Powered By Blogger

Desember 24, 2010

Bandung Bondowoso : Cinta tanpa paksa

.

.


Saat itu langit senja tiba – tiba berubah pekat, seorang raja terbunuh dan panji – panji Padjajaran berjatuhan dalam kekalahan.

Seorang ksatria datang menghampiri seorang puteri, perempuan yang tertawan karena perang, hingga ksatria itu menawarkan keinginan untuk mencintai….

“ Seandainya aku meminta 1000 candi padamu, adakah kekuatan gelora cintamu mengalahkan terbitnya fajar besok, hingga aku akan terbangun dalam penglihatan ribuan arca dan kolam wangi di tanah ini….”

“ lantas engkau akan mencintaiku “,
‘ Tanpa paksa ‘, karena seorang ksatria masih punya hati untuk mengartikan cinta. Ia yang berhasil mengalahkan kerajaan Baka, membunuh sang Raja kini berhadapan dengan perempuan yang masih memegang panji – panji sisa kekalahan sebuah kerajaan di depannya.

Nyatanya, Loro Jonggrang tetap menyimpan niscaya. Ia yang takjub akan perlakuan seorang ksatria atas dirinya yang tersisa dari kekalahan dan ia yang ketakutan, dalam kemarahan, dan putus asa masih menatap ksatria itu.

“ Hingga suara sentak Ayam pertama kali terdengar esok wahai ksatria “
Langkah anggun itu berpaling, mengisyaratkan sebuah kemustahilan yang akan dilalui oleh seorang laki – laki….

Syahdan, Bandung Bondowoso dalam keriangan saat ratusan batu – batu itu mulai tersusun dengan keindahan dan relief bak susunan prasasti kata – kata cinta, hingga mendekati akhir. Lewat dari tengah malam. Usap keringat dini hari menghadirkan keterkejutan. Ayam berkokok, alu bertalu, dan pagi.
Ksatria itu gagal. Kemustahilan yang hampir terlewati oleh ribuan Jin dan bayang – bayang abdinya masih berbentuk sebuah harapan. Bagaimanapun upaya berbatas syarat.

Sekelebat bayang Loro Jonggrang hadir dalam kesia – siaan sang Ksatria, dibalik kemarahannya, ia masih terajarkan : bahwa cinta bukan penaklukan, bukan pula ujian dalam melewati kemustahilan, tapi cinta adalah sebuah penerimaan bagi seorang Loro Jonggrang untuk dirinya.

Dan kesombongan akan membentur sesuatu yang tak mungkin; “ Aku mungkin gentar, tapi aku akan melakukannya….. “

“ Untuk apa ? “
Untuk apa tuan memberlakukan diri ini layaknya seorang yang merdeka, bukankah kekalahan Ayahanda adalah sebuah penaklukan, termasuk cinta ?
Untuk apa tuan menyanggupi kemustahilan itu ?

Bandung Bondowoso tak menjawab.

Ia mencintai seseorang yang tak menerimanya cintanya, meskipun tanpa paksa.

terinspirasi dari sini

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar