

Lantas apa hubungannya dengan bahasan ' tak kenal, maka tak sayang ' ?
Bisa dibilang satu korelasinya adalah besar - kecil area yang terbuka maupun tertutup di sebuah diri akan memberikan kita kesempatan mengenal seseorang. Akan semakin besar maupun kecil pula kemampuan kita menciptakan sebuah rasa ( kesimpulan lantas reaksi ). Sayang, benci, dan rasa lainnya. Bahkan sebuah cinta.

Pada dasarnya, ' tak kenal maka tak sayang ' lebih bersifat sebagai hubungan timbal – balik dalam interaksi.
Saya tak bisa mengatakan saya mengenal seseorang dan lantas menyatakan saya sayang atau apapun padanya bilamana orang tersebut tidak memberikan ruang yang sesuai kemampuan saya mengenalnya, dan memberikan saya satu ‘ kesepakatan ‘ bahwa ia menghadirkan sosok yang pantas disayangi dan saya ‘ mendewasa diri ‘ menyambutnya sebagai respect, ia memang seorang yang harus saya sayang.

Hingga akhirnya, idiom ‘ tak kenal, maka tak sayang ‘ merubah bentuk menjadi
: ‘ mari kita saling mengenal, karena dengan begitu kita akan saling menyayangi ‘.


.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar