Powered By Blogger

Agustus 06, 2010

Ya Allah, Semoga bukan ( kemarahan ) saya yang membuat Pak Iswanto menangis……

.


Ya Allah,
Semoga bukan ( kemarahan ) saya yang membuat Pak Iswanto menangis……


Sebagai seorang yang bertanggung jawab administrasi dalam satu Department ( eh salah, dua Department sich tepatnya ), saya sangat dengan mudah menyalurkan emosi saya berupa kemarahan kepada beberapa orang yang berada di wilayah kerja saya. Meskipun indirect tidak berada dalam structure di bawah saya.

Pak Iswanto. Laki – laki tua yang pernah menjalani kerja lama dan pensiun di perusahaan ini, kemudian dengan beberapa alasan lantas dipekerjakan kembali oleh bagian operational sebagai tenaga kontrak di tim Proyek Sirtu - Road Maintenance Department telah merasakan itu.
Benar, saya marah pada beliau pagi ini. Saya benar – benar marah. Saya akui itu. Emosi saya tiba membuncah pada beliau. Bahkan saat upaya Pak Iswanto untuk sekadar memberikan bargaining dalam urusannya dengan saya. Tidak. Saya kira Pak Iswanto terlalu, sangat terlalu. Tidak tahu terima kasih. Tidak sadar diri akan beberapa kemudahan yang sudah diberikan oleh Department dalam beberapa kebijaksanaan yang operational dan administrasi sepakati.

Tapi apa akhirnya ? Pak Iswanto menangis di depan saya…..

Saya tertegun,
Oh, pentingkah saya mengikutkan pertimbangan bahwa Pak Iswanto saat ini benar – benar mengalami masalah rumah tangga yang pelik. Istri yang bangkrut usaha kantinnya hanya karena lokasi jualannya tidak lagi merupakan jalan utama lintasan transportasi pengiriman buah perusahaan ini. Anak – anak yang sudah besar dan pemalas, dan batas kerajinan mereka hanya sampai pada Buruh Harian Lepas perusahaan dan bisa sesuka hatinya mengambil upah atau tidak.

Pak Iswanto terbebani justru di masa pensiunnya, dan itu yang dulu sekiranya menjadi pertimbangan kami dalam rekrut orang seperti Pak Iswanto. Tapi nyatanya operational saat ini tertekan sekali oleh lambannya kinerja realisasi proyek yang sudah di sepakati di awal tahun sebagai bagian dari Budget perusahaan. Bahkan operational diminta terus bergerak dengan kondisi yang tak mungkin proyek dijalankan sekalipun. Hal yang melelahkan. Oleh karenanya pemutusan atau tidak dilanjutkannya kontrak karyawan yang dinilai tidak available dalam mensupport kerja proyek bagaimanapun menjadi salah satu solusi. Dan Pak Iswanto adalah bagian di dalamnya. Kami sudah sangat tertekan oleh comment dari berbagai pihak. Oleh Estate, Direksi bahkan langsung oleh Holding Company yang berbassis di London sana. Kinerja yang buruk dan cost operational tak berbanding dengan revenue proyek. Overhead….

Sudah cukup. Inilah pembelaan diri saya terhadap kemarahan saya pada Pak Iswanto. Department mengambil kebijaksanaan yang tidak lagi bisa mempertimbangkan rasa kemanusiaan hanya untuk seorang Pak Iswanto, tapi usaha bujuk rayu Pak Iswanto benar – benar membuat saya tak lagi bisa mengontrol diri. Meskipun di akhirnya saya sempat mengucapkan lirih pada beliau : “ Pak, tolong Bapak juga mengerti situasi saya dan Department yang hadapi di operational ini “

kalimat terakhir yang saya sematkan di langkah pergi laki – laki tua yang tadi menangis di depan saya……

Dan ( entah mengapa ) saya merasa perlu mengirimkan sms pada seseorang :
" Ma, ulun meolah salah lagi di gawian. Tolong do'a kan ulun ma lah....."

Seorang mama yang selalu mengerti tindakan saya,

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar