Powered By Blogger

April 05, 2010

Pulang, Rumah, dan Kampung halaman ?

Bagaimana dengan kalian,

Pulang, Rumah, dan Kampung halaman ?
Saat ini bagi saya pulang adalah sesuatu yang aneh, bila itu saya artikan saya harus bercerita tentang perjalanan saya kembali ke Banjarmasin.

Rumah ?
Inipun terasa aneh ketika saya kembali menjejakkan kaki di rumah yang hanya beberapa waktu tak terjejak oleh saya di bulan Februari lalu. Rumah tempat melahirkan saya, rumah yang saya menghabiskan sebagian masa kecil saya di keramaian lingkungan yang bahagia sekali saya sebut : keluarga.

Dan kampung halaman,
bila dirunutkan untuk pulang, rumah, dan kampung halaman. Maka bagi saya pulang dan rumah hanyalah sebuah kerinduan. Pulang dan Rumah tak lebihnya kata pencapaian akan terbasuhnya sebuah rindu. Selebihnya saya mengerti sekali, saya harus kembali berjalan, kembali berlari, dan kembali ke kamp saya saat ini. Lalu kampung halaman ?
Ah entahlah, saya masih menyisakan bagian hati saya untuk menempatkan sebuah rasa untuk dua kata ini : kampung halaman.

Pulang dan kembali,
Saya tak bisa memaknai, paling tidak saya tidak bisa memastikan arti langkah kaki setiap kali saya melakukan perjalanan ke Banjarmasin dan lalu setelah beberapa waktu melakukan perjalanan lagi ke titik semula di mana saya menerima rejeki saya. Kamp Perkebunan, untuk saat ini.

Hingga selalu - setiap kali ada pertanyaan yang menyisipkan kata pulang, saya jadi merasa cukup aneh.
Kenapa ?
Mungkin karena saya sudah cukup menggenapkan niat pada saat kepergian dan perjalanan saya pertama kali, bahwa langkah ini adalah sebuah perjalanan yang saya akan berubah. Bahwa saya akan menemukan kehidupan baru, meskipun ( lagi ) harus berjuang untuk itu.
Akhirnya, di detik ini tulisan saya ketikkan - saya berada jauh dari sebuah rumah ( masa lalu ), dan kata kepulangan menjadi rutinitas antara kantor dan bilik rehat lusuh dalam barrack tempat tinggal saya.

Mungkin ini pulalah yang membedakan antara saya dan teman – teman lain yang merantau. Seperti kata mama saya : “ Tolong ikam jangan berpikir kita cuma mencari rejeki di tanah urang naklah ?! Anggap haja ini hijrah kita ghasan hidup nang lebih nyaman. “

Pun juga seperti seorang tua yang berasal jauh dari Ujung Sumatera dan istrinya yang berasal dari Majene Sulawesi,
“ Pulang kemana Pak ? Di sini kampung halaman kami sudah “, sebuah pondok kecil dan tanah keras untuk tanam palawija di lereng bukit di suatu daerah Kalimantan Timur. Hidup syukur dan sabar adalah keabadian nafas mereka yang bertahan dengan kerja keras.

Saya manusia, dan orang tua itupun juga manusia, mungkin saat ini pengenalan akan sebuah kampung halaman yang lalu masih teringat baginya dan istrinya. Begitu pula saya. Tapi tidak bagi anak – anaknya, dan ( mungkin ) bagi anak – anak saya kelak.

Disinilah kampung halaman kami, rumah kami untuk pulang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar