Powered By Blogger

Agustus 17, 2010

Tanah para pekerja, masih karena Tembang Ilalang

.

Saya tidak mengetahui di bumi mana yang lebih baik bagi saya selain di sini, tempat yang memberikan saya kesempatan untuk berbaik diri. Perjalanan saya adalah jalan yang pendek, saya hanya mengenal baik tempat terpencil ini, kota kelahiran, dan beberapa kabupaten yang sempat terjelajahi oleh penempatan PNS Abah saya.
Bila berbalik arah, saya mendapati rentang waktu yang begitu cepat, hingga saya tersadar akan keberadaan saya di kamp perkebunan sawit ini.

Saya hampir terlupa tentang tembang ilalang, saya terlupa tentang sungai – sungai yang sempat saya lakoni dengan kekanakan saya. Yang oleh Abah sering saya dikasih marah besar karena keramaian diri yang bermain – main hingga senja. Lepas dari aktivitas mengaji di mesjid. Dan mama yang meskipun ikut pula mengomel, tapi selalu membuka pakaian saya yang kotor, dan langsung memainkan tangannya dengan sabun sebelum pakaian – pakaian itu akan tersentuh dengan harmoni gerakan indah dari seorang Ibu. Mencuci besok, menjemur….dan menyediakan sepiring nasi, lauk pauk ikan asin dan tempe goreng plus sedikit kecap setiap pagi di sela – sela titian sibuknya.

Slide kenangan itu menciptakan diri saya. Setidaknya menciptakan saya yang punya rindu. Bukankah manusia hidup karena ia berangkat dari masa lalu, tidak berasal dari masa depan. Waktu berjalan maju dan bertambah bilang, tidak menyusut. Dan sungguh, sungai – sungai itu, ilalang itu mungkin sekarang adalah sebuah cerita, dulu. Karena seperti sayapun yang kekanakan adalah masa lalu, yang selalu berusaha menangis keras di belakang punggung ibu untuk menghindari marah Abah adalah masa lalu, yang selalu diam – diam mengganti celana di tiap malam agar tak ketahuan ngompol, sehingga tinggal adik saya yang menjadi tersangka ngompol karena kasur yang basah, benar – benar basah adalah masa lalu,

Adalah masa lalu
Adalah masa lalu

Dan kini saat saya menulis ini, saya katakan : Saya rindu pada semua hal tentang itu. Seandainya saya tak mendewasa, seandainya saya bisa kembali ke saat itu.

Hm, ya. Masa kecil.
Masa kecil yang utuh seperti layaknya anak – anak dari rumah tangga yang sederhana.
Hingga Abah meninggal, dan remaja saya adalah sebuah kesalahan serta banyak dosa. Hingga sebuah perjalanan mengantar saya di tanah ini. Tanah para pekerja, yang seperti tembang ilalang bisikkan : Di padang yang tak pernah terjamah impian manusia

Dan padang ilalang yang juga mengingatkan cerita Malin Kundang, bahwa saya masih punya mama tempat berbakti, agar saya tidak menjadi batu yang tak punya rindu……


Tanah para pekerja, masih karena tembang ilalang


.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar