Powered By Blogger

Mei 09, 2010

Sedikit catatan saya tentang bimbang itu

Pagi terakhir di Samarinda, artinya adalah hari yang harus ( kembali ) saya lewatkan dengan keindahan. Karena berada dalam keramaian kota merupakan kesempatan yang sangat jarang bisa saya saksikan. Setelah ini akan kembali ke kebun.

Kebimbangan masih mengena. Beberapa hari yang lalu saya ingin mengundurkan diri. Dan ironisnya sore kemaren saya menghabiskan banyak rupiah untuk membeli kebutuhan kerja saya. Berbelanja. Mulai dari sepatu, celana kerja, jeans, baju, dan tas. Saya seperti lupa diri terhadap kebimbangan saya sendiri. Yang seharusnya uang tersebut tentu akan lebih baik berada dalam account rekenening tabungan saya, sebagai uang bertahan hidup selama masa jeda setelah berhenti dan kembali kerja.

Nyatanya ?
Saya seperti menyakinkan diri bahwa memutuskan berhenti merupakan ide yang buruk saat ini. Meskipun bertahan dalam situasi yang berat adalah keputusan yang berani juga. Akhirnya itu semua seperti mendapatkan jawaban dari apa yang telah saya lakukan tanpa ada kesadaran dengan apa yang sempat terpatri dalam ingin saya tentang sebuah hubungan kerja. Semacam lecutan untuk saya bisa kembali semangat dan memperbaiki situasi serta kesalahan kesalahan.

Aneh ?
Hm, sebenarnya tidak juga.
Bagi seorang teman, apa yang bisa membuatnya bertahan untuk bekerja dengan situasi yang terkadang seringkali berat untuk ditanggungnya adalah hanya beberapa kalimat istrinya dan tatap mata anak – anaknya.
“ Mas, baju si Iwan sobek…”, mata itu begitu inginnya agar sang anak bisa ia belikan sepasang baju seragam baru dan mata itu menginginkan ijin dari sang suami. Dan di lain waktu ia juga mendapati ucap pinta puterinya yang hanya sekedar ingin dibelikan mainan – mainan baru yang sebenarnya sederhana, sebuah boneka.
Masih banyak hal lainnya saat teman tersebut berbagi cerita pada suatu malam.

Dan sekarang saya ?
Saya masih menjalani hidup yang sendiri. Pertimbangan saya murni adalah untuk diri saya sendiri. Saya tidak punya seseorang yang saya bisa menjadikan mereka sebagai bagian yang menjadi factor untuk pertimbangan sebuah keputusan. Yang tersayang, yang ingin saya bisa membahagiakannya. Saat ini tidak ada.
Jadi saat saya kemaren melakukan aktivitas belanja itulah – yang sebenarnya tanpa kesadaran akan sebuah kebimbangan – saya menjadi menemukan sebuah kesadaran tentang sebuah diri yang ingin bisa lebih survive dalam hidup. Mengambil pengalaman sembari mendewasakan diri.

Tidak seperti teman yang telah berbagi cerita pada saya : “ Mereka adalah cahaya bagiku, ekspresi bahagia mereka adalah hiburan yang terindah yang bisa aku lihat…..”

Melankolis.
Saya ingin mempersembahkan cerita ini nanti untuk seseorang yang akan saya ingin ia bahagia karena saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar