Powered By Blogger

Juli 24, 2009

Catatan untuk diri - egois memaklumi


Kemakluman selalu menjadi senjata ampuh untuk diri yang alfa. Batasan diri yang tak mungkin sempurna. Menjadi sisi rasa dalam rutinitas.

Manusiawi yang hidup dalam doktrin kemanusiaan. Sehingga setiap kesalahan selalu memunculkan alasan untuk membela diri. Sekedar lepas dari pandangan sosial yang akan berkubang dalam jelaga.

Kita lebih memilih untuk tidak mengakui daripada mengoyak ketakutan akan benci. Atau berjuta penjelasan yang memunculkan pengkasihan pada jasad diri. Bahkan sebentuk kata menyesalpun adalah bagian dari jiwa yang riya dan kamuflase titik air mata. Keikhlasan menyusut pada diri yang angkuh. Penyesalan menjadi sesuatu yang absurd.

Sedikit demi sedikit kita merangkak dalam kemunafikan. Pengingkaran pada sebentuk daging yang menggumpal dalam jiwa. Dan ia adalah hati.

“ Fitnah itu akan ditimpakan ke dalam hati bagaikan tikar ( yang membekas di tubuh ) selembar – selembar. Maka hati yang menelan fitnah itu akan di titik dengan satu titik hitam dan hati yang mengingkarinya akan dititik dengan nokta putih, sehingga hatipun menjadi 2 hati. Hati yang putih bagaikan batu karang, hinga tak bisa dirusak oleh suatu fitnah sekama masih ada langit dan bummi. Dan hati yang kusam bagaikan pinggan yang terbalik, tidak mengenal yang ma’ruf dan tidak mengingkari kemungkaran, kecuali yang sesuai dengan hawa nafsu saja yang direguknya “
( HR. Muslim )

Lambat laun kita tak lagi berupa manusia dengan nurani, karena nurani sudah tertutup oleh hitamnya hati kita sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar