Powered By Blogger

Agustus 12, 2009

Early morning blue


.

….bahwa jalan yang sebaik – baiknya, supaya diri berbahagia, sambil memperbagus hidup orang lain ialah jika kita ikhtiarkan memaklumi segala sesuatunya. Lebih banyak kita maklum, lebih kurang rasa dendam dalam hati kita, semakin adil pertimbangan kita dan semakin kokoh dasar rasa kasih sayang….

Sepenggal potongkan kalimat dalam buku : Habis Gelap Terbitlah Terang


Saat saya bermain kata – kata saat ini adalah saat – saat kesendirian saya. Di balik rutinitas kerja, yang hanya karena pandangan tadi pagi….tidak sedikit pun saya tertarik pada lembar – lembar kerja di hadapan saya. Pun dengan data – data yang baru saja diterima email saya pagi ini.

Early morning blue !?
Tiba – tiba saya dihampiri kejengahan yang entah. Tanpa alasan, saya sedih……

Pagi yang agak kabut sebenarnya tadi. Hanya saja saat saya keluar dan menyempatkan duduk di beranda dalam suasana kaku karena dingin, ternyata saya mendapati kehidupan yang sempat menjadi hari – hari saya dulu. Kebiasaan membuat segelas teh hangat dan menghabiskan sepanjang pagi dengan melihat suasana kamp. Suasana konsolidasi para pekerja.



Fasilitas tempat tinggal saya berada di sisi yang lebih tinggi, kalau boleh bisa di bilang ( lereng ) bukit. Dan berada tepat di atas alun – alun. Tempat di mana setiap pagi para pekerja berkumpul sebelum di mobilisasi ke lahan. Mereka di atur untuk penempatan dan pekerjaan macam apa nantinya. Mungkin dalam istilah umumnya adalah briefing oleh para assistant kebun.

Ramai.
Setelahnya saya juga mendapati anak – anak sekolah yang berkumpul di alun – alun ( he..he…he…intinya segala kegiatan kayanya memang di alun – alun, kecuali saya. Saya mah di kantor…Ehm. ). Mereka menunggu mobil jemputan.

Yaps, benar….
Early morning blue sempat menghampiri jiwa saya pagi ini. Mungkin karena rutinitas kehidupan yang hanya membolehkan kami menimbun mimpi untuk sekedar kata ‘ hiburan ‘.

“ Kapan nih turun gunung ? ”
pesan seorang teman yang saya dapati beberapa malam lalu itu kembali mempertanyakan diri saya : ‘ kapan kau menghibur dirimu sendiri ? '
Pertanyaan yang tidak saya jawab untuk dimanjakan, yang – berusaha – tidak saya hiraukan. Terlebih bahwa pagi ini saya mendapati sekumpulan manusia yang seyakinnya saya : mereka tidak memiliki kesempatan untuk memikirkan hal itu. Sempat bermimpi pun mungkin adalah kemahalan bila setiap sore adalah wajah kelelahan yang mereka tampakkan. Tidur yang nyenyak adalah anugerah, bila dibandingkan kesempatan waktu untuk mengkhayal surga yang tak terjamah nyata.

Akhirnya saya membuka kembali lembaran note saya. Mendapati tulisan ( keluh – kesah ) saya di awal – awal saya kerja dulu dan menjadi puluhan kalimat yang saya kirimkan ke kampung halaman.
“ Kehidupan kamp adalah kehidupan kerja. Sosialisasi masyarakatnya ya adalah tempat kerja dan dunia yang sempit. Di sini, kehidupan adalah kerja itu sendiri…….”

: Merindukan rumah dan kota kelahiran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar