Powered By Blogger

Mei 06, 2009

catatan rentang waktu yang pernah......

Siang,
Panas yang berdebu di area

Kembali terduduk chair Tiger 310, seharusnya saya bisa sedikit meluangkan waktu untuk mengisi kekosongan. Segala pikiran berkecamuk resah dan saya justru mendiam memasrahkan diri….Fuih,…adakah langit seharusnya mendung. Seperti celotehan penjaga kantin siang tadi yang berharap langit akan menurunkan airnya….” Biar satu ember pun juga gak pa pa "
Dan lantas sedikit tersenyum seorang teman dari Accounting menyikapi dengan omongan jenakanya….
“ Justru Tuhan gak bakalan mau kalau Ibu mengharapkan cuman satu ember, gak efisien….gak sesuai dengan biaya operasional…. “

atau tentang debat kusir tadi pagi…
“ Kahlil Gibran itu punya istri gak ? “
Pertanyaan yang lantas bikin ramai sudut kantor….

Duh…..Saya merasa tak lagi berupa.
Suara bising di ruang sebelah membuat saya semakin terasing, bahkan dengan keberadaan laporan yang membuat jari – jari ini semakin cepat menekan nuts keyboard. Entah apa yang terinput…..
Sebuah puisi patah hatikah ?
Atau progress yang dead line ?
Saya tak berada di diri kini

Tergugu dalam diam yang sangat, teman satu ruangan bersiul lemah mengiringi Let Me Go nya Mocca, masih berkutat pada dunianya yang workaholic.
Hi,
bukankah kau menyanyikan nada yang sama saat kau menyapa dan lantas mulai mengambil langkah pergi ?
Kau duduk di sudut depan ruangan itu
Mencoba sibuk dengan selaksa anggunmu.

Kau kembali tersenyum….
Ah, kau memang selalu tersenyum

……………………

“ Bagaimana dia akan menerima pekerjaan itu…dia akan menikah kok…”
Ya, dia akan menikah dan saya jatuh terkulai ditampar perih.
Sungguh saya tak bisa dewasa memaknai cincin di jemari manisnya. Saya masih saja membingkai harap.

Dia selalu bersikap wajar dengan senyumnya. Dia tidak punya rasa yang salah kepada semua orang. Dewasanya sungguh berlipat sempurna. Di tambah keanggunan layaknya Srikandi yang mempesona.
Dan aku mencintainya.

...…tidak bisa saya membencinya seperti yang seharusnya saya lakukan.
Itu akan semakin menjerat saya pada kekaguman Rahwana akan dewi Shinta.

Duh,
Tentu kau tahu bagaimana sakitnya menelan perasaan kita sendiri.
Setelah sekian lama, mencoba mencari – cari alasan untuk menemukan bahwa ini adalah sebuah kesalahan….
bahwa perasaan ini tak semestinya ada….
Bahwa seharusnya saya tidak membiarkan ini mengacaukan kehidupan saya yang memang sudah kacau.

Tapi nyatanya kau selalu hadir
Kau selalu tersenyum
Dan saat ini pun kau masih tersenyum…..

Hi,
Saya mencintaimu, seandainya kau tahu itu.

( hari - hari tanpa hujan )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar