Powered By Blogger

Agustus 18, 2010

Ramadhan - Episode 6

.

.


Ramadhan

Apa makna Ramadhan ?, seorang Goenawan Mohamad mungkin terlalu ekstrem dengan mengatakan :

Yang dirayakan dalam Ramadhan adalah

kekosongan. Tapi kata ini memang terdengar buruk

di zaman ini. Jalanan telah sesak, etalase meriah,


ruang tamu ramai perabot, hutan tak punya pertapa,


dan orang bersaing menyatakan kesalehan dengan


pengeras suara. Puasa kini proses menunggu tabuh


yang bertalu-talu. Kita telah mengubah maghrib jadi


isyarat merayakan makan. Menjelang saat itu, lapar


ibarat 12 jam transit.*



Tapi toch ia hanya mengisyaratkan kenyataan. Kenyataan yang tak kita pedulikan. Karena kita memaklumi kemanusiaan kita yang sering saja alfa memaknai suatu laku, pada suatu waktu yang ditahbiskan sebagai kesucian di antara bulan lainnya. Maaf, saya tidak bermaksud menampakkan sebuah pola yang bertentangan. Ini saya jaga dalam persfektif saya yang seorang biasa dan ingin belajar tentang banyak hal. Terutama untuk makna, saya hanya berusaha memaknai setiap episode yang bisa saya catatkan dalam moment hidup saya sekarang.


Subuh, tanah para pekerja
Ibu itu tua, sementara seorang anak kecil yang menuntunnya terlihat sigap bak ksatria. Mensejajari langkah tua ibu itu. Yang pelan, yang tersendat – sendat di bungkuknya. Menuju mesjid yang baru saja menyelesaikan ucap : Hayya 'alash sholah di lafadz azannya….
Jamaah laki – laki berdiri dengan 5 shaft baris, dan shaft perempuan yang hanya ibu itu sendiri…….


Menjelang zuhur, tanah para pekerja
Seorang anak kecil tergopoh – gopoh mendatangi seorang Ibu separuh baya, dan mengadukan perihal anak ibu paruh baya itu yang batal puasa dengan berbelanja snack di sebuah warung, dan memakannya.
Anak kecil itu tidak sendiri, tiba – tiba beberapa anak kecil lainnya juga menyusul dan membenarkan laporan dari teman pertama. Mereka seperti kumpulan anak yang berdemo di hadapan sang Ibu. Sementara, sang anak yang berbuat kesalahan berjalan gontai di kejauhan. Seperti seorang pejuang yang terkalahkan oleh rekan – rekannya sendiri…….


Tarawih, tanah para pekerja.
Anak – anak masih banyak yang tidak pulang. Bahkan setelah sholawat dan salam pada Rasulullah SAW disertai jabat salam antara para jamaah. Mereka berdiri di depan pintu. Selalu seperti ini. Menunggu sang Imam, agar kiranya berkenan untuk menandatangani sebuah buku laporan. Laporan absensi kegiatan Ramadhan……
Yang mungkin bisa menambah nilai agama di raport mereka kelak……



Apa makna Ramadhan ?
Ahk, saya tak akan membeberkan makna saya terhadap Ramadhan di tulisan kali ini. Saya hanya ingin bercerita. Bercerita tentang beberapa pandang saya di bulan suci Ramadhan. Dengan polah tingkah anak – anak kecil, anak – anak tanah para pekerja yang kebanyakan mereka justru terlahir di keasingan ini.

Mereka cukup membuat saya tersenyum, bangga, dan membuat saya rindu ingin menciptakan ketulusan dan kepolosan dalam ibadah saya.
Seperti seorang di antara mereka yang dengan khusyu’nya meng-ejakan niat sholat isya saat di samping saya malam tadi, meskipun terbata – bata….


haitami


*Saya copas dari Tulisan Goenawan Mohamad dalam bukunya Tuhan dan Hal – Hal yang tak selesai

Photo saya ambil dari sini dan sana.


.

1 komentar:

  1. Akh..Ramadhan..
    kan kutuang rindu dihitungan 30 hari yang singkat ini..

    BalasHapus