Powered By Blogger

Juni 14, 2009

Dalam kesendirian

Terkadang ada beberapa waktu yang benar – benar kita tidak bisa maknai sebagai : ' yah, itulah hidup '. Penyangkalan yang terjadi justru semakin membuat situasi semakin rumit. Kita seringkali mengeluh, ketidakadilan menjadi momok pada pikiran. Menjelma seperti hasutan halus untuk lari, sembunyi, atau sekedar berpaling harap bahwa hal – hal tersebut seperti kuda timur yang berlari bersama angin. Tapi tidak, mereka – mereka, hal – hal itu adalah bagian yang tak terpisahkan pada detak – detak hari diri kita. Ia hadir untuk kita, atas nama beban untuk sejenak kita menakar diri. Dewasakah, atau kita masih terjebak pada sifat kekanakan. Kekanakan yang berteriak ; ” Mama, maaaaa ”. Lantas sosok mama akan muncul dan meyelesaikan situasi.
Dalam suatu waktu kita ( mungkin ) benar – benar akan sendiri, actualy jasad, diri, maupun jiwa. Bahkan seorang sahabat terbaik pun tak bisa dihujat hanya karena ketidakhadirannya. Permakluman bahwa uraian kehidupan kita, sahabat adalah keterasingan masing – masing di antara simpul – simpul pertemuan yang tergambar dalam sebuah ikatan ukhuwah kita sebagai muslim, dan sebagai umat manusia secara keseluruhan. Saya hanya ingin bilang, teman terdekat saat ini juga mempunyai kehidupannya sendiri.
Lantas perlukah kita meratapi kesendirian yang kadang tersentuh oleh sentimental diri. Bahwa kita benar – benar tidak pernah sendiri akan benar bila kita menghadirkan sebuah keimanan kita dalam segala waktu. Bila tidak, kekosongan pikir kita adalah tempat yang menyenangkan untuk para iblis menempatinya. Kita akan menyadari kesendirian, kesepian, dan rupa macam dramatisir pengkasihanan diri sendiri. Sangat berbahaya untuk jiwa yang labil.
So, hanya ingin mengurai ini menjadi pokok sederhana saja :
Katakanlah saat ini kita sendiri, masing – masing kita meringkuk dalam ruangan yang sama tanpa kawan, tanpa pembicaraan. Moment yang sepi, sunyi. Kita bisa saja membunuh waktu dengan segala macam pekerjaan, kita bisa saja menciptakan diri yang sibuk, dan kita bisa saja merenung karenanya. Maka yakinlah, sedikit kita memandang kesendirian ini dalam wajah yang percaya akan Dia yang Maha segalanya,...( akhirnya ) kita akan menyadari bahwa kita sebenarnya tidak pernah sendiri.


Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibicarakan oleh hatinya. Dan Kami lebih dekat kepadanya dari urat nadinya.
( Q. S Qaaf : 16 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar