Powered By Blogger

Desember 18, 2010

Akhir pekan 18 Desember 2010

.

Tadi sore memutuskan jalan – jalan. Bersama istri saya mencoba mencerahkan suasana dengan melihat lingkungan luar kamp.

“ Kemana Bang ? “


Pertanyaan istri saya membuat saya tertegun. ‘ Kemana ? ‘. Tanah terpencil ini bukanlah sebuah kota yang kita bisa menghabiskan sore dalam keramaian taman – taman kota, tempat belanja yang mewah, lalu – lintas yang macet di akhir pekan. Di tanah ini hanyalah tanah yang terdiri dari hijau – hijau savana, pohon – pohon sawit, dan ilalang serta belukar yang belum terbuka.

“ Gak tau Dik, tapi cobalah…yang penting Abang ingin mengenalkan kau lebih dengan luar rumah ini… “
Ia manut, minta ijin untuk berpakaian. Saat saya memanaskan mesin motorpun saya terus berpikir akan saya ajak kemana istri saya. Hingga akhirnya saya menghibur diri, mungkin keramaian tidak akan saya dapatkan, tapi paling tidak saya akan melihatkan padanya tentang sudut – sudut tanah ini.Jadilah saya berboncengan dengan orang tercinta saya. Langkah pertama saya mengajaknya ke Dermaga Pulau Pinang, saya mengenalkannya pada kesibukan pekerja dari kontraktor yang kami terikat kerjasama dalam pembuatan concrete slip way di Dermaga tersebut. Kesibukan Ferry penyeberangan yang menghubungkan wilayah North dan South perusahaan ini. Sedikit mengambil moment dalam photo – photo.






Selanjutnya memutuskan pulang. Melewati jalur Plasma. Lokasi penanaman baru. Tanah masyarakat yang diberdayakan oleh perusahaan untuk ditanami sawit hingga nanti akhirnya berbuah. Kerjasama yang sedang digalakkan belakangan ini.
Jalan yang kering dan berdebu membuat kami harus betah dalam rongrongan pasir – pasir yang beterbangan. Meskipun begitu, ia sangat – sangat menikmati pemandangan yang saya perlihatkan. Suasana yang tentu sangat asing untuk seorang istri yang berasal dari sebuah kota, meskipun kota kecil di Kalimantan Selatan.







Itu saja, perjalanan akhir pekan dari sebuah rumah tangga baru di tanah yang terpencil. ( Sekali lagi ) saya mencoba menghibur diri bahwa istri mampu menikmati pekan ini, meskipun tidak ia dapati keramaian. Hingga setelah isya ini ia datang dengan segelas es teh dan senyum di dekat saya.
“ Bang terima kasih untuk jalan – jalannya “, ia agak sedikit canggung mengucapkan itu. Tapi sungguh, entah mengapa itu menjadi kalimat yang membuat saya luruh dalam kebahagiaan.

Senyum dan tawa kami bersama.

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar