Powered By Blogger

Juli 06, 2010

Sketsa - serpihan

.

“ Dimanakah letak harapan ? “
, ucapnya
Bergetar. Dalam selaksa jingga yang merona di sudut barat, pesisir yang kami terdampar – dalam keprihatinan. Semburat jingga merah menghadirkan hati yang marah.

" Kau tak menjawab tanyaku Bang ? ", kerling matanya lelah, mengisyaratkan kehendak seorang saya untuk menghiburnya. Untuk seorang saya mampu menghilangkan gurat kekhawatiran itu. Tapi sungguh saya tak mampu…..

" Bang….", tiba – tiba ia mendekatkan wajah. Memeluk saya. Membuang muka di dada saya.

Dan ia menangis….

“ Mungkin masih di sana.... “. Entah kenapa tiba – tiba saya memberanikan diri menunjuk gumpalan awan di ufuk Barat yang mulai merah, kian merah.

Wajahnya tetap mendekap dalam pelukan, masih memintal air mata dengan isaknya. Ia tak bergeming saat saya menghiburnya. Dan tak juga menengadahkan wajahnya, yang setia pada kesusahan ini. Wajah yang berani menemani kemiskinan seorang saya, dengan sedikit berbalut harapan. Tapi itu dulu. Saat semuanya masih terlihat indah, masih senja yang terlihat dari jendela kecil, dan hangatnya ruang makan dan tempat tidur yang satu.

Entah, tiba – tiba saya merasa pilu oleh lakon saya sendiri. Saya merasa bersalah sekali.

"......masih tersimpan di sana Dik ", tersendat ucap saya, tak juga menyakini.

….dan ia pun mengerti,
bahwa ini adalah kalimat yang kesekian kali.

Berulang kali.

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar